BAB - 12

112K 12.3K 474
                                    


Arya dan teman-temannya sedang asyik mengobrol di tengah-tengah makan saat istirahat pertama. Di antara 6 siswi yang mengelilingi sebuah meja panjang tersebut, ada satu siswi di tengah-tengah mereka. Agatha, sekretaris OSIS. Mereka semua memang pernah menjadi teman sekelas saat masih kelas X. Termasuk Ghali yang entah berada di mana sekarang.

Saat Arya menoleh ke arah lain, secara kebetulan dia dan Alya berpandangan. Sontak Arya terkekeh. Senyum jailnya muncul. Cowok itu memberi siulan kecil kepada Alya yang duduk tak jauh dari tempatnya.

Zaky memutar lagu Bau Bau Bau milik Project Pop dan Arya ikut bernyanyi. "Bau bau bau ketek!" Dia bernyanyi sambil memandang Alya yang saat itu juga langsung mengamuk di sana. Cewek itu bersungut-sungut dan mengadu ke temannya.

"Bau bau lu bau ketek, woi. Salah lirik," sanggah Harry.

"Oh, iya." Arya terbahak melihat Alya sedang kesal. Dia kembali bernyanyi dan kali ini sambil memukul meja, menjadikannya sebagai gendang.

"Bau bau lu bau ketek. Oh Sayangku, kau memang jelek. Dan kau datar dan kau lincah. Dan kau galak sering banget," teriak Arya dengan lirik-lirik yang sengaja dia ubah sambil menatap Alya yang sedang menahan emosinya di sana.

"Diem woi berisik!" teriak Harry tepat di kuping Arya. Arya refleks menggetok kepala sahabatnya itu dengan sendok.

"Suara lo nusuk." Arya mengusap kupingnya dan saat tatapannya dan tatapan Alya kembali bertubrukan, Alya melemparkan tatapan tajam kepadanya. Yang dibalas Arya dengan alis yang sengaja dia naik turunkan.

"Oh, iya. Cewek yang waktu itu lo gangguin, ya?" tanya Agatha.

Arya mengangguk singkat. Dia mengambil es teh milik Adrian. "Bagi, dong. Sang vokalis kehausan, nih."

"Pret," ucap Zaky terlihat tak terima.

Agatha tertawa. "Lo jatuh cinta ya sama dia?"

"Blrb." Arya mengeluarkan es teh itu kembali ke gelasnya tanpa sadar karena pertanyaan dari Agatha. Dia terbatuk-batuk. "Ya enggak, lah. Ngapain?"

"Habisnya lo selalu ngegodain dia Sayang."

"Namanya, kan, ada sayangnya. Emang salah gue panggil Sayang?" Arya menyeringai. "Ngisengin bocah itu bikin semangat ke sekolah."

Agatha menggeleng-geleng heran. "Untungnya Alya kelihatannya nggak baperan."

"Ehm." Harry berdeham. "Siapa ya, yang tadi pagi datang dan curhat dengan semangat empat lima nyeritain habis nganterin Alya pulang kemarin. Senyumnya nggak nahan. Sampai pengin boker gue lihat mukanya senyum-senyum aneh."

Arya memukul belakang kepala Harry. "Bedain yang namanya seneng ngerjain dan seneng karena jatuh cinta."

"Harusnya gue yang tanya itu." Harry mengangkat jari telunjuknya. "Taruhan sama gue, lo yang bakalan jatuh cinta duluan ke Alya. Oh, ralat, lo udah jatuh cinta ke Alya."

"Enggak, anjir!" Arya masih keras kepala.

"Iya!"

"Nggak, woi!"

Harry menggaruk-garuk kepala belakangnya. "Ya udah. Bisa nggak lo berhenti gangguin Alya?" tanya Harry, lalu dia mengarahkan telunjuknya ke Arya. "Kan, kan, kan. Muka lo langsung kelihatan nggak terima gitu. Mau gue kasih cermin?"

"Nggak usah." Arya menarik satu gorengan, lalu berdiri. "Bayarin, ya, Gam!" teriaknya kepada Agam dan segera kabur.

"Mau ke mana lo? Gue belum selesai!" teriak Harry.

"Mau nabung dulu!"

***

Alya mondar-mandir di koridor dekat deretan kelas XII IPS. Sejak tadi hatinya tidak tenang. Di penghujung istirahat kedua ini, dia kabur dari teman-temannya hanya untuk kembali mencari Rifal, sahabat lama dan ... cinta pertamanya.

Alya sempat berdiri di dekat pintu kelas XII IPS 3 dan sudah ada senior yang bisa dia tanyai di mana Rifal berada karena cowok itu tak muncul di kelas.

Namun, dia kembali menjauh. Keberanian dan rasa optimis yang tinggi untuk bertemu Rifal itu tiba-tiba menghilang saat dia melihat Rifal berjalan menuju kelasnya. Perut Alya terasa mulas dan berakhir dengan dia yang berdiri di koridor ini.

Alya sadar. Semenjak perasaan itu timbul, dia tak leluasa bergerak seperti dulu. Semakin berjalannya waktu, Alya pun merasa perasaannya semakin membesar. Alya pikir, faktor tak pernah bertemu menyebabkan dia sangat merindukan Rifal.

Setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya lagi, Alya memutuskan untuk ke kelas Rifal. Dia mengambil napas panjang, lalu mengembuskannya pelan-pelan. Denyut jantungnya perlahan mulai normal kembali.

Alya mulai melangkah dan melewati belokan koridor. Saat itu juga dia tersentak dan refleks mundur. Seorang siswa tiba-tiba muncul di hadapannya.

Alya tak mungkin tak berkutik seperti ini jika yang di hadapannya bukanlah Rifal.

Dan hal yang paling membuat Alya tertegun adalah saat dilihatnya senyum kecil yang terbit di wajah cowok itu. Senyuman adalah sesuatu yang sangat jarang Rifal perlihatkan ke siapa pun.

"Ternyata beneran lo," kata Rifal. "Lama nggak ketemu, Sayang?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang