18

903 51 1
                                    

Siang itu mereka kembali menghidupkan api, seperti yang Liana mau. Mereka memasak sup sederhana dengan panci kentang rebus. Gadis itu terlihat bersemangat, dia sudah menahan lapar sejak tadi, Liana bahkan tidak peduli orang di sekitarnya kalau dia lapar.

Memasak di ambil alih oleh Bryan, ternyata sejak tadi dia berada di tenda karena katanya kepalanya sedikit pusing.
"Kak Bryan udah gak pusing lagi?" tanya Liana.

"Aku udah minum obat tadi kok," ucap Bryan terlihat curi pandang pada Erina. Liana yang tahu segera mengalihkan perhatian Bryan.

"Kak, tadi kak Kai dapat udang. Terus yang lain milih nyari udang dari pada ikan," ucap gadis itu ceria.

"Oh ya?" Respon Bryan.

"Iya sampe akhirnya kita cuma dapat 1 ikan," ucap Liana. "Tapi bagus sih masih dapat." Sambung gadis itu.

"Yaudah sebentar lagi matang ini, kamu tunggu aja sama yang lain," ujar Bryan. Gadis itu pun segera menuruti.

Siang yang menyenangkan. Setelah makan mereka berkumpul dan bercanda gurau meski ada yang masih belum bisa menyembunyikan perasaan malu. Tapi mereka berbaur dengan cepat, bahkan Liana sudah mau bicara dengan Erina.

"Ya kak Erina, masa lo curang sih. Gak gitu mainnya." Kini gadis itu mulai berdebat karena mereka sedang bermain jenga, Erina mengeluarkan balok yang berbeda dengan yang di sentuh saat awal.

"Eh, enggak. Yang tadi kan susah," sangkal Erina.

Permainan di akhiri dengan Liana yang mengalami kekalahan itu artinya Liana adalah orang yang terakhir mandi, gadis itu harus menunggu gilirannya.

Sepertinya sore ini orang orang asik dengan kegiatan mereka seperti Kailani yang mencari kayu tambahan, Erina yang mandi, Arkasa yang menjemur pakaian basah saat menangkap ikan lalu Cakra yang tidur di tenda. Sejak tadi Liana tidak melihat teman teman yang lain. Gadis itu berjalan kembali ke tenda setelah menyusun balok balok jenga yang mereka mainkan tadi, ini agak lama karena Cakra melempar sebuah balok jenga entah kemana dan Liana harus mencarinya.

Namun seperti tersihir dia melihat seekor kelinci berwarna putih bersih dengan mata berwarna merah di pinggir hutan, yang Liana tau kalau kelinci itu albino.

Albino ya, dia teringat dengan Arkasa yang memiliki kulit putih meski menjadi personel tentara. Liana merasa terpana melihat kelinci tadi, gadis itu berjalan mengikuti kelinci itu.

"Eh kelinci, sini. Jangan jauh jauh nanti gue nyasar," ucap Liana, gadis itu terus berjalan mengikuti kelinci itu.

Kedua telinga yang panjang serta kumis yang terlihat menggemaskan sukses membuat Liana ingin memiliki hewan imut itu. Kelinci itu semakin cepat berlari, karena napsu ingin memiliki kelinci itu Liana berlari ke hutan untuk mendapatkan kelinci itu. Tak terasa gadis itu telah masuk ke dalam hutan yang gelap, dia bahkan tak menyadari banyak bahaya yang mengancamnya.

Srakkk....

Liana tersandung akar lalu tubuhya terguling di sebuah jurang kecil yang di penuhi akar dan tunggul kayu yang tajam, kesadaran Liana di pertaruhkan, sebuah lembah menjadi tempat pemberhentian Liana, di penuhi dengan air, sebagian besar tubuhnya basah.

Gadis itu tersungkur di dalam air yang dangkal, sebuah mata air terus mengalir hingga tempat yang di timpahinya, Liana mengumpulkan kesadarannya, mengatur napasnya. Tubuhnya merasakan sakit terutama kaki kanannya.

Uncontrollable ✅ ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang