9.tawaran pak tua Scott.

1.2K 160 0
                                    

Si pria tua tertawa dengan riang, dengan wajah yang di warnai oleh darah merah.

"Hahaha! Sungguh luar biasa, tak kusangka kamu berbakat." ucapnya dengan riang.

"Tidak, aku masih kurang di bandingkan dengan paman." ucap Kara.

"Hah, karena aku kalah, aku akan mentraktirmu makan di restoran, ikuti aku." ucap sang pria tua.

Keduanya berjalan meninggalkan gerbang kota yang di penuhi mayat, setelah beberapa langkah, sang pria tua menyadari sesuatu dan berhenti.

"Tutup gerbangnya, jangan buka sampai esok pagi. Beritahukan juga kepada penjaga di sisi lainnya." ucap sang pria tua.

"Baik pak!" jawab para prajurit.

Keduanya kembali berjalan menuju ke restoran yang berada di pusat kota, restoran yang megah dan mewah.

Keduanya berada di lantai dua yang hanya memiliki beberapa meja di sana.

Untuk berada di lantai dua restoran ini, bukan hal yang mudah. Pengunjung yang masuk merupakan orang orang dengan status tinggi.

"Nak, darimana asalmu?" tanya pria tua itu.

"Tempat asal saya sangat jauh, tapi kamu bisa menyebutku dari desa cornis." ucap Kara.

"Desa cornis? Bukankah itu desa di selatan? Apa kau mengenal Neil?" tanya si pria tua itu.

"Paman Neil? Tentu aku mengenalnya. Memangnya kenapa paman?" tanya Kara.

Si pria tua menghela nafas, kemudian berbicara kembali.

"Dia teman lamaku, kami dulu adalah rekan di akademi, sudah lama aku tidak bertemu dengannya.

Aku dengar, dirinya berada di desa Cornis, tak kusangka ia benar benar tinggal di desa itu." ucap si pria tua.

"Paman Neil berasal dari akademi? Kenapa ia lebih memilih tinggal di desa dari pada di kota?" tanya Kara.

"Itu cerita lama, dulu, saat ia berada di akademi denganku, ia memiliki keinginan untuk menjadi seorang ksatria di istana kerajaan.

Namun, ayahnya yang terbiasa menjaga desa Cornis mati tepat satu bulan sebelum dirinya lulus." ucap si pria tua.

"Jadi begitu." Kara mengangguk.

Si pria tua tersenyum dan berbicara kembali.

"Nak, siapa namamu?" tanya si pria tua.

"Aku Kara, dan siapa nama paman?" tanya Kara.

"Aku Scott, panggil saja paman scott. Aku lihat kemampuan berpedangmu cukup bagus, bagaimana jika kamu masuk ke akademi saja?" tanya paman Scott.

"Akademi?" Kara merasa terkejut dan bingung dengan pertanyaan pria tua itu.

"Ya, masuk ke akademi ksatria, aku rasa kamu akan cocok di sana. Ambil ini." ucap paman Scott.

Dirinya mengambil sebuah lencana, lencana perak dengan gambar dua pedang tersilang dan di tengahnya.

Sebuah lencana..

Kara menerimanya dan melihat lencana ini cukup bagus. Kara kemudian memandang paman Scott yang ada di hadapannya.

"Lencana apa itu paman?" tanya Kara.

"Itu tiket masuk ke akademi, juga ambil ini sebagai bekalmu ke ibukota. Semoga ini membantumu." ucap paman Scott.

Dirinya menyodorkan sebuah kantong kecil yang tampak penuh, itu sekantong koin perak, jumlahnya tak kurang dari 100 koin perak.

"Uang yang banyak, paman, aku tidak bisa menerimanya." ucap Kara.

"Hahaha, untuk kenalan temanku, terimalah. Juga, biaya hidup di akademi akan mahal, aku harap itu cukup." ucap Scott.

"Terimakasih paman, aku akan mengingat ini." ucap Kara.

"Santailah bocah, lihat, makanan telah datang." ucap Scott.

Terlihat dua pelayan restoran masuk ke dalam ruangan, membawa berbagai hidangan mewah ke atas meja.

Mereka juga membawa dua baskom berisi air hangat untuk membersihkan wajah keduanya yang tertutup darah.

"Ayo, makanlah." si pria tua tersenyum dan mulai memakan hidangan di hadapannya.

Kara segera mengikutinya dan memakannya dengan lahap. Ini pertama kalinya ia memakan makanan mewah dalam hidupnya.

Perasaannya begitu bahagia, memakan makanan mewah hanyalah mimpi bagi dirinya ketika di bumi.

Sementara itu, di kepala Kara, pemberitahuan sistem berdering beberapa kali.

"Ding! Membunuh goblin! Exp +100!"

"Ding! Membunuh goblin! Exp +100!"

"Ding! Membunuh goblin! Exp +100!"

...

"Ding! Membunuh goblin! Exp +100!"

Pemberitahuan mencapai puluhan, bahkan kungkin mencapai seratus kali. Dan ditutup dengan pemberitahuan yang menyegarkan bagi Kara.

"Ding! Membunuh goblin cheif! Exp +7000!"

"Ding! Selamat telah naik level hingga level 33! Poin statistik saat ini: 72!"

Dalam pertempuran itu, level Karanaik dengan pesat, hanya dalam semalam, levelnya meningkat hingga level 33!

Kara masih memakan makanan dengan lahap sembari merasakan kegembiraan yang meluap.

"Sungguh hari keberuntungan!" pikir Kara.

...

Setelah makan, Kara dan pria tua kembali berbincang-bincang.

"Pergilah ke akademi ksatria, aku rasa kamu akan berkembang dengan baik di sana." ucap Scott.

"Ya, aku akan pergi kesana paman." ucap Kara.

"Bagus, bagus. Kamu bisa berangkat besok, saat ini kamu bisa menikmati suasana indah kota di malam hari." ucap Scott.

Scott pergi meninggalkan restoran, menuju ke barak militer dan mengurus berbagai prosedur yang ada.

Dirinya kemudian memandang lambang kesatria yang ada di ruangannya.

"Susah lama ya? Kawan.." gumanya lirih.

Sementara itu, Kara sedang berjalan-jalan menikmati suasana kota di malam hari yang tenang dan indah.

Seluruh gerbang kota di tutup, tidak membiarkan satupun orang keluar ataupun masuk.

Kara memutuskan untuk membeli beberapa keperluan yang akan ia butuhkan, perjalanan ini akan mrmakan waktu yang cukup lama baginya.

Ia kemudian membeli beberapa pakaian lagi dan beberapa benda lainnya.

Dirinya kembali ke toko senjata milik pak tua Gin, pedang di tangannya sudah hampir patah.

"Pak tua, aku ingin membeli sebuah pedang." ucap kara.

"Hahaha! Bocah, pedang apa yang kamu inginkan?" pak tua Gin tersenyum melihat bocah di hadapannya.

"Pedang tipis yang ringan dan tajam,  kamu memiliki yang bagus?" tanya Kara.

"Tentu, kamu bisa memilihnya." ucap pak tua Gin.

Kara kemudian membeli sebuah pedang, itu pedang tipis biasa yang di lengkapi dengan sarung, dirinya juga membeli sebuah pisau dengan desain sama.

"Terimakasih pak tua Gin." ucap Kara sembari meninggalkan toko.

"Hahaha, pergilah bocah." ucap pak tua Gin.

Di pikiran Kara, ia harus bersiap untuk pergi ke ibukota. Di dunia manapun, ibukota akan selalu lebih keras, berkali-kali lipat lebih keras dari kota kecil ini.

Kara kemudian kembali menuju penginapannya dan tidur dengan nyenyak, perutnya juga sudah kenyang, tidak perlu untuk makan malam kembali.

Throne For The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang