__________
*****
“Ada ap— “
Uhukkkk
"Ini." Gus Ilham langsung menyodorkan segelas air putih.
Belum selesai mengetik aku langsung tersedat nasi lemak pedas. Tidak salah, bukan? Kata orang berilmu, makan ya makan jangan lalai dengan hal lain. Kualat, kan?
Refleks tubuh ini langsung menjauh 180°. Beruntunglah aku bukan laki-laki yang punya riwayat penyakit jantung.
Sejenak aku terdiam.
Nasi yang sedang masuk ke tenggorokan hampir berputar haluan. Nafas tercekat, seperti tercekik rasanya. Bukan melihat hantu, sama sekali bukan. Yang terlihat sekarang lebih menakutkan daripada hantu. Wanita yang ku hindari selama dua tahun terakhir ini, malah muncul kembali di depan mata. Selamatkan hamba-Mu, yang baik hati ini ya Allah, doaku semoga terkabul.
Cerita masalalu terulang kembali, Semangat betul dia. Sedangkan aku, malu ya subhanallah.
Kilasan masalalu berputar begitu saja dalam ingatanku. Ningg Jingga, alias Tea. Kandidat calon mantu yang dipilih langsung oleh Abah, mati ane.
Aku segera keluar rumah mencari udara segar. Sementara itu Gus Ilham menatap curiga. "Ada apa?" tanyanya dengan raut wajah seperti biasa. Dingin dan tertebak.
"Ada perlu sebentar. Enggak lama."
Gus Ilham mengganguk sekilas. Aku segera melesat keluar untuk menghindari tatapan tak mengenakkan di ujung sana, Jingga.
Aku keluar dan memilih mondar-mandir di area samping rumah Jingga. Tidak terlalu buruk untuk ukuran penakut sepertiku.
“Gus,” dia menyapa. Sedangkan aku terlonjak kaget ia tak peduli sama sekali. Kagak ada malu-malunya ini anak. Sedangkan aku hanya melirik ke segala arah.
Menyesal aku keluar ruangan. Hingga tukang rusuh lebih leluasa bergerak. Hedeuhh ....
“Kenapa Gus? “ tanya Jingga dengan wajah tengilnya.
Aku balik bertanya dengan memasang wajah garang. "Kenapa apa?"
Ia mengulum senyum. Aneh, hanya kata itu yang terlintas di pikiranku.
"Apa kabar?"
Apa? Kenapa ada orang seperti dia di atas bumi hijau ini?
“Kagak pa-pa. Ada paman kecoak lewat, nuhun Ning! Ane pamit dulu,” sahutku secepat mungkin. Agar dia segera pindah.
“Gus, kata Um—“
“Assalamualaikum Ning, kata Umanya dilanjut besok aje, ya.”
Jangan tanya kenapa harus lari! Apalagi piring nasi yang ada di tangan, sekaligus dibawa ikut lari.
Piring nasi? Tunggu ....
Jingga menahan tawa saat aku balas menatapnya tajam.
"Kata Uma. Piringnya taro dulu Gus. Setelah itu Gus boleh pulang dengan aman. Piringnya mahal Gus. Permisi."
Gadis itu berlalu sembari menarik piring di tanganku. Aku ikut beranjak pergi.
Tentunya aku tidak mau dijadikan bahan tertawaan semua orang yang ada di sini.
Gawai yang ada di tangan segera ku buka. Kemudian memblokir sementara Uma Khadijah. Maafkan atas kelancanganku Uma. Sungguh engkau yang terbaik sementara anakmu yang terburuk. Semoga aku tak berjodoh dengannya.
Segera kumasukkan gawai ke dalam kantong celana, biar tidak ada lagi spam chat darinya.
“Gus?”
“Allahuakbar.” Aku terpekik kaget.
Rupanya Gus Ilham yang datang.
“Ente kenapa? Kayak dikejar setan bertanduk,” tanyanya sambil menyipitkan mata.
“Lebih ngeri dari setan Gus,” sahutku melantur.
“Emang dikejar paan?”
“CABIN.”
“Kagak ngarti ... sejenis setan apa, Gus? Kok ane kagak pernah dengar.”
“Ente kok kolot gitu sih,Gus. Pulang sekarang dah. Mendadak darah tinggi, lama-lama ane di sini.”
Mana tahan kalau lama-lama di sini. Apalagi melihat penampakan si Tea. Aaghhh ....
Mendadak demam tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order)
Ficção AdolescenteEnd season 1 (Part masih lengkap) Sebagian cerita diunpublish demi kepentingan penerbitan 🙏🙏 Membangun betra rumah tangga dengan orang yang belum kita kenal. Sungguh itu di luar perkiraan. Namun, jika takdir mengharuskan demikian. Maka, aku tidak...