" Adeline!"
Sebuah suara memanggilnya dari balik pintu kamarnya. Adeline perlahan membuka matanya yang mengantuk dan bangun. Melihat ke arah pintu, dia perlahan turun dan bangkit berjalan membuka pintu.
Saat pintu di buka. Sosok tinggi berdiri di depannya sambil mengenakan kaos hitam polos dan celana pendek. Adeline menatap wajah pemuda itu dengan ekspresi kesal.
"Kenapa menganggu tidurku?"
Pemuda itu langsung kesal. "Apa maksud perkataan mu itu!?"
Adeline melipat kedua tangannya di depan dada. Masih bersikap tenang. " Suaramu itu menganggu tidurku. Pergilah dari sini!"
"K-Kamu mengusirku?" Wajah pemuda itu langsung berubah menjadi tidak percaya.
"Memangnya kenapa? Kamu bukan siapa-siapa ku jadi jangan sok mengatur hidupku."
" Aku Saudaramu!"
Adeline terkekeh. Senyum gadis itu terlihat sangat dingin. Dia berjalan dan berdiri berhadapan dengan pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan percaya diri.
" Sejak dulu, aku selalu berpikir tidak memiliki saudara." Katanya dan mundur ke dalam kamarnya.
Bang!
Pintu di banting dengan keras. Samuel hampir kehilangan hidungnya karena hal itu. Dia menatap pintu di depannya dengan tidak percaya. " Wajahnya masih sama...kenapa dia berubah?"
Samuel baru saja kembali dari Amerika. Dia datang hanya untuk melihat adik perempuan yang selalu mengganggunya itu. Berpikir bahwa saat melihatnya nanti, gadis itu akan berusaha menarik perhatiannya lagi. Tetapi apa yang sekarang dia lihat sangat mengejutkan dirinya.
Samuel pertama kalinya melihat ekspresi dingin dan cuek di wajah gadis itu. Dulu dia akan selalu tersenyum ceria setiap kali dia atau Kakak pertamanya ada.
"Adeline...dia kenapa?"
Samuel hanya bisa berbalik dan turun ke lantai bawah. Di sana dia melihat Kakak tertuanya, Sean. Pria itu sedang duduk di sofa dan di depan atas meja ada buket buah. Menuruni tangga , dia langsung berjalan mendekati pria itu.
"Kak Sean kok pulang sangat cepat?" Tanyanya. Tangannya bergerak ingin mengambil satu buah, tetapi langsung di lirik tajam oleh pria itu.
Sean menarik buah-buahan itu menjauh dari adiknya itu. "Ini milik Adeline."
"Hah? Kak Sean membelikan buah untuk dia? Kakak tidak sakit?"
Samuel ingin memeriksa kening kakak tertuanya itu, tetapi langsung di hindari oleh pria dingin itu. Sean menepis tangan Samuel dan menolak untuk memberikan buah di tangannya padanya.
Pemuda itu langsung kesal. "Kenapa semua orang di sini sangat aneh? Adeline juga, kenapa dia jadi kasar begitu. Memangnya dia mencoba mencari perhatian darimu atau aku dengan melakukan itu, mimpi!"
Kaa-kata kasar pemuda itu selesai. Samuel langsung merasakan tatapan dingin di punggungnya. Berbalik ke belakang dia langsung di kejutkan dengan sepasang mata dingin dari gadis itu.
"Adeline...."
Adeline hanya meliriknya dan berjalan pergi dari sana. Melewati sofa, dia tidak berbicara sedikitpun dan tetap berjalan menuju ke pintu depan. Tiba-tiba dia dihentikan oleh sebuah tangan hangat.
"Lepaskan!"
"Jangan marah, aku membelikan kamu buah." Sean menunjukkan buah di tangannya dan berniat menyerahkannya pada gadis itu.
Sayangnya dia di kejutkan dengan gerakan Adeline yang langsung menghindarinya seperti wabah. Gadis itu berdiri dan menatap dingin kedua pria di sana.
"Jangan ganggu hidupku. Mari jalani kehidupan seperti dulu. Bukankah kita hanya saudara atas darah? Hubungan kita bertiga tidak sebaik itu sampai kamu memberikan ku buah. Aku tidak menyukai pemberianmu."
Adeline langsung berbalik keluar dari mansion. Dia masuk ke mobil dan pergi dari sana.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
THE FUTURE
Science FictionTidak ada salahnya untuk membenci sesuatu, tapi janganlah di bawa untuk selamanya dalam hidup mu. Seorang pembunuh dari ruang galaxy yang tewas karena sebuah kecelakaan, menemukan dirinya kembali hidup dalam tubuh seorang gadis muda. Dia dibenci ole...