Jangan lupa mampir di cerita baru Gilhan ya. The Fake Memories oke.
🥀🥀
Jadi ... aku menarik nafas panjang. Mencoba menyatukan kembali keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Jingga.
Kami duduk berhadapan satu sama lain. Aku terpekur sejenak. Dari mana harus kumulai semua ini?
Jingga terlihat menunggu penjelasan dariku. Hingga dering handphone memecahkan situasi kami berdua.
"Bentar, ya, Gus," pamit Jingga padaku. Aku hanya mengangguk. Aku
tidak terlalu kepo untuk mengetahui siapa yang menelponnya. Tidak terlalu!"Hallo. Dengan siapa ini?" tanya Jingga pada seseorang yang tidak ia kenal. Sepertinya aku harus menarik kata-kataku kembali. Sedikit ingin tahu bukan kepo'kan?
Aku menempelkan kupingku tepat di belakang Jingga. Kepo maksimal ini namanya.
"Ada paket, pak?" Jingga bertanya dengan kening berkerut mungkin sedang mengingat sesuatu. "Sepertinya saya tidak pesan apa-apa." Ternyata dari sang kurir.
Jingga menatap kearahku. Aku lantas menggeleng. Untuk apa memesan barang? Tadi juga baru selesai belanja. Dan juga, mati-matian aku mempertahankan Kantong plastik agar tak kutinggalkan di tengah jalan.
Percakapan terus berlanjut hingga sang kurir meminta alamat rumah kami. Jingga kembali melirikku. Aku kembali mengangguk mengiyakan. Untuk apa coba meminta alamat rumah.
"Paket darimana?" tanyaku. Melihat Jingga sudah mematikan ponselnya.
"Enggak tau, Gus," sahut Jingga sedikit kebingungan. "Katanya ada yang ngirimin kita paket, tapi enggak dikasih alamatnya dimana. Cuman ngasih nomor telpon aja."
"Masak?" Aku mulai menaruh bumbu-bumbu curiga di sini. Sepertinya aroma tak sedap mulai bermunculan.
"Atau jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan apa?" Potong Jingga dengan cepat. "Gus jangan aneh-aneh deh."
"Iya-iya."
🥀
Sore harinya, seorang kurir menghampiri rumah kami. Katanya ada yang mengirimkan paket. Tidak ada nama pengirim yang ada hanya nama penerima.
Aku tidak menaruh prasangka buruk, mungkin saja itu dari sanak saudara kami. Entahlah.
Aku segera membawanya ke hadapan Jingga yang tengah bergelut manja di atas ranjang. Apalagi kalau bukan sedang menonton anime.
"Paketnya udah sampe Ning," ujarku. Ia segera bangun setelah melihat bungkusan yang kubawa.
"Buka Gus," pintanya dengan wajah berbinar.
Atas perintah bos besar. Langsung saja ku bongkar paket yang sudah membuatku mati penasaran sejak kemarin. Atau jangan-jangan itu baju kurang bahan seperti tempo hari? Aku jadi bergidik ngeri membayangkannya.
Setelah kubuka isinya hanya susu untuk ibu hamil. Apa-apaan Maimunah? Baru juga kemarin aku membelinya. Sekarang sudah mendapat kiriman lagi.
Aku dan Jingga saling berpandangan. Alih-alih mengambil bungkusan susu. Fokusku lebih kepada secarik kertas yang tertera di dalam box tersebut. "Semoga dedek bayinya sehat." Aku sengaja mengeraskan suara agar Jingga dapat mendengarnya.
"Terlalu misterius. Kalau mau ngasih hadiah sekalian aja, scincare kek, baju baru, quota. Heudeuh ...."
Ini, ini yang dinamakan kurang bersyukur. Udah capek-capek dikasih hati malah minta lebih. Dasar istriku!
KAMU SEDANG MEMBACA
GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order)
Teen FictionEnd season 1 (Part masih lengkap) Sebagian cerita diunpublish demi kepentingan penerbitan 🙏🙏 Membangun betra rumah tangga dengan orang yang belum kita kenal. Sungguh itu di luar perkiraan. Namun, jika takdir mengharuskan demikian. Maka, aku tidak...