"Assalamualai—" salam seseorang terhenti saat melihat Alan, "—kum."
DEG!
"Alan," ucap orang itu dengan binar bahagia, "i miss you so much."
Di tubruknya tubuh kaku Alan dengan pelukan, tas yang sejak tadi menyampir di bahunya pun dibiarkan terjatuh begitu saja.
"Letta?" lirih Alan, membalas pelukan Letta dengan kencang. "Ini beneran Letta?" Alan mengurai pelukan, menangkup pipi Letta yang lumayan Chubby itu.
Iya, Arletta Aruna. Gadis yang selama ini dia rindukan. Gadis yang membuat dia uring-uringan. Gadis yang membuat dia seakan, Hidup segan, mati tak mau. Kini sudah berada dihadapannya, bahkan dipelukannya.
"Bukan, tapi bayangannya." jawab Letta ketus.
Alan terkekeh pelan, "Suruh siapa pergi gitu aja?"
"Aku gak pergi gitu aja, ya!" Letta menjawab dengan wajah cemberutnya, yang terlihat semakin menggemaskan dimata Alan.
"Assalamualaikum," mendengar ucapan salam, mereka berdua menolehkan kepala kearah pintu.
"Waalaikumsalam," jawab mereka berbarengan.
"Ada Alando, apa kabar? Bunda kangen banget," ucap Flora atau yang sering dipanggil Bunda, seraya memeluk Alan singkat.
"Kabar baik, Bun. Alan juga kangen sama bunda,"
Letta merenggut, "Oh, jadi kangennya sama bunda doang? Oke Fine!"
Nada suara Letta yang merajuk, membuat Bunda dan Alan tertawa. "Udah, Letta mending kamu ganti baju." Letta pergi menuju kamarnya menuruti perintah sang Bunda. Padahal kan dia masih ingin bersama Alan.
"Kamu udah dari tadi, Lan?" tanya Bunda.
"Iya, Bun" jawab Alan, "eum, Bun?"
"Kenapa?"
"Letta selama ini dimana, ya? Kok Alan sama sekali gak tau," tanya Alan.
"Letta kan di Paris, memangnya kamu gak dikasih tau?"
Alan mengerutkan keningnya, jangankan dikasih tau tempatnya. Dikasih tau kapan berangkat nya saja tidak. "Paris? Alan gak pernah dikasih tau,"
"Kata Letta sudah lewat surat. Mending nanti kamu tanyanya sama Letta aja, biar lebih jelas." ujar Bunda, "Bunda masuk ke kamar dulu ya, mau istirahat. Bentar lagi Letta juga turun."
Sepeninggal Bunda, Alan memikirkan ucapan yang diucapkan Bunda. Kata Letta sudah lewat surat. Itu berarti Letta mengirimnya surat. Tapi kenapa tidak pernah sampai kepadanya?
"Loh, Bunda kemana?" lamunan Alan buyar saat mendengar suara Letta. Sekarang Letta sudah lebih fresh, mungkin tadi dia mandi dulu. Dia menggunakan hot pants berwarna putih, dengan t-shirt berwarna merah yang panjangnya hampir menutupi celana.
"Di kamar mau istirahat katanya," Letta ber-oh-ria, lalu mendudukkan tubuhnya disamping Alan.
"Let?" Letta berdeham, "kata Bunda kamu titip surat, surat apa?"
Menghadapkan tubuhnya kearah Alan, membuat mereka berdua duduk berhadapan. "Ohh, iya aku emang titip surat. Kamu udah baca?"
"Jangankan baca, nerima surat itu aja nggak."
"Serius?" Alan mengangguk, "perasaan udah titip ke kak Laura deh, tapi kok gak nyampe yah? Apa sengaja gak dikasih ke Alan? Tapi kenapa gak dikasih? Atau lupa belum titip? Tapi perasaan udah." gumam Letta dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arletta
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA]"Apa cita-cita kamu?" "Kenapa memangnya?" "Aku ingin liat kamu jadi Pilot," "Pilot?" "Iya, supaya kita selalu dekat." *** Ini bercerita tentang seorang gadis cantik yang bernama Arletta Aruna, berbola mata yang jernih, d...