***
Pada hari itu, akhirnya Lisa tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam pusat perbelanjaan tempatnya bekerja. Lisa datang sedikit terlambat hari ini. Gadis itu terlambat sekitar enam puluh menit karena terlalu lama berfikir– memilih untuk mengambil cuti atau datang ke tempat kerja. Mungkin Lisa akan memilih cuti, kalau saja Jiyong senggang hari ini. Tapi sayangnya, pria itu punya jadwal syuting acara ragam pukul 1 siang nanti. Kalau hanya ke agensi atau ruang rekaman, Lisa bisa saja ikut dan menemani Jiyong di sana, tapi untuk ke stasiun TV rasanya Lisa belum berani.
Ini adalah tahun kedua mereka berkencan dan keduanya masih terlalu canggung untuk menunjukkan hubungan mereka di depan publik. Lisa hanya memberitahu Heechul mengenai hubungan mereka– itu pun karena Heechul tidak sengaja menangkap basah mereka– sementara Jiyong hanya memberitahu beberapa rekan kerjanya, seperti beberapa orang penting di agensi dan managernya. Tidak satupun dari keduanya yang sejak awal berencana menyembunyikan hubungan itu, namun berhati-hati tentu tidak ada salahnya. Pekerjaan Jiyong sedang tidak begitu baik, semua mata kamera menudingnya dan mengeluarkan berita kencan sekarang justru akan memperkeruh suasana. Toh hubungan mereka sudah berjalan dengan sangat baik sekarang.
"Selamat pagi... Maaf aku terlambat," sapa Lisa, sembari berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya, kemudian duduk di kursinya sembari melambaikan tangan kepada manager Lee di dalam ruangannya– yang di batasi oleh sebuah dinding kaca.
"Noona, tidak biasanya kau terlambat, apa kau berkencan sekarang?" tanya Mark, yang sudah mulai bosan dengan tumpukan pekerjaan di mejanya. Mengobrol adalah salah satu hobi Mark di kantor, mengobrol adalah satu-satunya sumber kebahagiaan pria itu di kantor.
"Hari ini aku berencana untuk cuti tapi tidak jadi, karena aku ingat kalau kau belum mengirimkan detail lukisan yang di inginkan nyonya Kim," jawab Lisa, membuat Mark langsung berbalik, menatap layar komputernya dan berpura-pura bekerja disana. Tingkahnya benar-benar membuat Lisa tidak habis pikir. "Somi-ya, tolong buatkan daftar 100 orang yang menghabiskan uang paling banyak untuk berbelanja disini. Di urut berdasarkan jumlah pengeluaran terbanyak,"
"Kau belum membuat undangan untuk cuci gudang kita minggu depan?" tanya Jennie, menatap Lisa dan Sandara bergantian– disaat itulah Sandara terlihat terkejut juga merasa bersalah sekaligus, walau ia tetap tidak mengatakan apapun.
"Sudah, tapi aku belum menerima daftar penerima undangan itu. Tolong buatkan undangan Somi-ya, Sandara eonni sedang sibuk dengan proyeknya sendiri sampai ia lupa dengan tanggung jawabnya yang lain, bukan begitu eonni?" ucap Lisa yang tidak lagi bisa menahan emosinya karena Sandara tidak mengatakan apapun mengenai pekerjaan itu. "Eonni, apa kau berencana pindah ke tim lain? Kenapa sekarang kau hanya mengerjakan proyekmu dan melupakan pekerjaanmu yang lain?" tanya Lisa, tanpa menata Sandara dengan kedua tangan yang sibuk mengetik dan memindahkan kursor. Bahkan dari suara ketikannya, semua orang di sana sudah bisa menebak kalau Lisa sedang kesal pagi ini.
"Lisa-ya, bicaralah denganku sebentar," ajak Jennie namun Lisa hanya menatap gadis itu sembari menaikan alisnya. Lisa sedikit bimbang, haruskah ia pergi dengan Jennie atau cepat-cepat menyelesaikan beberapa pekerjaan yang mendesak. Walau pada akhirnya Lisa tetap bangkit dari kursinya dan mengikuti Jennie keluar kantor sampai mereka tiba di atap dengan segelas kopi pagi di tangan masing-masing. Bukan hal baru lagi, sebentar yang Jennie maksud hampir setara dengan dua kali 30 menit. "Kau tidak perlu memarahi Dara eonni sampai seperti itu," ucap Jennie, begitu mereka tiba di atap kemudian berdiri di tepiannya, merasakan semilir angin serta memandangi para pejalan kaki di bawah mereka.
"Kau butuh 30 menit hanya untuk mengatakan itu eonni," balas Lisa, sembari melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aku akan diam saja kalau kau mau menegurnya. Kenapa kau tidak pernah mau menegurnya? Aku tahu kau juga sudah menikah, apa pernikahanmu juga sangat berat sepertinya? Kenapa kau selalu memberinya keringanan dan membuatku harus terus mengerjakan tugas yang dia lupakan? Setidaknya kalau memang aku harus mengerjakan sebagian pekerjaannya, dia harus terima kalau ku marahi,"
"Kau dipromosikan karena membantunya, bukankah itu hal yang baik?" ucap Jennie, mencoba membuat Lisa merasa lebih baik, namun ucapan itu sama sekali tidak membantunya.
"Woah... Kau pikir aku di promosikan hanya karena aku membantunya? Aku mengerjakan banyak hal agar dipromosikan. Lagi pula sejak kapan mengurus hal hal sepele dijadikan penilaian untuk dipromosikan? Selama ini aku hanya membantunya dengan hal-hal sepele yang tidak ingin dia kerjakan. Aku harusnya cuti hari ini, tapi karena tadi pagi G Dragon bilang dia belum menerima undangan cuci gudangnya, aku membatalkan cutiku,"
"Kau bertemu dengan G Dragon? Pagi tadi? Untuk apa? Dia menyuruhmu melakukan sesuatu?"
"Uhm... Dia menelponku untuk menanyakan undangannya, apa dia bukan 100 orang teratas lagi atau bagaimana," bohong Lisa yang tentu saja di percaya Jennie. Tanpa Lisa di timnya, Jennie tidak akan punya waktu untuk berkencan kemudian menikah dengan Manager Lee– tapi bukan berarti Jennie dan Taeyong pergi berkencan 24 jam sehari. "Ah bagaimana dengan meeting ke Italia dan pameran lukisan di Jepang? Aku benar-benar lupa kalau dua acara itu berbarengan. Bisakah kita meminta cabang Jepang membelikan lukisan untuk nyonya Kim? Atau harus kita sendiri yang kesana?"
"Kau tidak ingin pergi ke Jepang?"
"Bukannya tidak ingin, tapi aku harus ke Italia, kau tidak ingin pergi kesana sendirian 'kan?"
"Bagaimana kalau aku ke Italia dengan Taeyong oppa? Tapi kau tidak mungkin pergi ke Jepang-"
"Aku mau! Aku mau pergi ke Jepang sendirian," potong Lisa, terlihat sedikit lebih antusias dibanding sebelumnya. "Sandara eonni harus ada di kantor selama kita pergi, aku akan mengajari Mark caranya menyelesaikan beberapa pekerjaan sepele yang selalu di abaikan Sandara eonni. Bye! Terimakasih kopinya," seru Lisa yang lantas berlari kecil meninggalkan Jennie sendirian di atap. Hak sepatunya berdentum setiap kali menginjak lantai, suasana hati yang pagi tadi begitu kelam kini perlahan-lahan mulai kembali cerah.
"Aku harus lembur malam ini, tapi minggu depan aku juga akan pergi ke Jepang," ucap Lisa, sembari melangkah menuruni tangga menuju ruang kerjanya di lantai 10. Gadis itu langsung menelpon Jiyong begitu mendapatkan kabarnya.
"Kenapa mendadak? Aku sudah reservasi restoran untuk malam ini,"
"Huh? Untuk apa? Bukannya nanti malam oppa sibuk?"
"Kau terlihat kesal tadi, aku ingin menghiburmu, kenapa mendadak lembur?" protes Jiyong, dengan latar suara beberapa pria yang sedang berbincang– membicarakan menu makan siang sampai idol-idol pendatang baru. "Aku harus membatalkan reservasinya?"
"Uhm... Kenapa oppa jadi sangat manis? Ah tidak... Oppa memang begitu, bertindak semaumu sendiri. Bagaimana kalau kita makan malam kemudian oppa mengantarku kembali ke kantor untuk kerja lembur?"
"Kau tidak bisa bekerja di rumah saja?"
"Tidak, aku tidak bisa membawa laptop kantorku keluar kantor,"
"Bawa saja filenya, haruskah ku belikan USB?"
"Aku tidak bisa membawa laptopnya karena file yang ada di dalamnya, oppaku sayang. Aku akan mencoba menyelesaikan pekerjaanku sekarang. Kurasa aku bisa mengerjakannya saat jam makan siang. Jadi nanti malam kita bisa makan bersama, tapi oppa tidak boleh terlambat... Aku bisa mati kalau terlambat makan malam, oke?"
"Hm... Bukan ide yang buruk. Aku akan menjemputmu jam 7 malam nanti dan tidak akan terlambat. Aku belum ingin di gigit Zombie kelaparan. Kalau begitu sampai bertemu jam 7 nanti, aku akan latihan sebentar sebelum pergi ke stasiun TV,"
"Baik- tunggu! Jangan di tutup dulu, oppa tidak terkejut aku akan ke Jepang?" tanya Lisa, yang hanya Jiyong jawab dengan sebuah kekehan kecil.
"Tidak," jawab pria itu disela tawanya. "Aku tahu kau akan mengusahakannya dan aku hanya sedikit membantumu. Aku menyayangimu, sampai nanti. Aku harus benar-benar pergi sekarang, Seungri sudah kesal," pamit pria itu dengan sebuah debaran luar biasa yang ia tinggalkan di dada Lisa.
Ada banyak pria tampan kaya raya di sekitar Lisa, tapi entah kenapa ungkapan rasa sayang Jiyong justru menjadi sebuah sumber kebahagiaan terbesar bagi Lisa. Mungkin karena tidak ada orang lain yang mengatakan itu selain Jiyong, jadi Lisa benar-benar bergantung pada rasa sayang itu. Seolah ia dapat melakukan apapun selama Jiyong tetap menyayanginya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
0.01%
FanfictionKetika kau mencintainya tanpa alasan, kenapa kau butuh alasan untuk berhenti mencintainya? Kadang, hanya dengan hilangnya 0.01% rasa saja sudah cukup untuk mengakhiri sebuah hubungan. Hubungan mereka berakhir hanya karena 0.01% kekecewaan. Nb : Ter...