14. WINB🐵

717 123 35
                                    

Dasya hanya terdiam mencerna semua perkataan Karel. Mata bulatnya yang bengkak karena menangis itu kemudian terpejam meresapi apa yang kini hatinya rasakan. Ada dalam diri Dasya terus menampik apa yang Karel ucapkan, bahkan siapa yang mau menghargai dirinya, tidak ada satupun yang ada pada dirinya bisa dibanggakan.

Tapi mau bagaimanapun apa yang Karel ucapkan itu benar. Bukan tentang dirinya yang merasa hebat tapi tentang bagaimana seseorang memandang seseorang, bukan karena visualnya yang cantik tapi apa yang dirinya miliki, lebih dari sekedar kata cantik.

"Makasih Rel," ucap Dasya pelan. Kemudian Dasya mendongak menatap Karel yang sedari tadi menghadapnya tapi tidak memandangnya.

"Sudah baikan kan, sekarang makan ya?" Dasya hanya mengangguk, mengambil piring yang tadi ditaruh Karel, Dasya memakan makanya. Karel tersenyum, setidaknya Dasya sudah mau makan membuatnya sedikit lega. Walau ada yang terus mengganjal dihatinya, bagaimana Dasya yang masih terlihat rapuh. Karel tau Dasya sedih tapi Karel tidak tau bagaimana tertekannya Dasya tentang bayang-banyang kata cantik.

Sebegitu berpengaruhnya kah kata cantik bagi seorang wanita?


***

Dasya dan Karel berjalan melewati lapangan, sedari tadi Karel memperhatikan Dasya yang nampak murung. Bahkan tak ada celotahan yang keluar dari mulut Dasya, setelah kejadian kemarin Dasya benar-benar seperti berubah.

"Kenapa Sya sakit?" Tanya Karel. Cowok itu memperhatikan Dasya kawatir. Dasya menengok kearah Karel kemudian menggeleng kecil. Hanya gelengan jawaban Dasya. Karel menghembuskan napasnya.

"Mau kekantin dulu? Beli apa gitu?" Tawar Karel. Dasya menatap Karel sejenak kemudian menggeleng. Dasya benar-benar tak berselera makan sedari semalam, yang biasanya Dasya doyan ngemil dan jajan kini malas untuk sekedar menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

Dasya seperti sedang puasa makan dan berbicara.

"Tumben nggak mau jajan, biasanya semangat kalo diajak jajan. Nanti aku yang bayarin deh, beneran. Kamu boleh ambil somay 10 tusuk deh, susu kotak dua warna juga."

Dasya menggeleng, tak berniat dan tidak tertarik dengan cerita Karel.

"Huh, Dasya kamu tau nggak, kemarin Bibi kantin tu habis buat menu baru, enak, namanya mipan, Mie bikin tampan. Kamu mau liat nggak seorang Karel semakin tampan. Nanti kalo kamu perpukau bol..."

Dasya malas, benar-benar malas, membuatnya kini berjalan cepat meninggalkan Karel yang sedari tadi nampak berceloteh, suasana hatinya tidak baik, moodnya benar-benar hancur. Celotehan Karel semakin memperburuk moodnya saja.

"Sya! Dasya!" Karel mengejar Dasya, Dasya yang terlewat malas menghadapi Karel semakin mempercepat jalanannya, membuat Karel yang tertinggal dibelakang semakin mempercepat larinya. Karel berhasil mengejar Dasya, tapi cewek itu malah berlari meninggalkan Karel.

Karel mendengkus, mematap Dasya yang sudah jauh berlari. Karel sedih sejujurnya melihat sahabatnya itu. Yang biasanya Dasya selalu bersemangat kini cewek itu menjadi sedikit pendiam. Yang tadinya Dasya selalu menampilkan wajah ceria yang Karel begitu sukai, kini hanya raut murung disana. Mood Dasya benar-benar hancur.

***

"Sya," panggilan dengan suara pelan itu membuat Dasya yang sedang melamun dikursi belakang sekolah menengok. Mata Dasya yang memerah kini menatap kearah Syifa yang sedang menatapnya dengan pamdangan sedih.

Dasya menarik napasnya memutus pandangannya kedepan kemudian menunduk. Syifa masih terdiam melihat tanggapan Dasya. Sepertinya sahabatnya itu benar-benar kecewa. Syifa cewek manis itu kemudian melangkahkan kakinya memposisikan dirinya duduk disamping Dasya.

"Sya maaf ya. Aku nggak tau kalau..."

"Nggak papa Fa, Fa aku nggak marah sama kamu, cuma aku malu aja sama kamu... kamu nggak salah aku yang baperan." Dasya memotong perkataan Syifa. Dasya kini menatap lurus kearah Syifa, matanya memancarkan kesungguhan disana.

Setelah semalam berfikis Dasya sadar bahkan cukup sadar dan malu, bagaimana bisa dirinya marah pada Syifa sedangkan syifa bukan pihak yang salah disini. Hanya saja dirinya lah yang begitu sakit hati kenyataan tidak seperti harapannya. Orang yang dirinya suka bahkan tidak menyukai dirinya. Melainkan menyukai sahabatnya. Apa Syifa yang salah disini? Tidak Dasya sadar. Bagaimana bodohnya dirinya.

Dirinya hanya kecewa pada takdir.

"Sya, aku..."

"Fa maafin aku." Kemudian dengan cepat Dasya memeluk erat tubuh  sahabatmya itu. Dasya bersyukur dipertemukan dengan orang seperti Syifa, sahabatnya yang begitu sabar menemaninya. Walaupun seperti inilah Dasya.

***

"Sya makan yuk." Dasya yang sedang memejamkan matanya, menenggelamkan wajahnya pada celekuk tanganya, mendongak ketika suara Karel terdengar. Sebenarnya Dasya malas, telinganya masih sedikit sakit jika harus mendengar mereka-mereka yang mencerikannya. Karena kejadian kemarin tak sedikit yang menjadikan Dasya topik yang hangat untuk diceritakan. Ditambah, Syifa dan Dimas yang keduanya nampak saling menjauhi membuat Dasya harus mendapat gunjingan.

"Males," ucap Dasya pelan. Karel menarik napasnya. Kemudian duduk dikursi kosong disamping Dasya, sekarang posisi kelas sedang sepi, Syifapun sekarang tidak ada dikelas cewek itu sekarang sedang pergi keperpustakaan.

"Udah ih, nggak usah dipikirin omongan orang, anggap aja kentut lewat," ujar Karel. Dasya menengok, tersenyum menyunggingkan sedikit bibirnya kemudian berdecih.

"Aku juga gak mau dengerin apa kata orang, tapi gimana dong. Aku punya telinga buat mendengar, otak buat mencerna ucapan dan hati buat ngerasa. Aku juga gak mau terus-tsrusan kepikiran sama ucapan orang gini," napas Dasya naik turun, setelah mengucapkan itu cewek itu kembali menenggelamkan wajahnya pada celekukan tanganya. Mata Dasya kembali terpejam berharap apa yanh dipikirannya ikut hilang. Sayangnya gunjingan orang seakan menari-nari diotaknya.

"Sya tau nggak?" Dasya tidak menanggapi ucapan Karel, cewek itu masih saja diam tanpa bergeming.

"Ada satu yang bisa nutupin perkataan orang. Mau tau nggak?" Dasya masih juga diam.

"Percaya dengan diri, coba percaya sama diri Sya kalo kamu lebih dari apa yang orang ceritakan, kamu lebih dari apa yang terlihat. Kamu orang hebat yang aku kenal." Dasya menarik napasnya, entah kenapa perkataan sahabatnya itu membuatnya berfikir. Ucapan Karel terdengar menyakinkan.

"Jangan ngomong gitu nanti aku nangis." Karel terkekeh mendengar ucapan Dasya. Cowok itu kemudian ikut menundukan kepalanya ke meja, metanya menatap Dasya yang masih pada posisi sebelumnya.

"Kamu hebat."


***

Aku hebat, kamu hebat, kita semua hebat. Kita manusia-manusia hebat.

Lapak buat curhat, cerita, siapa tau ada yang mau curhat sama cerita.

Sebenarnya kalo kita cerita tu cuma butuh didengerin soal solusi urusan belakangan. Yang penting hati sedikit enakan dulu. iya kan?

Owh iya menurut kalian gimana, kan disini aku pake Aku-kamu. Kalian bacanya gimana, kurang nyaman, enak apa gimana gitu. Soalnya aku disini kolo ngomong sama teman pasti pake aku-kamu, atau saya-kamu.

Makasih udah baca cerita sederhana ini^^

Why, I'm not Beautiful?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang