16: 🍜

402 82 1
                                    

██████████

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

██████████

Kami tiba di sebuah restoran tanpa meributkan dimana seharusnya kami makan malam. Sepertinya Sehun sudah merencanakan semuanya dengan rinci, dan aku bukan perempuan yang akan menolak meskipun Sehun mengajakku ke sebuah club malam. Entah kenapa aku percaya-percaya saja tanpa mendebatkan apapun.

Intuisiku terlalu kuat untuk kusanggah. Lagi pula Sehun tidak mungkin membawaku ke tempat kurang pencahayaan semacam itu.

"Karena aku sudah pilih tempat, kau yang harus pesan makan." katanya setelah kami berhasil menemukan satu meja dekat pintu masuk. Aku hanya mengangguk tanpa berkata apapun sementara tanganku bergerak membuka buku menu. Kuperhatikan banyak sajian yang terlihat menggugah, memanggil pelayan lantas memesan beberapa menu tanpa persetujuan Sehun.

Aku kembali mengalihkan atensi pada pria Oh itu, memberi sedikit jeda, mungkin Sehun akan mendebatku atas apa yang tadi kupesan, nyatanya tidak. Dia hanya ikut menatapku tanpa berniat membuka suara.

Kami hanya saling menatap selama beberapa menit. Jika aku menatapnya karena dia yang lebih dulu menatapku, memikirkan banyak kemungkinan hal apa yang dipikirkannya saat ini, aku tak menemukan ide apapun tentang itu. Aku hanya ikut-ikutan saja, penuh dengan berbagai spekulasi. Lantas apa yang ada dalam pikiran seorang Oh Sehun?

Terlepas dari semua itu, aku tak keberatan untuk tidak berbicara, biarkan kami saling menatap.

Tapi Sehun tidak, pemuda itu mendekatkan wajahnya dengan mata yang menyipit, "Yoona..." panggilnya.

"Hm?" aku membalas dengan kaku.

"Tidak ingin bermain dengan mesin pemakan koin lagi?"

"Mesin pemakan koin?" ulangku.

Sehun mengangguk lalu kembali pada posisinya, "Hm. Mesin boneka biru..."

"...maksudku dorasimon."

Oke, aku tidak sanggup untuk menahan tawa mendengar ucapannya. Seharusnya aku sudah tertawa keras, tapi Sehun adalah pengecualian, jadi aku hanya terkekeh pelan sembari menahan dengan sangat betapa aku ingin terbahak di depannya.

"Sehun, sejak kapan doraemon jadi dorasimon?" kataku.

"Oh, salah yaa..." Sehun ikut terkekeh. Tapi tidak lama, pemuda itu seakan tak peduli dengan letak kesalahannya. Detik berikutnya Sehun justru kembali mencondongkan tubuhnya sambil bersidekap. Dia berujar, "Mau bermain di timezone lagi? Aku sudah pro dengan mesin seperti itu."

"Kapan-kapan lagi saja, itu bisa sampai larut malam." sahutku menolak.

"Bagus." balasnya cepat, ditambah dengan raut wajahnya yang terlihat begitu senang, membuatku heran.

"Kenapa bagus?"

"Itu artinya kita akan memiliki waktu berdua lagi."

Jadi bagaimana caraku menanggapinya? Oh, kenapa aku malah tersipu dengan hal cheesy begitu?

"Selain timezone, apa ada tempat lain yang sering kau kunjungi? Atau mungkin suatu tempat yang sangat ingin kau kunjungi?" tanyanya lagi. Entah kenapa aku merasa Sehun sangat bersemangat malam ini. Bahkan sejak dulu Sehun jarang sekali memperlihatkan antusiasmenya.

"Eum..." aku berpikir sejenak. "...kupikir tidak ada tempat yang sangat ingin aku kunjungi sejauh ini, tapi aku sering mengunjungi perpustakaan umum, aku akan membaca apapun yang menarik perhatianku." ujarku menjawabnya.

Sehun sempat terlihat berpikir sebelum berucap, "Tapi aku justru bertemu adikmu di sana."

Aku mengangguk menanggapi, "Ah, iya. Krystal bercerita padaku soal itu. Aku yang memintanya untuk meminjam buku referensi."

Tak lama, pesanan kami datang. Sehun terlihat memperhatikan satu per satu hidangan yang diletakkan di atas meja. Antusiasmenya tak surut, Sehun justru menatap lapar makanan di sana, dia begitu gembira dan aku tidak tahu atas alasan apa.

Tapi yang jelas aku memang sengaja memesan hidangan favoritnya, dulu. Aku tidak tahu apa Sehun masih menyukai semua yang kupesan atau tidak.

"Jangan berkomentar ya, kau yang suruh aku pesan apapun." kataku mendahului.

Sehun tersenyum di sana. "Aku tidak mengerti kenapa semua yang kau pesan adalah makanan favoritku." ujarnya. Aku sedikit ragu untuk menjawab sampai Sehun menambahkan, "Kau memang tahu, atau hanya kebetulan?"

Tiba-tiba saja lidahku kelu untuk berbicara. Rasanya seperti banyak kalimat yang berlomba untuk sampai di telinganya, tapi tak satu pun berani kuucapkan.

"Ah, bagus kalau kau suka semuanya." kataku pada akhirnya. Entah kenapa aku lebih memilih untuk berdalih dari hal sensitif seperti ini. "Habiskan yaa..."

Sehun terkekeh, "Kebetulan yang menggembirakan." sahutnya.

Aku ikut terkekeh bersamanya, menghilangkan sedikit kecanggungan yang nyaris saja timbul.

Kami mulai menyantap hidangan dengan tertib, menghayati setiap bau wangi yang terhirup. Sebelum akhirnya Sehun berkata, "Aku memiliki satu tempat yang ingin aku kunjungi."

"Oh ya?"

"Hm. SIM-ku masih dalam proses, jadi aku tidak pernah berkendara sendirian ke sana. Tapi ibuku sering pulang pergi pakai subway jika ayah tak bisa antar." tuturnya menjelaskan.

"Tempat jauh ya? Memangnya dimana?" tanyaku penasaran. Dan aku kehabisan kata ketika sebuah kalimat jawaban meluncur dari bibir Sehun,

"Rumah lamaku di Busan..."

"...temani aku ke sana, okay?"

tbc.
27-11-2019

In The Illussion ✔ | YoonHunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang