Bab 5 : Pohon Rindang, Senja, dan Jalan Itu

25 5 0
                                    

Pantas saja, aku merasakan seperti Shiro berada di dekatku, ternyata perasaan ku benar. Shiro mengikutiku sampai ke sekolah. Benar juga, waktu di bus aku melihat sebuah jaket yang sangat familiar dimataku, yang di kenakan oleh gadis berambut putih, ternyata itu adalah Shiro.

'Huh dasar kau ini, anak kucing yang nakal', aku berbicara dengan nada ketus sambil mengelus elus kepalanya.
'Ngehehe, apa kau tidak menyadari nya Tuanku, Bahwa aku sedang mengikutimu ?', Jawab Shiro sambil cengengesan.
'Hmm, aku hanya menduga saja, bahwa kamu sedang mengikutiku, tapi kurasa itu tidak mungkin, jadi ku abaikan saja', Jawabku.
'Hei, apa kau memakai jaket ku?', Tanya ku pada Shiro.
'Iya Tuanku, apa kau ingin melihatku menggunakan Jaketmu ?', Jawab Shiro sambil dengan nada bicara menggoda ku.
'T t tidak, hanya saja waktu pagi, aku melihat seorang gadis memakai jaket yang familiar di mataku, dan dia sedang berusaha menutupi dirinya, itu kau kan?', Tanyaku kepada Shiro.
'Nyahaha, ternyata kau memang menyadari nya ya, benar itu adalah aku', Jawab shiro Sambil tersenyum.
'Huh dasar, apa kau sudah makan Shiro ?', Ucapku.
'Belum Tuanku , aku sudah merasa sangat lapar sekali', Jawab Shiro dengan ekspresi memelas. Tiba tiba terdengar suatu bebunyian entah dari mana. "Kruuuuuuuk"
'Wah perutmu sudah mengeluarkan suara, hahaha',
Ujarku sambil tertawa meledek Shiro.
'T t tentu saja, a aku terakhir makan malam kemarin, hufh', jawab Shiro sambil cemberut.
'Yosh, baiklah bekalku kita bagi dua saja, aku baru memakan nya sedikit', Jawabku.
Aku menyiapkan tutup bekal makan siangku untuk ku bagi dua bekalku dengan Shiro .
'Yosh, Ittadakimasu, Shiro chan', Ucapku sambil tersenyum.
Shiro langsung memakan makanan yang sudah ku bagi dua dari bekalku tanpa menjawab ucapanku.
'Hei, apa kau lapar sekali ?', Tanyaku dengan nada memelas.
'Apa kau sering kelaparan sebelum aku membawamu?', Aku melemparkan sebuah pertanyaan lagi padanya. Tetapi dia terus melanjutkan makan siang nya, mengabaikan pertanyaan dariku.
'Ya sudahlah', Gumamku dalam hati.
Suasana makan di bawah pohon yang rindang itu terasa begitu hening ditambah dengan hembusan angin musim dingin Dr arah barat menambah suasana hening, namun sangat menyejukkan.

'Huaah kenyangnya, ternyata makan berdua lebih mengenyangkan', Ujarku sambil menguap.
'Benar sekali Tuanku, aku jadi mengantuk', Jawab Shiro sambil menguap juga. Tiba tiba saja bel berbunyi menandakan bahwa istirahat telah berakhir, dan harus melanjutkan pelajaran sampai pulang nanti sore hari.
'Baiklah Shiro, kau tunggu saja disini, aku akan masuk ke kelas, Ja nee, tunggu sampai aku pulang ya', Ujarku sambil berteriak karena jarakku dengannya semakin menjauh.
'Miaawwww', Jawab Shiro sebelum dia tertidur di bawah pohon rindang tersebut.
Setibanya di kelas, jam pelajaran ku pun di mulai, masih ada beberapa jam pelajaran lagi sebelum menuju jam pulang, hari hari yang penuh dengan kejenuhan pun dimulai lagi.

Hari itu, tepat pukul 12:30, jam pelajaran baru dimulai. Seperti biasa seorang guru terus menerus menerangkan materi yang harus dikuasai para muridnya untuk menghadapi ujian akhir nanti. Catatan ku memenuhi baris tiap baris di lembar bukuku. Selama guru ku menerangkan pelajaran nya, aku sesekali melirik ke luar jendela, melihat ke arah pohon rindang tersebut, melihat Shiro tertidur dengan pulas nya di sana. Aku hanya tersenyum melihatnya tertidur. Bulunya yang cerah dibawah rindangnya pohon, disirami cahaya mentari yang masuk melalui celah celah dedaunan pohon rindang itu, membuatnya terlihat begitu menawan, menyejukkan mata dan pikiranku. Rasanya aku ingin segera pulang saja.

Selang beberapa jam kemudian, hari menunjukkan waktu tepat pukul 16:00, bel berbunyi menandakan pulang sekolah pun berdering. Saatnya para siswa untuk kembali pulang ke rumahnya . Hari mulai semakin senja. Aku melihat kearah pohon Rindang itu, melihat Shiro yang masih tertidur pulas di bawah rindang nya pohon itu, yang disirami dengan cahaya samar samar Jingga, membuat keindahan tersendiri bagiku.
'Aku jadi mulai khawatir, apa kucing memang tidur selama itu?, Aku harus segera kesana mengajaknya pulang'. Gumamku sambil bergegas menuju tempat Shiro berada.

Sesampainya di sana...
'Huh huh huh, dimana, Shiro ya?', Ucapku sambil ngos-ngosan.

Tiba tiba, dari belakang seseorang menutup mataku.

'Hayo tebak, ini siapa -nyan?', Tanya Shiro kepadaku.
'Huh, itu kau kan, Shiro ?', Jawabku dengan ketus. Aku memegang tangannya, menyingkirkan tangan nya dari mataku, saat aku membalikkan badanku, seketika angin berhembus dengan kencang, rambutnya yang tidak kuat menahan terpaan angin itu, terus menggelantung terbawa hembusan sang angin, ditambah daun berguguran dan cahaya merah jingga, menambah suasana romantis di bawah pohon rindang ini. Di tambah dengan sentuhan akhir, yaitu senyuman nya yang tulus nan manis bak seperti gula, aku hanya bisa terdiam, melihat senyuman nya yang tulus seperti sebuah sihir bagiku. Sebuah sihir pembeku yang membuatku terdiam, seakan akan senyuman itu melarang ku untuk memikirkan hal lain untuk beberapa saat.
'Ada apa Tuanku? Kau memandangiku terus, ngehe', Shiro memecah kebekuan sambil menyeringai.
'T t tidak apa apa, a ayo kita pulang', Ujarku yang gugup karena sihir senyuman nya.
Aku menarik tangannya untuk ku gandeng, supaya kami tidak berpisah, saat ku gandeng tangan nya, terasa begitu lembut, tangan nya yang lebih kecil dari genggamanku, namun bisa terasa begitu hangat dan menenangkanku. Saat ku lirik ke arah nya, dia hanya terdiam, pipinya memerah dan matanya berkaca kaca, seperti saat pertama kali nya pasangan yang bergandeng tangan. Aku memalingkan wajahku dengan rasa gugup. Suasana diperjalanan pulang itu terasa sangat hening. Kami berdua melewati persimpangan jalan yang sering ku lewati, dimana aku menemukan Shiro berada.
'A a ada apa Shiro? Kau diam saja', Aku bertanya padanya untuk memecah kebekuan di antara kami.
'T tidak apa apa, Tuanku, a aku baik baik saja', Shiro menjawab ku dengan gugup.
Tidak biasanya dia seperti ini, biasanya dia selalu ceria, kenapa sekarang dia terlihat gugup sekali.
'Kau ingat, pertama kali kita bertemu disini?', Tanyaku pada Shiro sambil melirik ke arahnya.
'Tentu saja aku ingat Tuanku', Ucapnya sambil tersenyum.

Seketika Shiro berhenti melangkahkan kakinya.

'Kau tahu? Aku tinggal disini sudah selama 5 bulan, aku selalu kelaparan, tidur ku tidak nyenyak, bila hujan aku kebingungan mencari tempat untuk berteduh, Untung saja, tempat ini tidak terlalu kumuh, masih ada air bersih, dan orang baik yang selalu lewat sini memberiku makan tiap sore dari sisa bekal makanan nya', Shiro yang tadinya berbicara termenung, dia melirik ke arahku sambil tersenyum dan menahan tangisnya.
Entah itu tangisan kebahagiaan nya atau kesedihannya. Aku langsung memeluknya, memeluk tubuhnya yang lebih pendek dariku, dia terus menangis lagi, pelukannya semakin erat, isak tangisnya semakin menjadi jadi, seperti di pagi hari tadi, sepertinya kesedihan nya memang belum terbuang semua.

Angin berhembus dengan perlahan, suasana semakin senja, aku hanya terus memeluknya, membiarkan dia menangis di dekapan ku.

'Sudah Shiro jangan menangis lagi, mulai detik ini, aku akan selalu melindungimu', Ucapku sambil tersenyum berusaha menenangkannya.
'Arigatou, Gosujin sama', jawabnya sambil terisak isak.

Aku menyingkirkan air matanya yang terus mengalir tidak henti nya. Mencoba menenangkan nya lagi, saat ku mengusap pipinya, dia tersenyum padaku, aku mencubit hidung nya.
'Ss sss sakit Tuanku, apa yang kau lakukan Tuanku!!', Seketika tangisan itu berubah menjadi rasa kekesalannya padaku.
'Hahaha sudah lah jangan menangis lagi Shiro, wajahmu jelek kalau menangis', Ucapku sambil meledeknya dan terus mencubit hidungnya.
'Tuanku, kau jahat sekali, huft', Jawab Shiro sambil cemberut dan berusaha melepaskan tanganku dari hidungnya. Saat keadaan seperti itu, Shiro terlihat sangat menggemaskan sekali, aku tidak bisa berhenti menjailinya, aku Sekarang beralih mencubit kedua pipinya.
'Waah, pipi mu ini lembut sekali', Ujarku sambil meledek nya.
'Lepaskan aku Tuanku, rasakan ini!!', Shiro membalas mencubit pipiku. Hari semakin larut, kami berdua tidak menyadari nya, kami terus saling meledek, saling mencubit pipi, tanpa disadari hari pun semakin gelap. Suasana yang tadinya terdengar sedih, kini kembali berubah menjadi sebuah keceriaan.

Shiro Neko Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang