24

977 53 1
                                    

Arkasa harus mengatakan kalau dia salah menilai Liana yang biasa saja, dia bahkan terpana melihat gadis itu menggunakan gaun yang cukup elegan untuk pergi ke pesta pernikahan kenalannya. Dengan make up yang bagus gadis itu terlihat dewasa tidak seperti image anak-anak yang selalu menempel padanya.

Arkasa sendiri menggunakan kemeja berwarna hitam dan celana bahan yang bagus untuk kaki jenjangnya dengan sepatu pantaufel dan juga rambut yang diolesi pomade dia cukup tampan, mungkin akan mengalahkan pengantin pria hari ini.

"Udah saling pandangnya, wahai saudara dan saudari," ucap Cakra sambil tertawa menggoda kedua insan yang saling berpandangan tadi.

"Apaan sih lo, masuk sana." Liana mendorong kepala Cakra yang muncul dari pintu.

"Jangan malem-malem lo pada pulangnya." ucap Cakra sambil menutup pintu rumahnya.

Liana berjalan menghampiri Arkasa, laki-laki itu membuat Liana terpana, namun dia belum yakin bisa jatuh pada Arkasa karena sebagian hatinya masih ada pada Bryan.

Sepanjang perjalanan hanya ada suara Liana yang memberitahukan alamat gedung pada Arkasa setelah itu tak ada lagi pembicaraan sampai mereka tiba di lokasi pernikahan.

"Kapt, kayaknya kita gak bisa canggung gini. Aku tau bukan apa-apa tapi setidaknya kita kayak pasangan normal aja. Kalau gini tuh keliatannya aku kayak bayar kamu jadi patner aku," ucap Liana saat berjalan menuju lobbi.

"Kalau kamu bayar orang itu bukan begini tapi malah lebih mesra. Ini sih kayak pasangan lagi marahan." kata Arkasa. Liana menatap laki-laki itu lalu tersenyum.

"Yaudah, gini aja." Liana memeluk lengan Arkasa sambil tersenyum.

Arkasa merasakan hal berbeda saat melihat Liana yang seperti ini, dia tidak keberatan malahan merasa nyaman. Bahkan jantungnya bereaksi lebih cepat saat melihat senyum dari gadis itu. Perasaan seperti apa ini, berbeda saat dirinya bersama Erina, hanya ada rasa ingin memiliki dan juga simpati.

"Kalau temen-temenku nanya, kita kenal udah berapa bulan. Bilang aja udah lama gitu," ucap Liana. Arkasa hanya diam saja.

"Li!!" seseorang memanggil Liana saat tiba di pesta pernikahan yang terlihat private ini.

"Yu... Lo sama siapa?" tanya Liana, dia menghampiri teman koassnya itu.

"Sama Mas Wawan," jawab Ziu dan langsung mendapat reaksi pukulan dari Liana.

"Anjir gila lo, beneran gebetan lo pak Wawan, wah gila parah lo, anj--"

"Ekhmm," dehem Arkasa dan langsung membuat Liana menyadari kalau mulutnya itu sudah banyak misuh.

"Oh iya Yu, lo kemarinkan penasaran gue sama siapa, nih kenalin Arkasa," ucap Liana.

"Oh ini tunangan lo," Ziu terpana dengan visual Arkasa yang dibilang di atas rata-rata. "Hai kak, aku Ziu," Ziu melambaikan tangannya, dibalas senyuman oleh Arkasa.

Saat mereka berbincang-bincang terlihat sosok Bryan yang menghampiri mereka dengan senyum ramah seperti biasanya.
"Kalian datang bersama, aku pikir kamu datang sama Miko," ucap Bryan.

Senyum paksa yang dilakukan Liana, gadis itu masih berharap kalau dia bisa berpatner dengan Bryan di acara-acara seperti ini. "Enggak dok, kebetulan Arkasa jadwalnya kosong jadi aku aja aja sekalian."

Bryan tersenyum melihat perkembangan Liana dan Arkasa, dia berharap mereka berdua bisa cepat menyusul Chenar. "Yaudah, dinikmati makanannya ya," ucap Bryan ramah.

Liana dan Arkasa duduk disalah satu meja yang disediakan, gadis itu terlihat semangat mencicipi hidangan yang disediakan, sedangkan Arkasa memilih untuk makan apa yang Liana ambil, dia bisa makan apa saja.
"Pelan-pelan makannya," ucap Arkasa memperingati.

"Sumpah deh kapt, ini luar biasa banget, masa ada sushi tei kan tajir amat ya," ucap Liana dengan mulut yang penuh, Arkasa tersenyum dengan pemandangan seperti ini. Dia sangat ingin punya adik perempuan, andai saja mereka dipertemukan dalam kondisi yang berbeda.

Arkasa menatap Liana lamat-lamat, apa ini saatnya dia bilang, tempo waktunya sudah dekat. Dia hanya takut membuat gadis ini merasa kecewa, Arkasa sudah merasakan perubahan sikap Liana.
Liana terlihat semakin baik dan perhatian padanya seakan dirinya sendiri memupuk perasaannya untuk Arkasa.

Arkasa tahu perasaan Liana namun dia belum mampu membalas perasaan gadis itu, meski belum jelas tapi Arkasa tahu kalau Liana sengaja membuat hubungan yang awalnya tidak mereka setujui ini berjalan sesuai keinginan orang tua mereka.

Setelah bersalaman dan memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai, mereka undur diri. Liana terlihat lelah, dia bahkan melepaskan high heels miliknya. "Kapt, aku mau tidur ya, kalau udah sampe rumah bangunin." ucap Liana tanpa menunggu jawaban Arkasa gadis itu mengatur jok mobil agar lebih nyaman untuknya tidur.

Arkasa mendesah, bagaimana dia harus mengatakan kalau dia harus pergi bertugas, apa sebaiknya tidak perlu di katakan saja.  Masih ada besok, pikirnya.

Saat tiba di rumah Liana, Arkasa berpesan agar mereka bertemu di O' Cafe pukul 4 besok.

Setelah kepergian Arkasa untuk pulang, Liana terus saja merasa gelisah, laki-laki itu tidak biasanya mengajak Liana bertemu. Sedikit kegelisahan Liana rasakan, sedikit banyak dia tahu perasaannya sudah ada untuk Arkasa meski sedikit.

"Li, kamu dari mana ?" tanya ibunya yang sepertinya baru pulang dari acara dengan teman-temannya.

"Itu Ma, dari nikahan dokter Chenar." ucap Liana seadanya.

"Sama siapa kamu?" tanya ibunya lagi.

"Sama Arkasa Ma."

"Loh kenapa gak kamu suruh masuk aja, kan kasihan kalau langsung pulang." kata ibunya.

"Dia mau istirahat di rumah kali Ma." kata Liana dan mengakhiri perdebatan diantara mereka. Gadis itu masuk ke kamarnya.

Liana menghapus riasannya dan melepas segala aksesoris yang melekat di tubuhnya. Dia tidak biasa menggunakan riasan seperti ini, meskipun bisa dia lebih memilih untuk tampil natural saja.

"Halo, Jayline." kata Liana.

"Lo kemana tadi, padahal gue mau liat tunangan lo sekali lagi, yaampun sayang banget. Pangeran begitu gue gak punya kesempatan buat liat,"

"Inget Tirta,"

"Ihiyy cemburu, gitu dong. Jangan kejar dokter Bryan terus,"
Mendengar nama Bryan disebut kembali membuat hati Liana goyah, tidak mudah untuk melupakan apa lagi dia Bryan, orang pertama yang menolongnya saat itu. Memang sudah lama tapi kebaikan Bryan masih melekat di hatinya.

"Berisik lo, ngapain sih nelpon malem-malem?"

Merasa kepergok ingin minta bantuan Jayline hanya meringis, "gini loh Li, gue mau minta tolong gantiin gue besok, soalnya keluarga Tirta mau datang dari luar kota,"

Liana mengingat apa yang telah direncanakan esok hari, hanya ada janji dengan Arkasa, mungkin tidak apa-apa kalau dia datang terlambat besok, tapi ini pertemuan mereka yang di janjikan untuk pertama kali. Tapi temannya juga butuh bantuan.

"Yaudah, aman," ucap Liana. Gadis itu menutup ponselnya, apa harus dia bilang dulu pada Arkasa kalau besok dia akan terlambat. Ah, masa Arkasa tidak mau menunggunya.

Liana memilih untuk tidur dan melupakan segala kebimbangannya.

---

Uncontrollable ✅ ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang