08

1K 66 1
                                    

Siang itu Liana sampai di rumah dan ternyata rumah tidak kosong, ibunya sedang memasak makanan yang terbilang cukup banyak.
Gadis itu memilih untuk mandi setelah menyapa ibunya.

"Li, mama masak lebih. Kamu anter ke asrama Arkasa sana." Saat Liana sedang enak menonton tv dan munculah seruan perintah untuk pergi ke tempat yang di penuhi kebanyakan laki laki itu.

"Ma, yaampun ngapain sih. Arkasa kan bisa beli atau makan di mana. Ngapain juga di anter anter udah kayak ketring aja," kesal Liana.

"Udah mama tempatin. Kamu tinggal anter aja." Memang ibunya bicara dengan suara lembut namun terdengar menekan. Mau tak mau Liana masuk ke kamarnya untuk ganti baju yang lebih layak untuk keluar.

Liana berada di dalam mobil. Dia berhenti di depan Batalyon namun tidak berniat untuk masuk. Sialan bahkan nomor Arkasa saja dia tidak punya. Dia sangat malas masuk ke dalam sana. Itu bukan tempat umum pikirnya.

Seseorang mengetuk kaca mobil Liana dan gadis itu pun akhirnya menurunkan kacanya.
Laki laki berseragam loreng itu tampak terkejut karena merasa gadis ini familiar. "Mbak kenapa ? Mobilnya mogok lagi ?" tanya Kailani.

"Eh, enggak mas. Saya ada perlu sama Arkasa tapi saya buru buru," ucap Liana.

"Yaudah titip sama saya aja," ucap laki laki tan itu dengan ramah.

"Oh makasih banyak ya mas." Liana mengambil tempat yang berisi makanan dari ibunya untuk di serahkan pada Rakai.

"Mbak siapa ya?" tanya Kailani.

"Saya Liana," ucapnya.

"Saya Kailani. Kalau ada waktu kita bisa ketemu lagi," ucap Kailani sambil menunjuk name tag dan tersenyum genit. Ya laki laki tan itu memang terkenal dengan cara menaklukan wanita.

Liana hanya tersenyum masam. Bukannya tidak mau tapi Liana tidak punya waktu hanya untuk ketemu dengan Kailani. "Oh iya mas Kai. Kasih ke calon suami saya ya," ucap Liana sambil terkekeh, sejak itu wajah Kailani menjadi masam. Padahal Liana tidak berniat menjadi calon istri Arkasa tapi sudah terlanjur mulut ini berbicara.

Godaanya baru saja di patahkan. Sejenak kemudian Kailani membulatkan matanya. "Mbak calon istrinya Arka." Kagetnya. Liana terkekeh saat melihat Kailani kelabakan karena sudah menggoda calon istri komandannya.

"Maaf mbak. Saya antar dulu ke Arka." Kailani pamit.
Mobil Liana melaju saat melihat wanita yang kemarin di tantang olehnya menghampiri Kailani. Bisa habis Liana kalau melawan Erina di kandangnya.

Baru saja memarkirkan mobilnya di sebuah pusat perbelanjaan Liana melihat Jayline bersama Tirta. Mereka pasangan yang menjadi role model Liana kalau nanti dia punya pasangan. Meski berbeda profesi mereka saling mengerti satu sama lain. Pekerjaan Jaera memakan banyak waktu tapi Tirta masih setia menunggui Jayline sampai sekarang. Mereka memang pasangan yang Liana dukung namun tidak di depan orangnya langsung.

Liana sebenarnya hanya ingin membeli makanan saja. Gadis itu di suruh mengantarkan makanan padahal dirinya sendiri belum menelan sebutir nasi pun dari pagi.

Liana hendak turun namun ponselnya berdering. Sebuah nomor tanpa nama mengirim pesan.

+62937369xxxx

Lain kali jangan nyuruh Kailani lagi. Masuk aja ke asrama.

Sudah di pastikan ini pak loreng yang mengiriminya pesan. Liana mencibirnya melalui gerakan bibir.
"Dasar tukang atur," ucap Liana, gadis itu turun untuk mencari makanan.

Gadis itu berada di tengah-kengah keramaian, hanya menggunakan baju senyamannya. Gadis itu menghampiri pedangan martabak. Sudah lama dia tidak makan martabak manis berbagai topping itu.

Gadis itu menunggu pesanannya selesai. Sambil memainkan ponselnya, dia jadi penasaran apa yang Arkasa lakukan sekarang. Siang ini sangat panas, apa Arkasa sedang tidur sekarang. Apa tentara boleh tidur siang, pikir Liana. Meskipun hidup di lingkungan militer tapi Liana tidak mengerti apa yang di lakukan para pria dan wanita loreng di Batalyon atau di Kompi.

