13

2.3K 294 124
                                        

🌡⚾🃏-

Itu terasa amat nyata. Benar-benar nyata.

Adegan mengerikan yang terjadi di kamar mandi nya. Bersama dengan Ayahnya. Jaemin benar-benar merasa kalau hal itu terjadi. Melihat tubuhnya yang kini telah terbalut pakaian dan berada di dalam ruang kamar, diatas ranjang miliknya, membuatnya semakin berdebar. Rasa takut menggerogotinya. Ia perlahan duduk mencoba untuk menenangkan otaknya dari pikiran buruk yang berdatangan. Namun rasa ketakutan dan cemasnya semakin menjadi ketika dirasa bagian pinggang hingga kebawah nya terada nyeri dan pegal.

'Ini beneran?'

Ia bertanya-tanya pada diri sendiri. Air mata mulai turun mengalir dari kedua mata cantiknya, membasahi bulu mata panjangnya. Netra nya tertuju pada pintu kamarnya. Ditutup rapat. Kunci nya ada disana seperti biasa. Dengan cepat ia menggeret tungkai kakinya yang terasa nyeri mendekati daun pintu kamarnya. Tangannya yang setengah gemetar berusaha mengunci.

Samar ia mendengar suara bising dari luar kamarnya. Pikirannya terlalu kacau untuk dapat membedakan apakah itu suara dari sekedar televisi atau adiknya yang sudah pulang. Ia berpikir bagaimana jika dia pergi keluar kamar dan dan mendekati sang adik? Tapi bagaimana jika yang terjadi adalah ternyata suara itu berasal dari televisi dan adiknya belum pulang?

Melainkan hanya ada Ayahnya disana, tengah menonton televisi sambil duduk di sofa seperti keadaan terakhir yang ia ingat.

Memikirkannya saja sudah membuat air matanya semakin deras.

Tubuhnya merosot jatuh, tidak sempat kembali ke ranjangnya. Duduk di permukaan lantai kamarnya yang dingin. Jaemin menangis, memikirkan hal buruk yang terjadi pada dirinya. Ingatannya tidak terlalu mengingat jelas, namun ia merasa Jeno jelas melakukan itu.

Dia yakin.

Ponsel nya tidak ada disini, dia tidak bisa menghubungi siapapun. Jaemin sadar ia sendirian, ketakutannya bertambah. Wajahnya memerah karena tangisan yang ditahan supaya tidak timbul isakan sedikit pun. Ia membutuhkan seseorang, untuk menenangkannya dari rasa takut ini. Ia tidak ingin sendirian tenggelam dalam rasa takut ini.

Mengingat seseorang yang biasa menemaninya dan menghapus rasa takutnya hanya membuat tangis Jaemin semakin menjadi.

Yang biasa menenangkannya adalah yang ditakutinya sekarang.

🌡⚾🃏-

Jaemin. Jaemin. Jaemin.

Kepalanya terasa pusing saat telinga nya sayup-sayup mendengar nama nya dipanggil. Kedua matanya yang terpejam perlahan terbuka, menyesuaikan pandangan.

Ah, kelihatannya ia menangis hingga terlelap begitu saja di lantai kamarnya dengan tubuh yang bersandar pada pintu nya. Ia beranjak bangun, membiarkan rasa pegal di sekujur tubuhnya ketika menyadari pemilik suara yang memanggilnya.

Ia hendak memutar kunci pintunya, namun berhenti sebentar untuk memastikan pemilik suara yang memanggilnya.

"Jaemin.."

Suara Siyeon. Bunda nya telah pulang entah dari kapan. Dengan perasaan lega ia membuka kuncian pintu dan memutar knop pintu nya. Disana Siyeon dengan wajah bete nya berdecak.

"Kamu bunda panggil berkali-kali gak nyahut. Masa gak denger sih?"

Sang Bunda menyelonong masuk ke kamarnya, membuat Jaemin tersadar kalau wanita itu sedaritadi membawa keranjang berisi pakaian yang telah bersih dan terlipat rapi. Siyeon mulai mengoceh bertanya mengapa Jaemin tidak merapikan sendiri pakaian yang telah dicuci. Yang diocehi tidak mendengarkan. Melainkan menoleh ke arah pintu, buru-buru ia menutup kembali pintu kamarnya.

training wheels ft.nominWhere stories live. Discover now