8

3.3K 516 40
                                        

🌡⚾🃏-

"Saya gak habis pikir sama kamu. Bisa-bisanya kamu bertahan sama lee gila itu dan bohong sama kedua anak kamu tentang ini semua."

Kacamata bulat minus bertengger pada hidung mancung kulit putih bersih milik pria dengan jas dokter. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja kerja milik suami Siyeon.

Pria dihadapannya ini teramat lancang bisa menerobos hingga terduduk di kursi kerja Jeno dan membuka beberapa folder berisi lembaran kerja Jeno yang berada di atas meja tersusun rapi. Di hadapannya, Siyeon dengan perut yang telah membucit dengan dress hitam bawahan celana bahan putih menatap benci pria tersebut.

"Kenapa kamu gak bilang yang sebenarnya?" Pria tersebut membuka suara kembali, kali ini menatap Siyeon menunggu jawaban.

Ia meraih tangan kanan Siyeon. merunduk saat merasakan benda padat kecil yang melingkari jari manis wanita cantik di hadapannya. "jelek." komentarnya.

Dengan cepat Siyeon menarik tangan kanan-nya. Menyembunyikannya dibalik tubuh.

"Galaknya.." dia terkekeh merasa lucu saat Siyeon mendelik tajam ke arahnya.

"Sejujurnya saya lelah selalu membantu kamu. Juga kalau dipikir pikir saya gak dapat untung sama sekali disini-"

"-Jangan asal bicara! Kamu dapat tubuh saya dan anakmu saya urus hingga bisa sebesar yang kamu lihat tadi!" Siyeon memotong omongan. kedua tangannya terkepal kuat.

Bulir keringat mengalir di keningnya. Tidak bisa dipungkiri jika Siyeon panik dan takut setengah mati saat mengetahui jika pria asing yang amat ia kenali ini datang menemuinya setelah lama sembunyi darinya.

"Apa saya bilang saya butuh kamu untuk urus anak saya? Walaupun kamu ibu dari J-"

"KAMU SEOLAH OLAH NGGAK IKUT CAMPUR SAAT KEJADIAN DI RUMAH SAKIT ITU!" bentak Siyeon marah.

Rasa nyeri di sekitaran pinggangnya kembali ia rasakan.

"Tenang Yeon, ingat ada calon anak kamu di dalam sini."

Pria itu melangkah mendekat, Siyeon bergerak mundur. Tapi telat saat pinggang dan tangan kirinya tertahan oleh kedua tangan pria sialan di hadapannya ini. Manik tajamnya menatap perut besar Siyeon sebelum tangan pria tersebut beranjak menyentuh perut diluar dress tersebut. Mengusapnya lembut membuat Siyeon melemparkan tatapan aneh penuh kebencian.

"Kamu selalu gak ngerti apa maksud saya ngelakuin ini ke kamu."

"Saya ngelakuin ini bukan untuk ngasih kamu kebahagian sama suami kamu. Tapi untuk kamu sadar.." usapan di perut tersebut berubah menjadi tekanan yang perlahan lahan berubah menjadi keras. Remasan di pinggang belakang Siyeon semakin mengencang membuat ia tidak bisa bergerak hanya bisa menahan rasa sakit pada perutnya.

Luar biasa menyakitkan. Apalagi saat kuku-kuku itu menekuk.

"Kalau saya mau kamu, Siyeon. Hanya saya yang pantas sama kamu." Ujarnya penuh penekanan. Seketika tekanan di perutnya mengendur, "Tapi ternyata kamu lupa dengan saya."

"Kalau saya gak bisa dapetin kamu. Saya akan beralih ngambil sesuatu yang penting di keluarga kamu. Kamu tahu apa?"

Siyeon menggeleng kaku.

Pria tersebut menyeringai, menatap remeh ke arah bola mata Siyeon.



"Kelengkapan. Saya akan ambil kamu dan bayi ini."



































"BUNDA!"

Kedua mata yang sedaritadi tertutup terbuka perlahan menyapu pandangan memfokuskan penglihatannya yang masih buram. Indra penciumannya segera tertusuk oleh aroma obat-obatan yang menyengat. Bau khas rumah sakit.

Siyeon melebarkan kedua matanya.

Melihat beberapa orang yang menungguinya di kedua sisi. Ada Jaemin, Hyunjin, Jisung dan suaminya.

Tak lama pintu terbuka menampakkan seorang dokter dengan beberapa suster yang berjalan di belakangnya.

"Mohon tunggu diluar ruangan, Terimakasih." salah satu nya meminta agar keluarganya menunggu diluar. Dan dijawab anggukan pasrah oleh Jaemin dan Jisung diikuti dengan Hyunjin.

Berbeda dengan Jeno yang masih berdiam diri di tempat.

"Pak, mohon keluar sebentar, ya."

Tidak menggubris, pandangannya tertuju pada perut Siyeon.



Hingga "Ayah!" Jaemin kembali masuk untuk menggiring Jeno agar keluar.

















🌡⚾🃏-

Setelah sampai di rumah Siyeon memutuskan untuk pergi ke kamar Jaemin dan menanyai anak sulungnya tentang kronologi mengapa ia bisa terbangun di rumah sakit karena sedari di rumah sakit Hingga sampai rumah Jeno bungkam. sama sekali tidak mengajaknya berbicara.

Dan untuk hal bercerita seperti ini, Jaemin yang memang paling pas untuk ditanyai. Karena kalau Jisung pasti dijawab malas-malasan.

"Bunda kenapa memangnya?"

"Bunda pingsan pas aku pulang. Untungnya ada Hyunjin bisa nganterin sampai rumah sakit. Sampai rumah sakit aku kabari ayah sama Jisung. Pas datang muka ayah merah habis nangis. Habis dibolehin lihat bunda, ayah nangis sambil cium-cium tangan bunda. Aku ngintip dari luar ruang." cerita Jaemin.

Wajahnya terhalang oleh buku novel tebal yang ia baca sejak pulang tadi. Kata Jisung oleh-oleh dari chenle.

"Ayah nangis?"

"Iya. Ayah nangis. hidung merah kaya badut." jawab Jaemin sambil menguap ia menutup buku novelnya menatap Siyeon.

"Eh? Kamu juga nangis?!" Tanya Siyeon saat melihat kedua mata Jaemin yang memerah dan hidung mungilnya berwarna merah muda.

Jaemin menggeleng cepat, "Enggak."

"Aku capek bun habis seharian pergi sama Hyunjin. Ini juga mampet idung gara-gara kecapekan." Jelasnya memencet hidungnya kesal.

Siyeon angguk paham.

"Ya udah, kamu tidur. Bunda mau ke kamar Jisung, udah lama gak nyamperin adek kamu." Ucap Siyeon beranjak bangun dari tepi kasur. Ia melangkah keluar dari kamar jaemin.

"Selamat malam sayang, bunda sayang kamu."

"Iya, aku juga."

Suara pintu kamar tertutup.

Jaemin bernafas lega berhasil mengontrol suaranya agak tidak bergetar.

Ia memejamkan kedua matanya. memasuki alam mimpi.






Sudah cukup menangisi ayahnya di rumah sakit seharian tadi. Ia lelah.









🌡⚾🃏
-training wheels-

vote dan komen kalau mau lanjut
trims!

training wheels ft.nominWhere stories live. Discover now