Liana berinisiatif menelpon Arkasa, barang kali bisa mengganggu Arkasa lalu dia kena hukum oleh kaptennya. Liana terkekeh saat memikirkan Arkasa akan di marahi oleh atasannya.
Gadis itu menekan ikon memanggil. Masuk cuma tidak di angkat, ah tidak seru. Arkasa pasti tentara yang patuh sampai tidak mengaktifkan ponselnya.

"Kenapa dunia sempit sekali." Gadis yang biasanya menggunakan seragam loreng itu kini menggunakan baju kasual itu duduk di meja yang sama dengan Liana.

Liana menatap Erina dengan jengah. "Lo kali yang ngikutin gue," ucap Liana asal.

Erina tersenyum remeh, memangnya dia pengangguran yang punya banyak waktu untuk mengikuti Liana, kalau itu semua sampai terjadi memang apa untungnya. "Bryan. Apa dia baik baik saja ?" tanya Erina.

Liana menatap Erina kaget. "Aishh... Ternyata ini tujuan lo." Liana terkekeh.

"Jangan deket deket deh sama dokter Bryan. Dia itu punya pacar. Cape gue denger curhatannya." Memang benar Bryan sering menceritakan seseorang gadis pada Liana tanpa memberitahu siapa nama gadis itu.

"Lagi pula, sejak kapan kita jadi dekat. Gue duluan," ucap Liana tanpa mendengar tanggapan Erina. Martabaknya matang tepat waktu.

Baru melangkah keluar dari tempat martabak ponsel Liana berdering.
"Halo, siapa ?"

"Arkasa. Kenapa tadi nelpon ?" Cukup singkat dari seberang sana.

Gadis itu memukul kepalanya pelan. Sekarang dia tidak tahu mau bicara apa. Masalahnya dia beberapa kali menelpon Arkasa.

"Oh pak Komandan. Gimana masakan mama aku enak gak ?" tanya Liana dengan mimik wajah yang datar. Dia tidak suka bosa basi. Rasanya dia ingin muntah sekarang. Tidak mungkin juga dia mengatakan hal yang sebenarnya.

"Belum saya makan. Saya baru selesai ngelatih di Akmil," ucapnya.

"Oh yaudah. Aku tutup ya," ucap Liana.

"Iya."

Singkat sekali. Liana menatap ponselnya horor, kenapa sekarang dia jadi kesal mendengar suara Arkasa saja.

"Pak Komandan? Jadi kau sedang dekat dengan kacang hijau juga." Sambar Erina. Sialan kenapa sih Erina ini suka sekali ikut campur dengan urusan Liana.

"Bukan urusan lo, kak. Pokoknya lo jangan deket deket dokter Bryan deh. Playboy dia," ucap Liana sambil terkekeh penuh kecurigaan.

"Arkasa, right?" Sialan, Kailani benar benar tidak bisa jaga mulut. Liana merapalkan beberapa serapah di dalam hatinya.

"Siapa Arkasa? Ganteng gak ??" tanya Liana kembali tengil. Membuat Erina sebal adalah salah satu agar bisa di tinggal oleh Erina.

"Jangan berlagak bodoh. Arkasa tidak pandai berbohong dan kamu terlalu naif. Meskipun kamu memberikan ancaman agar tidak mendekati Bryan. Memangnya kamu siapanya Bryan, dia teman ku."

"Sialan gue mau ketawa aja. Lo sembunyi di balik kata teman, pengecut." Liana meninggalkan Erina di sana.



Liana sampai di rumah dan di sambut oleh sepi. "Ma!" Panggil Liana.

"Iya, sayang," ucap ibu Liana yang baru keluar dari kamarnya.

"Arkasa bilang makasih sama mama," ucap Liana. Padahal tidak ada.

"Kamu ketemu Arka ?" Pertanyaan ibunya di angguki oleh Liana.

"Jangan bohong, baru aja mama dapat pesan dari Arka kalau dia baru makan masakan mama."

"Arkasa tadi lagi ngelatih Akmil. Jadi gak ketemu," ucap Liana sambil membuka bungkus martabaknya.

"Kamu jangan cuek gitu sama Arka, kapan nikahnya kalau begini terus." Liana hampir tersedak keju, topping dari martabak.

"Nanti juga nikah." "Sama dokter Bryan." batin Liana

"Yaudah mama tinggal. Jangan kebanyakan makan coklat nanti kamu gendut. Di tinggal Arkasa." Ejek ibunya.

"Gak ngaruh ma." Sebal Liana. Kenapa orang tuanya sangat mendukung hubungan ini. Apa ini ada tentang jabatan atau tahta. Pikiran Liana melayang pada kemungkinan terburuk. Namun segera di tepis, mana ada orang tua yang menjerumuskan anaknya.

---

Uncontrollable ✅ ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang