***
Dengan jaket hitam dan celana rumah sakitnya, Jiyong mengantarkan Woojin sampai ke depan kelasnya– sampai ia bertemu dengan guru yang tadi Woojin ceritakan. Namun, sebelum Jiyong sempat memperkenalkan diri, Woojin sudah lebih dulu memperkenalkannya– "Ini Jiyong ahjussi, teman eomma saat eommaku masih muda dulu. Hari ini aku terlambat karena dimarahi eomma, apa aku boleh masuk? Eomma akan memarahiku lagi kalau aku tidak sekolah," oceh Woojin, membuat Jiyong membulatkan matanya kemudian menautkan alisnya. Entah bagaimana Lisa mengajarinya, tapi bocah ini benar-benar pintar bicara.
"Kau boleh masuk," ucap guru itu, namun alih-alih memperhatikan Woojin, sang guru justru memperhatikan G Dragon yang berdiri di depannya– dengan pakaian yang tentu jauh dari layak. Woojin berterimakasih, ia membungkuk dengan sopan pada gurunya, kemudian membungkuk juga pada Jiyong– berterimakasih karena sudah di antar sampai ke depan kelas.
"Yey! Sudah jam istirahat! Joongi! Joongi! Joongi! Aku punya video game baru!" teriak Woojin, yang terdengar sampai keluar sesaat setelah bel sekolah berbunyi. Sementara itu, Jiyong masih beradu tatap dengan sang guru. Mereka berkenalan dan Jiyong akhirnya mengetahui nama guru itu– Oh Sehun.
Berikutnya, dengan beralasan kalau ia ingin memberi beasiswa kepada anak-anak sekolah dasar itu, Jiyong meminta Sehun untuk memberitahunya bagaiman keadaan Woojin di sekolah– mulai dari nilai sampai kebiasaannya.
Woojin pintar, kata Sehun. Namun bocah itu sering sekali bertengkar dengan teman-temannya karena diejek. Terakhir kali Woojin marah karena orang-orang bilang kalau ia dan Sarang akan bersaudara– karena ayah Sarang mendekati ibunya.
Hari itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jiyong menghabiskan setengah harinya di sekolah. Pria itu duduk di bawah sebuah pohon yang sangat rindang– memperhatikan Woojin dari jauh. Membuat dirinya tidak terlihat dengan duduk jauh dari anak-anak sekolah dasar itu. Setiap kali ada seseorang yang menyadari kehadiran Jiyong, Woojin memberitahu mereka kalau Jiyong adalah teman ibunya– yang sedang berkunjung karena sakit. Sebenarnya jawaban Woojin tidak masuk akal, tapi tidak satupun dari temannya yang menyadari itu. Bahkan Woojin sendiri tidak tahu kalau ucapannya tidak masuk akal.
Jam sekolah sudah berakhir, anak-anak seharusnya sudah pulang agar bisa segera makan siang di rumah masing-masing, namun beberapa anak seperti Woojin, Joongi dan lainnya masih asik bermain di lapangan sekolah. Anak-anak kelas lima dan enam masih ada di dalam kelas mereka masing-masing, sehingga Woojin dan teman-temannya yang masih kelas satu bisa memakai lapangan sekolah itu. Jiyong melihat beberapa orangtua yang datang menjemput anak-anak mereka, namun sepertinya tidak akan ada yang datang untuk menjemput Woojin. Mungkin itu hal biasa bagi Woojin, tapi Jiyong jadi sedih karenanya.
"Ini kali pertama aku melihat pria yang menyukai Lisa sampai datang ke sekolah untuk menemui Woojin," tegur Sehun, yang di siang hari ini tiba-tiba saja menghampiri Jiyong. "Biasanya mereka hanya ingin menemui Lisa, bukan Woojin,"
"Lisa? Apa begitu cara seorang guru memanggil orangtua muridnya?" balas Jiyong– sejak Woojin bilang kalau gurunya menyukai Lisa, Jiyong membenci Sehun.
"Ah aku seharusnya memanggilnya nyonya Kim, maaf. Aku sudah terlalu sering bertemu dengannya-"
"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu sejauh apa hubunganmu dengannya. Tapi asal kau tahu saja, dia tidak menyukai orang-orang yang terlalu santai sampai melupakan sopan santunnya," potong Jiyong yang kemudian berdiri, kakinya terasa sedikit nyeri namun ia memaksakan dirinya untuk menghampiri Woojin– mengajak Woojin pulang.
"Kau suka daging?" tanya Jiyong kemudian, disaat ia berjalan pulang bersama Woojin dan teman-temannya.
"Memangnya kenapa?"
"Aku harus tahu apa yang kau sukai-"
"Eomma tidak suka daging," potong Woojin. "Kalau ahjussi ingin mengajak eomma makan daging, eomma akan menolak. Eomma tidak mau meninggalkan toko hanya untuk makan daging,"
"Aku tidak ingin mengajak eommamu makan daging,"
"Lalu kenapa ahjussi bertanya?" tanya Woojin, membuat Jiyong lagi-lagi mengerutkan dahinya.
"Jangan bilang kalau ada pria yang sengaja menemuimu untuk menanyakan itu?"
"Ya, mereka membelikanku es krim lalu bertanya apa yang eomma suka. Tapi aku benci mereka semua, jadi aku membohongi mereka," jawab Woojin, membuat Jiyong berfikir kalau Woojin juga sedang membohonginya sekarang. Tentu saja Woojin berbohong– karena Lisa yang Jiyong kenal menyukai daging.
"Hhh... Jadi bagaimana? Kau suka daging atau tidak?"
"Kenapa ahjussi terus menanyakan itu? Sudah ku bilang eomma tidak suka daging,"
"Aku menanyakanmu, kau mau makan daging atau tidak?"
"Kalau aku mau apa ahjussi akan membelikan daging untukku? Ahjussi yang akan membayar dagingnya?" tanya Woojin dan Jiyong menghela nafasnya.
"Apa aku terlihat seperti orang yang akan menyuruh anak sekolah dasar membayar makanannya sendiri? Tentu saja aku yang akan membayarnya,"
"Boleh aku mengajak Joongi dan Kyung?" tanya Woojin dan Jiyong mengiyakannya. Butuh waktu lama hanya untuk mengajak Woojin makan bersama di sebuah restoran daging panggang dekat sekolah.
Selesai dengan daging panggang, Jiyong berencana mengajak Woojin pergi membeli es krim juga, namun bocah itu menolak. Woojin menolak es krim bukan karena ia tidak ingin menikmati dinginnya es itu, melainkan karena ia takut ibunya akan khawatir. Woojin tidak punya handphone yang bisa ia pakai untuk menghubungi ibunya, hingga ia memaksa Jiyong untuk segera pulang. Joongi dan Kyung sempat kecewa karena tidak jadi makan es krim, namun kedua bocah itu langsung berjalan pulang dengan Woojin ketika bocah itu memintanya– seolah Woojin adalah pemimpin mereka.
Setibanya di rumah, Lisa sama sekali tidak terlihat khawatir. Gadis itu sibuk di tokonya ketika Woojin datang bersama dengan Jiyong yang pincang. "Supirmu sudah datang," ucap Lisa begitu Jiyong berjalan mendekatinya.
"Dia bisa menunggu," balas Jiyong yang kemudian mengulurkan ransel serta sekantong daging panggang pada Lisa. "Aku makan daging dengan Woojin tadi,"
"Ahjussi, sudah ku bilang eomma tidak suka daging," ucap Woojin, bersamaan dengan Lisa yang enggan menerima barang dari Jiyong.
"Kau bilang kau berbohong?"
"Hm... Aku berbohong kalau aku berbohong," balas Woojin yang dengan santai mengambil tasnya dari tangan Jiyong kemudian berpamitan untuk pulang lebih dulu.
"Mandilah sebelum naik ke atas ranjang, sayang," ucap Lisa sedang Woojin hanya menganggukan kepalanya kemudian berlari untuk pulang ke rumah. "Maaf, aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak makan daging merah lagi," ucap Lisa sembari menelan ludahnya– menahan dirinya agar tidak memuntahkan makanannya.
"Kenapa? Dulu kau sangat menyukainya,"
"Saat di Jepang, aku sempat bekerja di toko daging dan aku muak-" ucapan Lisa terputus, aroma daging panggang dari kantong yang Jiyong bawa serta aroma asap daging panggang dari tubuh Jiyong membuat wanita itu tidak dapat menahan dirinya. Jiyong ingin mendekat, namun aroma tubuhnya saja sudah sangat mengganggu bagi Lisa, karena itu ia tetap berdiri– membiarkan Lisa menyelesaikan sendiri masalah perutnya itu.
Hati Jiyong kembali hancur. Gadis yang dulu ia cintai, kini telah berubah. Sangat berbeda hingga ia rasa, ia perlu mengenal gadis itu dari awal lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
0.01%
FanfictionKetika kau mencintainya tanpa alasan, kenapa kau butuh alasan untuk berhenti mencintainya? Kadang, hanya dengan hilangnya 0.01% rasa saja sudah cukup untuk mengakhiri sebuah hubungan. Hubungan mereka berakhir hanya karena 0.01% kekecewaan. Nb : Ter...