NwPpi11

4.4K 538 33
                                    

Maklumkan typo krn gak aku edit lagi..

.
.

Buka pintu.

Masuk kamar.

Tutup pintu.

Nyentuh pipi kiri.

Senyum kek orang gila.

Bahkan masih di gerbang tadi, Jimin tak melunturkan senyumnya sambil memegang dada tempat jantungnya berada. Semua rasanya seperti mimpi.

Mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar tanpa dia sadari, nama sang mami yang terterah. Awalnya dia sedikit mendapatkan jumpscare, mengingat maminya menelpon di waktu yang rasanya tidak pas.

Apalagi saat dia tengah memikirkan kecupan bibir tipis sang papi. Andai saja di bibir, pasti sudah Jimin lumat dan gigit tadi. Eh!

Bukan telepon suara! Tapi panggilan video.

Begitu ikon hijau dia tekan, terpampang dengan jelas wajah cantik sang mami yang terlihat sedang berada di sebuah cafe. Melihat senyum sang mami, ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya.

Yang cukup aneh dalam diri Jimin adalah dia merasa bersalah pada maminya karena menyukai papi Jeon, tapi tidak merasa bersalah sama sekali pada sang mami atas semua kenakalan dan kebohongan yang dia lakukan.

"baby boynya mami lagi suka seseorang ya?"

Tentu Jimin terkejut. Bagaimana bisa maminya membuka percakapan dengan kalimat demikian? Apa jangan-jangan tadi Jimin sempat melamun dan mengatakan bahwa dia tengah dirasuk bunga-bunga kasmaran? Tapi perasaan baru beberapa detik yang lalu dia mengangkat panggilan video tersebut.

"kok mami nanya kek gitu? Bukannya nanyain kabar.." Jimin pasang muka datar, heran sama maminya yang justru tertawa di seberang sana.

Apanya yang lucu?

"kan udah liat lewat vidcall, kamu baik-baik aja.. Lagian mami percaya kok baby boynya mami dapat dipercaya bisa bertanggung-jawab sama diri sendiri.."

Nah!
Rasanya seperti dicubit kuat dirinya.
Oh ayolah~ Jimin merasa semakin berdosa karena telah kurang ajar pada mami sendiri.

Apa setelah ini dia bakal dikutuk? Kek video yang dia lihat di instagram itu.. Video komedi isinya sang anak dikutuk jadi ikan pari.
Kam gak lucu kalau benar terjadi. Masa iya Jimin jalan-jalan, eh kedua tangannya ada modelan sayap kek kelelawar gitu. Kenapa gak sekalian aja dikutuk jadi batman? Biar lebih keren.

"kamu jawab dulu.. Lagi suka seseorang kan?"

Mendadak maminya jadi cenayang kek gitu. Apa selain kerja, di sana maminya ikut bimbinga belajar dukun-dukunan? Masa iya tiba-tiba nanyain kek begitu.

"i-iya." eh tapi Jimin ngaku juga.

"woah.." tampak di layar ponsel, sang mami menunjuka senyum sambil bertepuk tangan. Manis banget, Jimin gak bohong. Kalau saja buka mami yang keluarin Jimin dari lobangnya, udah lama Jimin sikat. Maminya tuh cantiknya gak nahan. "baby boy mami udah gede sekarang.. Maaf yah mami jadi kurang mantau perkembangan kamu.."

Jimim tersenyum hangat. "gak apa-apa mi.. Lihat mami sehat dan bahagia aja, Jimin rasa sudah cukup."

Satu hal yang pasti, senyum Jimin menurun dari maminya sendiri. Sangat manis, apalagi ditambah pelengkap mata sipit yang otomatis tertutup kalau tertawa ataupun senyum.

"yasudah sayang, mami tutup dulu yah.. Klien mami udah sampai.. Di sana sudah malam kan? Kamu tidur, jangan begadang apalagi keluar rumah"

Langsung ditutup teleponnya tanpa menunggu balasan dari Jimin lagi. Sebenarnya pengen marah dan ngambek. Tapi yah sudahlah.. Mau gimana lagi? Yang penting maminya sehat, uang ngalir, dan bohongnya Jimin tidak ketahuan.

Baru saja mau dimasukan kembali ke saku celana, ponselnya bergetar lagi. Kali ini dari penelpon yang berbeda, bukan lagi maminya. Ini dari Jihoon.

Jimin angkat sambil membaringkan tubuh di atas kasur empuknya. "hm?"

"Taeyong nantang lu malam ini!"

Mata yang baru saja akan menutup tiba-tiba terbuka dan refleks tubuhnya terduduk di atas kasur begitu mendengar satu nama yang sudah lama tidak ada kabarnya lagi.

"Taeyong?"

"iya Jim. Dia barusan nelpon gue, terus katanya pen nantang lu.."

Jimin menghendikan bahu. "gak ah, males. Lagian balapan tanpa taruhan atau dasar minimal, gak ada asiknya." ucap Jimin seolah lupa dengan tekatnya buat ninggalin dunia liar.

Sejenak Jihoon diam. "tapi Jim,"

Mendadak mulai deg-degan. Jimin tahu dengan berubahnya nada bicara Jihoon yang serius, itu sudah menjadi tanda tanya besar. "kenapa?"

"dia suka papi Jeon!"

What the--!?

Tidak bisa dibiarkan!

•••••

Balapan telah berlangsung sedari tadi!

Bunyi riuh antara suara penonton dan knalpot motor saling beradu siapa yang paling kuat.

Dan tak akan pernah jauh dari ekspetasi siapa pemenangnya. Balapan yang hanya berlangsung selama 15 menit itu kini telah selesai, dan yang pasti Jimin pemenangnya.

Menampakan wajah bangga sekaligus sombongnya, Jimin lupa dengan tekad yang telah dia buat untuk dilaksanakan. Lupa juga sekarang jam sudah menunjukan pukul berapa.

Tapi mau bagaimana lagi? Begitu mendengar nama papinya, Jimin tanpa berpikir dua kali langsung mengambil kunci motor dan jaketnya, lalu menuju ke sirkuit ilegal balapan liar.

Dan naluri seorang lelaki dengan umur yang masih muda juga tidak bisa disalahkan. Sebesar apapun dia berusaha untuk menjadi lebih dewasa dalam bertindak, nyatanya Jimin belum bisa berpikir panjang tentang apa yang akan dia lakukan.

Hanya dengan embel-embel Taeyong suka papi Jeon, Jimin tak berpikir dua kali lagi dan langsung setuju.

Seakan lupa dengan kelicikan lawan balapannya itu.

Jimin mendekati arah Taeyong saat ini yang nampak kesal karena kekalahan.

"katanya lo suka papi gue ya?" tanya Jimin dengan smirk di wajahnya, lalu kedua tangan yang dilipat di depan dada.

Jihoon juga berdiri di samping Jimin, terlihat seperti babu yang sedang menemani tuannya. Dia juga mau-maunya disuruh Jimin ini dan itu.

Taeyong hanya menatap Jimin datar sambil tetap duduk di atas motor.

Jimin mengangguk-anggukan kepalanya dan membuat pose berpikir lagi, lalu mendekatkan bibir ke telinga sang lawan balapan. "kalahkan dulu pesona Park Jimin baru lo bisa berani naksir papi gue!"

Di luar dugaan, di saat Jimin masih dengan bangganya menyombongkan diri, justru dipukul telak dengan satu smirk yang tercipta di bibir Taeyong.

"lo yakin?"

Jimin mengerutkan dahinya. Pikirannya mulai kembali sadar akan satu hal, kelicikan Taeyong tiada duanya.

"lo yakin gue benar-benar kalah malam ini?" lanjutnya yang mana membuat Jimin semakin dirundung pertanyaan besar.

Ingin rasanya Jimin melayangkan tonjokan ke wajah songong anak itu. Bukan ingin lagi! Tapi dia telah mengambil ancang-ancang untuk memukul Taeyong, namun terhenti karena anak itu kembali bersuara.

"arah jarum jam angka 6!"

Hah? Apa katanya? Arah jarum jam angka 6?

Bodohnya Jimin mengikuti perintah.

Papi.

Papi Jeon.

Sialan!

Jimin yakin Taeyong sengaja mengajaknya balapan agar semua ini terjadi. Jimin jadi ingat obrolan tadi siang jika papinya akan mengecek proyek baru. Dan kelar hidupnya. Dua kali terciduk melakukan kenakalan.

'mampus!' batin Jimin.

•••

To Be Continued..

ɴᴇᴡ ᴘᴀᴘɪ (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang