1. WINB🐵

6.4K 416 46
                                    


Bantu tandain Typo ya.

SELAMAT MEMBACA.
.
.
.

Dasya cewek itu duduk termenung di kursi panjang belakang sekolah, tepat di bawah pohon besar. Sedari tadi matanya berkaca-kaca, tanganya dengan gerakan lamban saling memilin keras hingga menimbulkan warna merah di tanganya itu.

Sesekali Dasya meringis, bukan karena sakit tanganya yang memerah itu, tapi lebih pada sakit yang saat ini di rasakanya. Sakit hatinya seperti menggerogoti ulu hatinya.

Air mata terus di tahannya, padahal air mata itu sudah menumpuk dan menggenang di pelopak matanya. Dasya cewek itu bukan seorang yang bisa menahan sakit hatinya begitu saja. Bahkan Dasya termasuk orang yang cengeng. Tapi kini Dasya harus kuat tak mau di anggap cengeng walau dengan dirinya dirinya.

"Woy!" teriak seorang tepat dengan tangannya yang dengan kencang menepuk punggung Dasya membuat Dasya terlonjak kaget.

"Ngapain kamu disini?" Tanyanya dengan tampang tanpa dosanya, padahal baru saja membuat jantung Dasya hampir copot karna kaget.

Dasya tak menanggapi hanya diam, sambil terus menatap nanar tautan tanganya. Tapi kini air mata yang tadi di tahanya tak kuat lagi membuatnya merembes melewati pipi cabinya.

Karel cowok yang tadi mengageti Dasya, kini menatap heran Dasya dengan cepat Karel berjongkok di bawah menatap wajah Dasya yang memerah dan basah air mata.

"Kamu kenapa?" Tanya Karel khawatir. Karel terus mengamati Dasya tapi cewek itu tak kunjung menjawab pertanyaanya. Membuat Karel ingin menarik tangan Dasya dan menggegamnya tapi Karel masih sadar akan batasanya.

Dasya tak menjawab pertanyaan Karel, malah Dasya semakin terisak. Bahkan kini air matanya merembes semakin deras.

"Jawab Sya, jangan bikin aku kawatir." Karel mengeram, sahabatnya itu benar-benar bungkam padahal kini dirinya menjadi panik karenanya.

"Vano sama Clara pacaran." Dasya terisak kecil. Sedangkan Karel yang mendengar itu matanya melotot kaget, seketika saat itu juga sebanarnya Karel ingin tertawa dengan kencang, menertawakan Dasya tentu saja. Tapi saat ini Dasya sedang sedih dan Karel harus menahan tawanya.

"Udah-udah nggak usah nangis ih." Hanya ini yang Karel bisa ucapkan. Karna Dasya benar-benar terlihat sedih. Membuat Karel rasanya ingin tertawa dan ikut sedih dalam waktu yang bersamaan.

"Kamu nggak tau rel. rasanya patah hati." Dasya terdiam sesaat selanjutnya Dasya mengelap hidungnya yang nampak memerah, menggunakan lengan seragamnya yang panjang-- jorok memang, Membuat Karel bergidik.

"Isss! Jorok," desis Karel. Tapi Dasya tak acuh malah menggosok-gosokan lengan bajunya bekas ingusnya ke  kursi panjang yang di duduki mereka.

Karel mendengkus selanjutnya kembali duduk di samping Dasya-- tapi tentu saja bukan bagian yang tadi Dasya buat mengelapi ingusnya.

"Clara cantik banget sih, coba aku cantik kaya dia." Dasya menuduk dalam terlihat jika dirinya benar-benar sedih. Membuat Karel sebenarnya ingin merengkuh tubuh itu di dalam pelukanya.

"Kamu cantik kok," ucap Karel menenangkan. Tapi seketika Dasya memutar bola matanya.

"Bohong," ucap Dasya sambil terkekeh kecil. Membuat Karel seketika menjadi lega melihat kekehan dan senyum itu, walau kekehan Dasya terdengar hambar.

Why, I'm not Beautiful?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang