18

2K 357 39
                                    

***

Park Bom adalah pemilik bar yang jaraknya tidak seberapa jauh dari rumah Lisa. Hanya sekitar dua blok. Ia membenci Lisa karena suaminya sempat menyukai Lisa. Suaminya bernama Jay Park, seorang pemusik yang tidak seberapa terkenal dan Lisa sudah menolak pria itu mentah-mentah. Jay yang sebelumnya berkunjung ke toko Lisa untuk membeli sebungkus rokok, jatuh hati pada pertemuan pertamanya dengan Lisa. Pria itu sempat berbohong mengenai istri dan anaknya, karena itu Lisa membiarkannya berkeliaran di sekitarnya. Namun setelah beberapa tetangga memberitahunya kalau Jay adalah seorang suami mata keranjang yang selalu menggoda dan mengencani janda-janda muda, Lisa menolak pria itu dengan sangat tegas.

Sayangnya, penolakan Lisa terhadap Jay sudah sangat terlambat– Park Bom sudah lebih dulu membencinya. Park Bom selalu ingin bertengkar dan melampiaskan emosinya pada Lisa, namun Lisa tidak pernah melewati batasannya– singkatnya, Park Bom tidak pernah punya alasan untuk memarahi Lisa. Tapi kini, berkat putri kecilnya yang menyukai Woojin, Park Bom punya alasan untuk menyiksa Lisa dan mentalnya.

"Ya! Pelacur sialan! Bagaimana caramu mengajari anakmu?! Bisa-bisanya kau membiarkan Woojin mendorong Sarang! Karena Woojin sekarang kaki Sarang terluka!" marah Park Bom– ia tidak peduli bagaimana putrinya jatuh dan terluka, kenyataan kalau Sarang terluka saat bermain dengan Woojin membuatnya menutup rapat kedua matanya. Tidak peduli bagaimana kenyataannya, selama ia punya alasan untuk memarahi Lisa, ia tidak peduli.

"Woojin tidak mendorong Sarang," jawab Lisa, dengan begitu pelan. Ia tidak ingin Jiyong melihat sesuatu yang lebih buruk lagi sekarang.

Lisa tidak ingin terlihat begitu menyedihkan di depan Jiyong sekarang. Gadis itu ingin terlihat tenang seperti biasanya, seperti yang selalu ia lakukan seumur hidupnya– tenang dan anggun hingga orang yang mencari masalah dengannya merasa malu. Sampai kemarin ia masih bisa melakukannya. Tapi hari ini berbeda, suasana hatinya benar-benar hancur karena kehadiran Jiyong. Tubuhnya bergetar hebat dan ia tidak lagi bisa menahan dirinya untuk tetap terlihat anggun seperti biasanya.

"Kau pikir kau sama denganku hanya karena kau bekerja? Kau pikir orang-orang tidak tahu darimana uang yang kau dapatkan selama ini? Semua orang tahu kalau toko menjijikkan ini hanya kedok untuk menyembunyikan dirimu yang sebenarnya. Kau hanya pelacur yang menjajakan tubuhmu untuk menghidupi putramu yang nakal itu," hina Bom, menghancurkan pertahanan yang sedari tadi Lisa kumpulkan dalam dirinya.

"Aku tidak melakukannya. Aku tidak merasa diriku sama denganmu, aku bukan gadis bar sepertimu-"

"Apa yang kau- YA!"

Park Bom seharunya menampar Lisa, namun seorang bocah kecil berlari dan lebih dulu mendorong Bom hingga wanita itu hampir jatuh karenanya. Bahkan sebelum Jiyong sempat meninggalkan mobilnya, Woojin sudah lebih dulu muncul bagai seorang pahlawan yang Lisa butuhkan. Hal selanjutnya yang terjadi adalah Bom yang memarahi Woojin, menyebut bocah laki-laki itu anak nakal yang tidak pantas bermain dengan Sarang.

"Kalau ahjumma memukul eommaku, aku akan memukul Sarang! Akan ku patahkan kakinya di sekolah! Akan ku ganggu dia sampai dia menangis!" jerit Woojin, dengan mata berlinang air mata karena sedih. Bocah itu sedih karena Park Bom terus saja mengganggu ibunya.

Melihat Woojin mengamuk akhirnya membuat Jiyong keluar dari mobilnya. Pria itu baru berjalan beberapa langkah namun Bom sudah lebih dulu merasa di permalukan. "Augh! Anak dan ibu sama-sama mengerikan! Aku tidak sudi belanja disini lagi!" keluh Bom, melakukan sebuah akting bodoh di depan Jiyong demi menyelamatkan sisa harga dirinya.

"Kalian baik-baik saja?" tegur Jiyong, masih sembari memberikan tatapan sinisnya pada Bom yang berjalan menjauh.

Bom menghilang di persimpangan, sedang Lisa masih diam– beradu tatap dengan putranya dan membuat Jiyong mengingat masa lalu mereka. Dulu setiap kali bertengkar, Lisa akan menatapnya dengan tatapan kejam itu, sedang ia akan membalas tatapan itu seperti cara Woojin menatap Lisa sekarang. Tidak perlu melakukan tes DNA atau sejenisnya, Jiyong mengenali Woojin. Ia melihat dirinya sendiri dalam tubuh mungil anak laki-laki itu.

"Kwon Woojin! Sudah berapa kali eomma bilang? Kau tidak boleh memukul orang dewasa seperti itu! Tadi kau sudah memukul ahjussi di bukit dan sekarang kau memukul ibu temanmu! Kenapa kau sangat nakal hari ini?" marah Lisa, tentu tidak membentak Woojin dengan cara yang sama dengan saat ia membentak Jiyong. Kalau Lisa harus memakai semua kekuatannya untuk membentak Jiyong, wanita itu hanya memakai seper-delapan kekuatannya untuk membentak Woojin.

"Eomma tahu kenapa aku melakukannya? Aku melakukannya karenamu!" balas Woojin, dengan wajah merah padamnya. Kini Jiyong mematung, ia tidak tahu bagaimana harus bersikap dan akhirnya memilih untuk melangkah mundur– memberi kedua orang itu ruang untuk bicara walau tidak satupun dari mereka berdua yang akan berterimakasih padanya. "Kenapa aku harus melindungimu? Aku baru kelas satu, eomma yang harus melindungiku! Aku terlalu kecil untuk melindungimu,"

"Kapan aku memintamu untuk melindungiku?" balas Lisa, seperti seorang gadis yang tengah bicara pada kekasihnya.

"Aku juga tidak mau melakukannya! Tapi aku tidak punya pilihan lain!"

"Kenapa?" balas Lisa, dengan nada bicaranya yang menyebalkan, suara itu terdengar meremehkan seolah Woojin telah melakukan sesuatu yang sia-sia.

"Karena semua orang membencimu! Di dunia ini hanya aku yang menyukaimu! Ahjussi tadi ingin eomma mati! Ibunya Sarang juga! Walaupun aku tidak punya appa, aku memilikimu! Tapi eomma tidak punya eomma dan appa yang akan melindungimu! Aku tidak bisa belajar di sekolah karena aku lelah dan marah," serang Woojin, sembari menangis. Wajahnya yang merah padam kini basah karena air mata serta keringat, hingga Lisa tidak kuasa menahan dirinya sendiri. Wanita itu tidak kuasa lagi menahan air matanya. Sembari berlutut, Lisa peluk anak laki-laki di depannya kemudian meminta maaf pada anak itu– maaf karena sudah membuatnya lelah dan marah.

Siang ini terasa begitu melelahkan bagi Lisa, juga bagi Woojin. Setelah menangis selama hampir 30 menit, akhirnya bocah itu pergi tidur– saking lelahnya. Lisa membiarkan Woojin terlelap di satu-satunya kamar mereka bahkan walaupun bocah itu belum sempat mandi.

Sementara Woojin terlelap di rumah, Lisa kembali ke tokonya– ia harus kembali mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan. Namun langkahnya terhenti, ketika ia melihat Jiyong berbaring di atas meja besar di depan tokonya.

"Kenapa kau masih disini?" tanya Lisa, ia lihat sekeliling tokonya dan tidak melihat siapapun disana selain Jiyong dan mobilnya. Pada jam-jam tertentu lingkungan itu memang selalu sepi.

"Masih menunggu seseorang menjemputku," jawab Jiyong, yang masih berbaring sedang Lisa berdiri di depan pintu tokonya.

"Setelah pergi dari sini, jangan datang lagi. Anggap saja kita tidak pernah bertemu,"

"Kau gila? Bagaimana aku bisa mengabaikanmu setelah melihat semua ini?"

***
Akhirnya aku nemu gambar yang cocok untuk tokonya lisa hehe

***Akhirnya aku nemu gambar yang cocok untuk tokonya lisa hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
0.01%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang