part 6

16K 833 32
                                    

Mahabbah cinta Gus Zaidan

Cukuplah cinta menjadi penerang hati yang redup. Jangan biarkan benci dan cinta beradu dalam satu hati.

--Gus Zaidan--

Part no gaje reader. Selamat membaca Jan lupa follow WP ane @Gilhan1995 dan add FB Gilhan.

Share dulu biar banyak yang baca!

#Gus_Zaidan 6

“Gus?”

Rofiq menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

“Heum,” sahutku tak melirik padanya.

“Dipanggil Abah,” terang Rofiq dengan wajah serius dibuat-buat. “cepat, ya,” lanjutnya lagi sebelum melesat pergi.

Aku hanya melirik sekilas tak berminat untuk menjawab. Perasaanku tak baik akhir-akhir ini. Setelah itu, beranjak menemui Abah.

“Assalamua’laikum, Abah.”

Begitu sampai segera ku cium lutut dan tangan Abah sebagai tanda takzim kepada beliau.

“Waalaikumsalam, mampir dulu! Ada hal yang perlu Abah bicarakan. Mengenai pernikahan kalian,” terang  Abah dengan suara khasnya. Halus dan terdengar  penuh berwibawa.

“Nggih, Abah.”

Aku segera mengambil tempat di samping Abah.

Sesuai yang telah dijanjikan di hari lamaran. Begitu Jingga lulus, akad segera dilaksanakan. Abah Zubair menagih janji kemarin sore. Umi dan Abi belum mengatakan sepatah kata pun, mungkin belum sempat.

Hari ini Abah sendiri yang mengatakan perihal pernikahan, mewakili kedua orang tuaku. Toh, Abah juga sudah ku anggap sebagai orang tua sendiri.

Abah memberi beberapa wejangan. Aku hanya mendengar dengan seksama. Kata Abah, setelah menikah nanti, tanggung jawab seorang laki-laki itu bertambah.

Jika ingin meluruskan tulang rusuk yang bengkok maka kita butuh kesabaran yang besar.

Yang terpenting adalah bagaimana seorang laki-laki bisa sabar dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.

Rumah tangga itu ibarat lautan. Dari jauh terlihat biru dan menenangkan. Jika ingin tahu bagaimana keadaan lautan yang sesungguhnya. Berlayarlah di dalamnya. Tunggu dan perhatikan apa yang sesungguhnya terjadi. Begitupun dengan kehidupan berumah tangga.

Sudah kuduga memang. Demi satu tulang rusuk. Hancur semua tulang punggung.

-------

“Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Artaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”

Dalam sekali tarikan nafas, tanpa jeda. Wanita yang berwajah bulat dengan riasan bernuansa putih, telah resmi menjadi istriku.
Suasana seketika hening.

Kurasa mereka terharu karena ucapanku barusan. Lantang, menggema di dalam ruangan sederhana ini.

Rasa bangga lebih mendominasi di sini. Bagaimana tidak? Hampir satu Minggu aku tak bisa tidur nyenyak.

Akad ... oh ... akad.

“Gus?” bisik Gus Ilham dari belakang.
Aku memutar kepala ke arahnya. Mengernyitkan dahi.

“Ente kagak  nyebutin binti,” bisiknya sekali lagi.

Astaghfirullah Gus.

Bisa-bisanya aku lupa.

Seisi ruangan tertawa.

Kemudian penghulu menyela, “harap tenang, tarik nafas dan jangan gugup, Gus. Kita mulai sekali lagi.”

“Siap?” tanyanya. Kemudian kubalas dengan anggukan kepala.

Gugup menyerang tiba-tiba. Padahal lantunan pertama tidak gugup sama sekali.

Bulir-bulir keringat muncul tanpa diminta. Allahuakbar ....

Sekilas ku lirik Jingga di ujung sana. Seperti biasa, jika sudah begini. Dia hanya menatap dengan ekspresi datar. Detik berikutnya menundukkan kepalanya.

Sekali lagi semoga tidak ada hambatan.

“Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Artaya binti Muhammad Zubair dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucapku lantang.

Kuharap tidak perlu mengulang sekali lagi.

“Bagaimana para saksi, sah?”

“SAH!” sahut para saksi serentak.

Setelah akad dilangsungkan. Barulah Jingga dibawa kesampingku. Begitulah harusnya.
Dia mencium punggung tanganku dengan malu-malu dan aku menyentuh ubun-ubunnya sedikit gemetaran, kemudian membacakan doa.

Karena  di awal perjumpaan setelah akad nikah, suami disunnahkan mengucap bismillah mengusap ubun-ubun istrinya seraya berucap.

اَللَّهُمَّ إِنِي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ“

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan (diri)-nya serta kebaikan (tabiat) yang Engkau tetapkan padanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan (diri)-nya dan keburukan (tabiat) watak yang Engkau ciptakan padanya.

(H.r. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Udah segitu aja, Gus mau menyelesaikan sesuatu dulu.

Ubdate setiap Minggu, Selasa, dan Jum'at.

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang