Liana menatap orang yang sedang berjalan di depannya, sneli putih itu sangat apik bersandar di bahunya yang tidak terlalu lebar itu, sebagian hatinya memintanya kembali seperti biasa, namun sebagian lagi tidak bisa berkata selain "tidak"
Bryan, pria itu memang masih menggangu hati dan pikirannya."Udah punya calon yang begitu sempurna, lo masih ngelirik dokter Bryan, gue gak tau hati lo terbuat dari apa," ucap Jayline yang kebetulan bersamanya.
Liana melirik Jayline sejenak lalu dia meninggalkan gadis itu tanpa banyak bicara. Bukan maunya juga menjadi orang yang tak berpendirian seperti ini.
Tak banyak tugas yang Liana dapat hari ini, kalau saja dia bisa di rumah saja mungkin dia akan memilih tempat itu. Makan siangnya pun sendirian. Miko sudah kerja ekstra karena menggantikan Liana yang sedang sakit saat itu, kini giliran laki-laki tan itu yang beristirahat.
"Li, sendiri aja lo," kata Ziu. Gadis bermata minimalis itu duduk dihadapan Liana sambil memakan martabak telur yang dipesannya.
"Iya, emang biasanya gue gak sendiri apa?" tanya Liana diiringi kekehan.
"Yaampun biasanya kan lo ngerusuhin dokter Bryan," ujar Ziu. Liana terdiam sejenak, benar. Sepertinya reputasinya juga sudah buruk disini. Apa lagi orang-orang yang mengira Liana mengejar dokter Bryan sampai mati.
"Sekarang lo gak bisa lagi, karena semua orang di rumah sakit ini udah tau kalau lo punya calon itu Mayor 2," kata Ziu.
Ada perasaan bangga di hati Liana, namun yang keluar malah senyuman miris. Semua yang Liana inginkan saat ini mungkin tidak akan berjalan sesuai apa yang di harapkan. Bryan sudah jelas tidak mungkin bisa lagi untuk dimiliki, kini hanya Arkasa yang harus diperjuangkan. Tapi, Arkasa saja tidak pernah menaruh pandangan memuja atau sedikit rasa suka padanya.
"Eh... Li, lo tau kan dokter Chenar?" tanya Ziu yang baru saja menghabiskan jus buah naga miliknya sendiri.
"Taulah, dokter yang super baik itukan," ucap Liana.
"Ha, bener. Dia mau nikah tau," ucap Ziu. Liana menatap temannya itu tidak percaya. Dokter seperti Chenar mungkin akan nikah disaat usianya pertengahan 30 namun secepat inikah. Liana turut senang, mungkin dengan ada istrinya Chenar tidak suka marah-marah lagi dikelompok Miko.
"Kapan?" tanya Liana.
"Tanggal 21." Ziu menunjukan sebuah undangan yang ditunjukan untuk staf rumah sakit.
"Lah 2 hari lagi dong," ujar Liana dan mendapat anggukan sebagai jawaban.
"Lo pergi sama siapa?" tanya Liana lagi. "Bareng gue aja gimana?" tambah gadis itu.
"Bukan nolak ya, gue udah ada janji soalnya," ucap Ziu dengan senyum yang tiba-tiba terlihat sangat senang.
"Lo kayaknya perlu ke poli jiwa dah," ucap Liana. Baiklah ini bukan saatnya merepotkan hal dia akan pergi dengan siapa, masih ada dokter Bry-- ah sialan, Liana sudah berjanji untuk memperkecil interaksi diantara mereka untuk mendukung janji lain yang harus ditepatinya.
"Sama Miko aja," usul Ziu kemudian, "Heh, lo kan punya tunangan kenapa repot amat sih."
Liana berjalan di bangsal yang sepi, dia berharap tidak perlu melihat Bryan yang akan membuatnya gagal dalam project menghapuskan nama Bryan dari lubuk hatinya.
Bukan hal mudah saat dia sudah ditunjuk sebagai assisten Bryan. Harusnya Bryan memilih residen saja, kenapa harus koass seperti Liana yang masih kurang pengalaman. Hey, bukannya dulu Liana sangat senang saat ditunjuk sebagai assisten Bryan."Liana," panggil Bryan yang baru keluar dari salah satu kamar pasien. Ah sial sekali.
Liana berbalik dan menghampiri Bryan. "Ada apa dok?" tanya gadis itu.
"Saya gak liat kamu dari pagi, kata temen kamu hari ini kamu udah masuk, tapi dari tadi pagi saya tungguin dan baru ketemu sekarang," jelas Bryan.
"Maaf dok, tadi saya sama dokter Dio." Bryan langsung mengernyitkan dahi tanda bingung. Sejak kapan Liana berbicara seformal ini padanya saat berdua saja, lagi.
"Oh begitu, kamu udah makan?" tanya Bryan lagi. Bagaimana Liana bisa lepas dari bayang-bayang Bryan kalau laki-laki ini sengaja memberinya perhatian lebih.
"Sudah dok."
Liana bernapas lega saat salah satu suster memanggil Bryan untuk memeriksa pasien yang mungkin saja mengalami keadaan darurat. Liana segera kabur, gadis itu benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana lidahnya kelu saat bicara seformal itu, sangat asing bicara formal dengan Bryan, reaksi tubuhnya pun menolak.
Liana berjalan kearah depan rumah sakit untuk membeli makan malamnya, gadis itu kena jaga malam. Meski sudah biasa tetap saja berat di lakukan. Apa lagi sebentar lagi Liana akan mengikuti EXIT EXAM agar bisa mendapatkan STR dan juga yudisium. Untuk panggilan jiwanya, dia akan menjadi dokter yang berguna bagi orang-orang.
Matanya membulat ketika melihat sosok Arkasa yang berdiri menunggu bakso pangsit di dekat gerobak dagangan. Gadis itu segera menghampiri Arkasa, tanpa di sadari gadis itu memeluk lengan berotot milik Arkasa.
"Kapten..." serunya, gadis itu tersenyum ketika Arkasa justru kaget.
"Kamu jaga?" tanya Arkasa.
"Iya," gadis itu terlihat kesal namun wajah ceria itu kembali lagi.
"Kapt, buat siapa beli bakso?" tanya gadis itu lagi.
"Untuk aku sendiri," jawab Arkasa. "Kamu mau juga?"
Meski gadis itu memeluk lengan Arkasa tapi tampaknya Arkasa tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
"Enggak, aku mau beli ayam geprek aja. Lagiannya kamu kan pemimpin, kenapa gak nyuruh Kai atau anak buah kamu yang lain," ucap gadis itu sambil melepas pelukannya dari lengan Arkasa.
"Kalau cuma beli ginian doang aku juga bisa, sekalian olahraga." Arkasa tersenyum lalu mengambil pesanannya.
"Yaudah kamu jangan lupa makan ya, jangan sakit, aku duluan." Lanjut Arkasa, laki-laki itu meninggalkan Liana yang masih berdiri di dekat penjual dan menatap Arkasa yang semakin menjauh.
Pandangannya teralihkan saat melihat mobil sedan hitam melewati pagar, itu mobil dokter Chenar. Liana teringat sesuatu.
Gadis itu mengejar Arkasa yang sudah agak jauh, "Kapten Arka!!" panggil gadis itu.Sebenarnya bukan pilihan bagus, tapi tidak ada pilihan lagi, sepertinya Liana harus memanfaatkan suasana yang tenang ini.
Terlihat Arkasa berbalik dan menunggu Liana di ujung jalan itu. Gadis itu terlihat terengah-engah saat sampai di depan Arkasa. "Kapan-kapan kamu saya bawa ke gym," ucap Arkasa.
"Hah?? ... Ngapain?"
"Kamu baru lari segitu aja udah kecapekan. Ada apa?"
Gadis itu berhenti terengah-engah, dia berusaha senormal mungkin.
"Jadi gini, tanggal 21 itu salah satu dokter pembimbing aku ada yang nikah...""Gimana kalau... Kapten temenin aku ke sana, soalnya semua temenku udah pergi sama pacarnya."
"Bukannya biasa kamu sama Bryan?" tanya Arkasa, benar katanya. Kini alasan apa yang harus diberikan pada Arkasa, tidak mungkinkan kalau Liana mengakui janji konyol itu.
"Jadi ternyata dokter Bryan masih keluarga besar dokter Chenar, jadi dia stay di sana." Untung saja mulutnya dengan lancar mengucapkan kata kata tersebut.
"Aku periksa jadwal dulu ya. Biar aku kosongin terus kita pergi," ucap Arkasa.
"Oh, jangan dikosongin Kapt. Setelah jam kerja aja. Aku gapapalah datang terakhir," balas gadis itu.
"Oke."
Pembicaraan ini berakhir dan Liana melanjutkan tujuan utamanya kemari, yaitu ayam geprek mang Kadir. Belakang Liana tahu kalau dulu mang Kadir pernah jualan sate tapi sekarang beralih ke ayam geprek keliling.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncontrollable ✅ Complate
Teen Fictionketika dua orang saling mementingkan perasaannya pada orang lain tanpa sadar mereka terjebak dengan keadaan nyaman.