part 8

17.5K 821 12
                                    

Setelah beberapa menit bergelut dengan pikiran sendiri. Aku memilih masuk kembali ke kamar, tidak bagus jika terlihat oleh keluarga besar. Cukup Rofiq saja yang ember yang lain jangan.

Perlahan kuputar ensel pintu dan melongok ke dalam, beruntunglah Jingga tidak ada lagi di tempat. Aku masuk sambil celingak-celinguk, seperti maling di rumah orang lain. Mengenaskan!

“Gus?”

“Iya.”

“Ngapain sembunyi-sembunyi?”

“Biar gak ketahuan sama Jingga.”

“Oh ... Jingga. Emang kenapa?”

Deg!

Aku memutar kepala, seperti ada yang janggal.
“Kyaaaa ... ngagetin, ngapain tiba-tiba berdiri di situ?” aku terperanjat kaget dan melompat dua langkah dari tempat semula berdiri.

“Nyari Gus. Lagian dari tadi hilang terus,” sahut Jingga sambil menampakkan deretan gigi putihnya.

“Ho oh.”

Aku berlalu meninggalkannya sendirian, menarik handuk dan segera melesat ke kamar mandi. Bukan gerah body tapi kali ini gerah hati.

“Gus?”

Belum sempat melangkah masuk ke dalam kamar mandi Jingga kembali buka suara.
Dia menatap heran sambil menaikkan sebelah alisnya.

Aku berbalik. Netra bulat, alis tebal, dan bawah mata sedikit menghintam, bercahaya di bawah pancaran sinar lampu temaram. Kurasa sisa make-up tadi siang belum menghilang sepenuhnya. Tubuh ini meremang, Jingga tampak seperti ... pemeran utama film horor yang sering kutonton. Uh ... merinding. Entah siapa namanya aku lupa.

Perlahan dia mendekat. Aku tidak mundur. Masih terdiam di pintu kamar mandi.

“Gus? Ini handuk Jingga. Kok mau dipakek?” dia menunjuk ke arah bahuku. Handuk pink nan manis sudah bertengger di sana.
Benci sekali aku dengan warna ini. Emang dasar wanita, sukanya kalau bukan pink ya merah.

“Emang gak boleh, lah punya istri sendiri,” jawabku santai.

“Yaudah, Gus. Sok atuh pakek!”

Wanita itu ngeloyor pergi begitu saja setelah berucap. Sepertinya ia kesal. Cuma handuk kenapa jadi marah? Aku menatap heran kepergiannya.

Setelah kepergian Jingga aku langsung masuk ke dalam kamar mandi. Begitu masuk aku langsung tertegun, bukan karena isi kamar mandi.

Pantas saja Jingga merengek, jelas saja yang ku ambil bukan handuk, melainkan kimononya.

Dengan berat hati aku melangkah keluar. Semoga saja Jingga masih di luar. Jika tidak, hilang sudah martabat Gus Zaidan.

Suasana berbeda membuatku kesusahan dalam mencari semua perlengkapan.
Aku bolak-balik mencari handuk yang entah di mana rimbanya.

Rasanya dari tadi ritual mandi tertunda terus.

“Ana bilang juga apa? Gus susah banget dibilangin.”

Jingga tiba-tiba masuk. Masih memberengut kesal.

“Ini!” Jingga menyodorkan sehelai handuk putih yang ada di tangannya. Setelah itu, aku segera beranjak meninggalkannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Banyak bicara banyak salah.

Begitu selesai mandi nyatanya wanita itu sudah tertidur pulas, mungkin kelelahan karena seharian sibuk. Sudah kuduga ini akan terjadi. Seharian tidak sempat istirahat, beruntunglah jika dia sudah duluan tertidur. Aku memilih posisi tidur di sampingnya.

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang