e p i l o g u e

155 19 2
                                    

-Corbyn POV-

Aku menaruh sketch book yang sama sekali bukan berisi gambar melainkan tulisan di kursi penumpang. Aku juga menaruh flowers bucket dan snack bucket di dalam bagasi mobil. Semuanya telah siap. Keluar dari mobil, aku melihat Jonah melambaikan tangannya.

Ia berdiri di dekat pintu masuk bersama seorang gadis bertubuh jangkung dengan gaun berwarna rose gold yang sudah pasti adalah kekasihnya dan seorang lelaki berkemeja putih yang kukenali adalah Zach. Aku segera menghampiri mereka.

"Di mana Carissa?" tanyaku ketika tiba.

"Ia tidak memberitahumu?" tanya Silena.

"Ia hanya bilang padaku kalau ia ada perlu dengan Daniel dan akan langsung datang kemari setelah itu," jelasku. "Kupikir ia sudah datang."

"Tidak, ia belum datang," timpal Zach. "Tadinya kupikir ia tidak akan datang."

Aku mengerutkan kening. "Kenapa begitu?"

"Bukankah ia tetap pada keputusannya, tidak akan datang kemari?" jawaban Zach membuatku semakin bingung.

Silena mengangguk-anggukkan kepala seakan dirinya setuju dengan kalimat yang baru saja diucapkan Zach.

"Tunggu," kataku, "kapan tepatnya ia mengatakan hal itu?"

"Tadi pagi?" jawaban Zach lebih terdengar seperti pertanyaan di telingaku.

Lagi-lagi, Silena menyetujui ucapan Zach dengan menjentikkan jarinya. "Ya, tadi pagi ia juga mengirimkan sebuah pesan padaku. Isinya mengatakan kalau ia tidak akan datang. Kupikir ia hanya bercanda, jadi aku tidak membalasnya. Tetapi kemudian aku berubah pikiran dan memutuskan untuk menanyakan alasannya karena perasaanku mengatakan ia bisa saja serius. Ia belum menjawabku hingga sekarang."

Aku berusaha keras mengingat percakapan kami tadi malam. Ia memang tidak pernah menyebutkan soal kedatangannya kemari. Carissa akan datang atau tidak, aku tidak pernah menanyakan hal itu padanya. Seingatku, kemarin malam, kami hanya membicarakan kemenangan kami, bukan acaranya.

"Lalu untuk apa ia datang jauh-jauh dari Denver kalau begitu?" tanyaku.

Kudengar Silena menghembuskan napas kasar. "Seharusnya kami yang menanyakan hal itu padamu. Hanya kau sudah bertemu dengannya lagi."

"Kita tidak akan coba menghubunginya?" usul Zach.

"Aku mencobanya sebelum berangkat ke sini," jelas Jonah, "ponselnya tidak aktif. Tapi tidak ada salahnya kita coba lagi sekarang, 'kan?"

Aku mengangguk atas saran Jonah, mencoba menghubungi Carissa. Seraya menunggu nada sambung terdengar lewat ponsel, aku masih berusaha mengingat percakapanku dengan Carissa semalam. Meskipun kami tidak menyebutkan tentang acaranya, setidaknya sikap Carissa semalam sudah membuatku yakin kalau ia akan datang.

Lagipula, jika ia datang kemari bukan untuk acaranya, lalu untuk apa? Minta maaf? Untukku?

Sebaiknya kau simpan rasa percaya dirimu itu.

"Ponselnya masih tidak aktif," aku mengumumkan. Bersamaan dengan itu, aku juga mengubur rencana yang telah kubuat dalam-dalam. Satu hal yang membuatku paling bersemangat untuk datang ke sini sekarang telah kutempatkan di daftar The Most Least karena Carissa tidak akan datang. Sepertinya aku harus menundanya.

Lagi, aku tidak mengerti bagaimana Daniel bisa pergi seharian bersama Carissa. Ia tahu aku merencanakan sesuatu untuk Carissa dan ia sendiri berjanji akan membantuku. Tetapi kenyataannya, justru ialah yang membuatku menunda rencana tersebut. Seharusnya ia—baiklah, aku hanya sedikit kesal dan... cemburu.

Falling in Your Lies • why don't we [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang