True Color Of Love; Light Blue

50 9 0
                                    

Mai duduk di kursi empuknya, sebelah tangan memegangi lembaran kertas penting dengan jari-jarinya yang lentik. Satu demi satu suapan chocolate-banana smoothie bowl bergantian masuk dalam mulutnya dengan tangan lain.


"Misaki," wanita berkacamata tebal mengerutkan wajahnya ketika melihat mangkuk smoothie bowl yang telah kosong diatas meja kerja Mai, dan diatas semua tumpukan map penting miliknya.

"Bukannya kamu baru saja sarapan?" Tanya rekan kerjanya itu.

Mai tersenyum dengan kepala sendok masih berada di dalam mulutnya. "Aku perlu sedikit motivasi disini. By the way, ada yang bisa aku bantu, Kururugi-san?"

Kururugi melotot padanya. "Kau lupa? Sekarang waktunya rapat."

Ruang rapat dingin seperti biasanya. Slide demi slide presentasi berubah-ubah mengikuti perubahan intonasi suara Kururugi dan rekan-rekan timnya.

Sesaat kemudian, pintu terbuka. Dengan jas dan tatanan rambut sekinclong itu, mata Mai tentu langsung melekat padanya. Dan tentu bukan hanya mata Mai.

Ah, ini dia... Mai tersenyum memandangi malaikat jatuh yang melangkah melintasi ruangan menuju kursinya.

"Teruskan." Kata Natanial Rutter.

Duduk di kursi satu-satunya yang menghadap langsung kearah slide. Meja kosong. Hanya sebuah pena mekanik yang tampak mahal ditangannya. Cahaya proyektor menampar wajah Kururugi dan whiteboard di belakangnya, namun kenapa di mata Mai, Natanial lah yang paling menyilaukan? Sementara semua mata terfokus ke depan, kedua mata Mai asyik menelusuri siluet gagah pria itu.

Natanial Rutter atau lebih sering dikenal dan disapa Mr.Rutter. 33 tahun. Keturunan Jepang-Irlandia. Direktur Eksekutif Fukube R.E & Properties. Selalu mengenakan setelan rapi, sederhana tapi jelas bermerek.

"Ekhem- Misaki!"

"Eh?"

Kururugi berdiri berdecak pinggang. "Kamu tidak mendengarkan sama sekali, ya? Ayo, rapatnya sudah selesai."

"Misaki, datang ke ruanganku dua jam lagi." Kata Natanial.

Mai mencubit lengan Kururugi. "Awh! Kenapa sih?"

"Aku dipanggil ke ruangannya! Ada apa ya? Ada apa kira-kira? Duh, deg-degan."

"Paling juga kena teguran lagi."

"Ih, jangan doain yang gak bagus dong."

"Soalnya fokus kamu sepanjang rapat tadi tuh salah tempat. Harusnya ke depan, bukan ke Mr.Rutter!"

"Bukan salahku, kok! Kenapa pula dia harus duduk disana? Coba kalau duduknya di depan, kan bisa sekalian fokus ke dua-duanya."

Kururugi tersenyum dengan pasrah. "Awas ya kalau kerjaanmu gak on time lagi. Dan jangan tanya-tanya aku kalau kamu gak ngerti. Udah ah, aku mau balik ke mejaku aja. Bye-"

Dua jam kemudian. Benar-benar tepat dua jam setelah rapat. Karena Mai tidak berhenti menengok jam dinding kantor setiap lima menit, tidak sabar bertemu Natanial lagi. Apalagi kali ini berdua saja dengannya. Aku udah rapi belum ya? Duh, lupa pake lipbalm!

"Permisi," Mai melangkah gugup. "Gimana, pak?"

Natanial belum sepenuhnya terbiasa dengan cara bicara Misaki Mai yang kasual dan terkesan terlalu santai. "Aplikasi perangkat lunak yang kamu design samplenya minggu lalu, tunjukkan sekali lagi."

"Oh itu, kebetulan selalu saya bawa disini." Mai mencari file dimaksud dalam ponsel lalu menyerahkan ponsel dengan french fries sebagai case ponselnya. Mai tersenyum sambil menyerahkan benda itu ke dalam tangan Natanial.

Natanial terpaku pada layar ponsel Mai, meneliti sample aplikasi software unik ciptaan staf mudanya dengan penuh minat dan ketertarikan. Sementara itu Mai terpaku pada sepasang alis tegas pimpinannya, lalu turun ke dagu terbelah Natanial, dan turun lagi ke dada bidang pria itu. Bertanya-tanya dalam hati.

Bayangkan, bisa sehangat apa berada dalam pelukan dada itu? Duuuh, bersandar di lengan gagah itu pasti lebih menyenangkan daripada kasur manapun di dunia... uwuu..

"-makan siang."

"Eh? Maaf pak, saya gak begitu dengar..." Makan siang? Makan siang sama-sama gitu? Berdua?

Natanial menghembuskan nafas dan menatap Mai dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Tapi bagi Mai itu tatapan yang bisa membuat dia pingsan kalau ditatap sedikit lebih lama lagi.

"Kamu memang tidak pernah menyimak dengan serius. Seperti rapat pagi tadi."

"Sebenarnya saya nggak bermaksud untuk nggak menyimak, tapi file presentasi Kururugi dan timnya kan sudah dibagikan. Dan seperti yang orang-orang bijak katakan, jangan membuang-buang waktu pada hal yang tidak penting."

Huh? Kata siapa itu? Pikir Natanial.

"Jadi, maksudmu, rapat adalah 'hal yang tidak penting'?"

Mai menggeleng dengan sangat bijak dan penuh pengertian. "Bukan. Salah sama sekali. Rapat tadi adalah rapat paling penting dari semua rapat yang pernah saya hadiri di hidup saya."

"Karena kamu bisa menatap saya sepuasnya, begitu?"

"Benar!" Mai terkejut. Bagaimana mungkin Natanial tahu bahwa Mai hanya memperhatikannya sepanjang rapat tadi? Jangan-jangan, dia juga memperhatikanku?

"Saya tidak memperhatikan kamu. Tidak dengan sengaja. Tatapanmu itu sangat mengganggu konsentrasi, jadi jangan salah paham."

Mai memayunkan bibir, "Hmp, baiklah, aku akan segera mengurangi jatah menatapmu dalam sehari.." gumamnya.

"Kamu berkata sesuatu?"

"Hehehe, tidak, bukan apa-apa, pak. Kalau begitu saya permisi."

Sebelum keluar dari pintu, Mai cepat-cepat berbalik. "Maaf pak, tadi anda benar-benar mengajakku makan siang, kan?"

"Apa?! Kata siapa saya mengajakmu makan siang?"

"Astaga, 'ada pertemuan dengan CEO hari ini, kamu ikut dengan saya setelah makan siang'. Itu yang saya katakan."

Ah, membosankan... "kupikir kamu mengajakku makan bersama." Gumam Mai.

"Berhentilah mengatakan apa yang kamu pikirkan."

Mai menutup mulutnya cepat-cepat. "Ups."

"Oh, satu lagi, pak."

"Hm?"

"Anda sudah tahu belum?"

"Apa?"

"Kenyataannya di seluruh kantor ini, ketampanan anda bisa bertambah double maksimal kalau anda tersenyum-"

"Astaga mulai lagi-"

"apalagi kalau anda tersenyum padaku. Sungguh."

Natanial bangkit berdiri dari kursi nyamannya dengan sangat terpaksa. Mendekati gadis aneh itu dan meletakkan tangan diatas pundak Mai.

"Kamu mau saya tersenyum untukmu?"

Mai mengangguk berkali-kali dan tersenyum penuh harap. Natanial menarik kedua ujung bibirnya dan membuka mulutnya, memperlihatkan gigi-gigi yang tertanam rapih disana.

"Misaki Mei.."

"Ya?"

Alih-alih tersenyum, dia berseru kesal.

"Kembali bekerja!!"

***

GrayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang