kita & kata*15

32 3 0
                                    

Kamu seperti sinar matahari musim semi yang perlahan berjalan kearahku.

🍁🍁🍁


"Makasih" ucap keyla yang baru saja turun dari motor gibran sambil melepaskan helmnya lalu memberikannya kepada gibran.

gibran menerima helmnya dari tangan keyla.
Setelah itu tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Hening seketika.

"Soal yang tadi gue gak serius" ucap Gibran.

"Soal yang mana?" Tanya Keyla tak mengerti yang diucapkan Gibran.

"Pacar"

"Oh"

Setelah itu mereka hanya diam satu sama lain. Sebenarnya mendengar pernyataan Gibran membuat hatinya teriris. Padahal ia sudah baper tadinya.

"Yaudah pulang sana!" usir keyla setelah beberapa menit menyelimuti keheningan.

"ngusir?" tanya gibran yang menyatukan kedua alisnya.

"Menurut lo?" tanya keyla balik.

Setelah keyla menyatakan hal itu, Gibran langsung menghidupkan mesin motornya.
"Besok pagi gue jeput!" belum mendapat persetujuan dari keyla, gibran langsung melajukan motornya pergi begitu saja.

"Hah? Tu orang ga waras kali ya? Gue belum sempet jawab iya atau enggaknya udah cabut gitu aja" oceh keyla sambil memasuki rumahnya dengan cemberut.

Hari ini adalah hari yang paling bad mood baginya. Dan keyla benci itu.

••••

Malam yang sepi dan diselimuti oleh angin yang dingin menusuk pori-pori halus dikulit gadis itu.

Sekarang ia sedang berdiri dibalkon kamarnya menatap langit yang gelap tanpa adanya satupun bintang.

Entah mengapa tiba tiba alliya teringat kepada naufal. Ia merasa bersalah telah mengingkari janji kepada naufal tadi siang. Andai saja mulut tidak berdusta untuk mengiyakan ucapan naufal tadi, pasti ia tidak akan kepikiran seperti ini sekarang.

Tapi kenapa alliya memikirkan hal itu? Bukankah naufal yang sudah meninggalkannya duluan tadi, hingga ia rela untuk menunggu sampai sekolah sepi. Untung saja ada vino yang mengantarnya pulang.

Alliya memejamkan matanya beberapa detik.
"Apa gue telfon aja kali ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Sekalian minta maaf. Eh, tapi inikan salah dia!"

Alliya menggelengkan kepalanya bingung. Mengapa sulit sekali, padahal niatnyakan baik cuma ingin meminta maaf. Dia juga tidak ada maksud lain kepada naufal.

Alliya menarik nafasnya dalam-dalam. Perlahan mengulurkan tangannya mengambil handphonenya dimeja samping ia berdiri.
Lalu mencari nama naufal dikontaknya. Untung saja waktu itu mereka sempat bertukaran kontak, jadi wajar saja alliya sudah mempunyai kontak naufal sekarang.

Dengan seratus persen keyakinannya sudah terkumpul, ia langsung menekan nomor kontak naufal. Satu menit, dua menit, mengapa telfonnya tak diangkat oleh naufal. Atau jangan-jangan ia marah kepada alliya?

"Kok ga diangkat ya? coba aja deh sekali lagi" alibinya lalu menekan kontak naufal kembali. Mudah-mudahan saja naufal mengangkatnya.

Alliya mencobanya sekali lagi. Tetapi tetap saja hasilnya nihil. Naufal tidak mengangkat telfonnya.

"Apa dia beneran marah?" Tanya alliya pada dirinya sendiri.

Sedangkan orang yang diseberang sana, Tengah asik berbincang dengan pembantu barunya. Bahkan ia sudah menganggap bibinya ini seperti ibunya sendiri.

Orang orang dirumah ini hanya sibuk mengurus dunianya masing masing. Mereka lupa bahwa ada seseorang yang sangat memerlukan kehadiran mereka.

Biasanya Keyla yang selalu menemaninya disaat ia sedang kesepian seperti ini. Melihat bintang bersama diatas balkon. Hingga Keyla tertidur pulas. Dan Naufal yang harus menggendong adik kecilnya itu kekamar. Dan Naufal merindukan hal itu.

"Den Naufal kenapa bengong?" Tanya bibi sambil menggoyangkan lengan naufal.

"Eh.." sentak Naufal.
"Naufal rindu mereka yang dulu bik"
"Naufal rindu dimana Naufal bisa ngumpul bareng mereka waktu masih dibandung. Itu pun waktu Naufal masih SD bik"
"Dan sekarang papa, mama, masih sibuk dengan pekerjaannya. Keyla.
Dia adik kecil Naufal yang paling Naufal sayangin. Sekarang dia udah dewasa bik" seulas senyuman yang tulus terukir dibibir Naufal.
"Dan dia lagi sibuk mencari jati dirinya, persahabatannya, dan cintanya. Mungkin dia ga akan bisa terus terusan nemanin Naufal kayak gini"

"Udah atuh den jangan dibahas lagi. Bibik jadi sedih dengerinnya" satu tetes cairan bening menetes dipipinya.
Dengan sigap Naufal mengusap air mata itu dengan lembut.

"Cuma bibik yang bisa nemenin Naufal saat ini. Ga tau besok"

"Kok gitu sih ngomongnya den, selagi bibik masih bisa bernafas, bibik mah masih bisa nemenin den kalau kesepian kayak gini" nasehat bibik, Sambil mengelus punggung Naufal.

"Bik" panggil Naufal.

"Iya den"

"Bibik bisakan manggil Naufal dengan sebutan nama aja? Jangan pakai embel embel Aden Adenan lagi" perintah naufal.

"Aduh. Bibik jadi ga enak. Ga sopan atuh den"
"Dimana mana tuan rumah itu harus dihormati, ga sopan manggilnya dengan sebutan nama aja" tolak bibik tak enak hati.

"Kalau bibik ga mau manggil Naufal dengan sebutan nama. Naufal aja yang manggil bibik dengan sebutan 'ibu'!" ucap Naufal dengan tulus.

Mata bibik pun berkaca kaca mendengar ucapan naufal barusan. Selama ia menjadi pembantu dihidupnya. Belum pernah diperlakukan seperti ini.

"Nanti kalau tuan dan nyonya tau gimana den? Ndak ah Bibik takut"

"Itu ga ada hubungannya sama mereka bik"

"Iya deh bibik nurut saja"

mereka berdua pun larut dalam candaan. Seperti tak ada beban dalam pikiran mereka. Betapa bahagianya Naufal malam ini. Hingga larut malam seperti ini, ia masih ingin bercerita panjang lebar dengan pembantunya ini yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.

Kita Dan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang