Double up ⇧
Typo!
•Jimin masih mempertanyakan semuanya.
Kenapa?
Apa?
Bagaimana?Beribu pertanyaan hinggap dalam benaknya, tak sedikit yang berhasil membuat dia ingin sekali mencurahkan air mata sekarang juga lalu berteriak meluapkan kekesalan yang mendalam.
Bukan hanya sebatas kekesalan!
Tapi luapan emosi dan rasa kecewa yang sarat akan kepedihan dan diwujudkan dalam bentuk air mata.Setelah pertemuan singkatnya tadi dengan pamab Kim, Jimin tak menutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Dia mendatangi makam sang papi sambil menangis terseduh. Bukan menangisi karena kesedihan akan kehilangan! Tapi menangis karena sarat akan ribuan jarum penancap kekecewaan mendalam.
Memang hanyalah sebuah pertemuan singkat.
Namun bahasannya mampu membuat Jimin seolah terbang kembali ke masa lalu, menjelajahi semua yang dia lewatkan dengan meratapi tangis.Wanita itu!
Begitu mendengar kenyataan jika jalang itu lah yang membunuh papinya, terbesit amarah yang tetamat hebat dalam diri Jimin.
Sedikitnya dia bersyukur karena wanita itu belum mengikat papinya dalam sebuah sumpah janji pernikahan yang kudus.20.30 kau kembali ke rumah!
Jimin masih ingat satu kalimat terakhir yang diucapkan maminya sebelum wanita gila itu memilih keluar dari menghilang dari pandangan Jimin saat di kamar Jihoon tadi siang.
Tapi pikiran Jimin sedang melayang entah kemana jadi tidak menuruti perintah si rubah licik dan jahat itu.
Ada chip di dalam tubuhnya.
Kesannya seperti dirinya bukan manusia, melainkan sebuah barang teknologi yang dikendalikan.Jam sekarang sudah menunjukan pukul 20.49 ketika Jimin menunggangi kuda besinya melintasi dan membelah jalanan Seoul yang masih cukup ramai.
Bukan alkohol yang dia cari, bukan juga narkotik yang menjadi pelampiasan. Tetapi papinya! Entah kenapa tiba-tiba Jimin ingin memeluk lelaki yang sialnya sudah berhasil merebut hatinya.Melewati sebuah jalan yang tampak sunyi, ada halte tempat pemberhentian bus, ada juga lampu jalan yang tersebar di sepanjang jalanan. Tapi entah kenapa Jimin rasa jika jalanan yang akan dia lewati saat ini terasa mencekam, terbukti saat bulu kuduknya berdiri satu persatu.
Remasannya pada pedal gas menjadi semakin mengerat seiring dengan keringat yang tanpa perintah sedikit pun jatuh satu-persatu.
Ada yang sedikit menjanggal penglihatannya.
Dalam jarak yang kurang dari 20 meter, sebuah motor tergeletak setengah hancur di jalanan bersama pengemudinya yang tampak terluka cukup parah.
Memakirkan motor, lantas Jimin berlari menuju objek tersebut.
Jalanan teramat sepi, apalagi ketika lampu jalanan mulai berkedip-kedip mati-hidup tak beraturan. Menelan air liurnya saja rasanya Jimim harus berupaya sekeras mungkin karena suasana mencekam yang tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata.
Jimin memelankan langkahnya ketika dia hampir berpijak tepat di samping sebuah helm yang tergeletak pasrah di jalanan. Helm bernuansa hitam jangan lupakan retakan yang besar juga kaca helm tersebut yang hancur tak bersisa.
Jimin yakin jika ini adalah kecelakaan yang hebat.
Melihat bagaimana tiga objek itu; pengemudi, motor, dan helm yang tergeletak dengan jarak yang cukup jauh, Jimin menduga jika kecelakaan ini memang tak bisa dipandang sebelah mata.Bahkan jejak gesekan antara bada motor dan jalanan tampak sangat jelas dengan jarak yang hampir mendekati 25 meter.
Yang Jimin pertanyakan sekarang adalah kenapa tidak ada yang membantu sama sekali? Memang jalur jalanan tempat terjadinya kecelakaan ini terbilang sangat sunyi dan menyeramkan. Tapu di seberang sana, jalanan dengan jalur berlawanan tampak ada beberapa kendaraan roda dua maupun empat yang lalu lalang.
Memang Jimin akui jika pembatas antar dua jalur tersebut cukup jauh. Tapi apakah kecelakaan ini tak nampak sama sekali di penglihatan mereka?
Bahkan Jimin bisa menebak jika kecelakaan ini belum tersentuh sama sekali.
Kakinya melangkah pelan menuju pengemudi yang Jimin tak tahu keadaannya sekarang. Bisa jadi masih bernafas namun sekarat, bisa jadi juga sudah mati dengan keadaan tubuh yang di luar akal sama sekali.
Tapi melihat pakaian yang masih utuh meski ada bercak darah di beberapa tempat, Jimin yakin sekali jika orang itu masih hidup.
Hah?
Apa?
Apa karena kejadian tadi di cafe sehingga pikiran Jimin melayang-layang seperti orang tidak waras?
Tidak!
Jimin yakin dirinya masih waras meski dengan kenyataan yang memukulnya bertubi-tubi.
Tapi.. matanya tidak katarak sama sekali.
Juga tidak sedang bermimpi!
Karena yang Jimin temui setelah mengikis jarak antara dirinya dan pengemudi itu adalah Jeon Jungkook.
Jimin yakin jika ini si Jungkook kurang ajar itu. Karena tidak mungkin jika itu papinya!
Kan sedang berada di Jepang.Lagipula, papinya bukanlah sosok urakan seperti si Jeon Jungkook ini.
Wajahnya terdapat banyak bercak darah, jangan lupakan kepala yang tak berhenti mengeluarkan darah.
Jimin bahkan mematung di tempatnya berpijak lalu mulai terisak.
"ti-tidak!" kepalanya menggeleng kuat seraya mendekati lelaki itu lalu mengguncangnya dengan kuat. "bangun! Jungkook bangun!"
Sangat percuma!
Bahkan justru darah semakin banyak keluar ketika Jimin mengguncang tubuh kekar itu.Tangannya gemetar bahkan untuk sekedar mengusap keringat yang berjatuhan tanpa henti. Giginya jadi pelampiasan akan ketakutannya saat ini. Masa bodoh dengan suasana menyeramkan yang terasa mencekam.
Jimin tak dapat membayangkan keadaan Jungkook saat ini.Apa dia masih hidup?
Itu satu-satunya pertanyaan yang terbesit dalam benaknya.
"tolong!!" teriak Jimin ketika mendapati sebuah mobil berhenti tepat di depannya.
Dengan segera, Jimin berlari ke arah mobil tersebut, mengetuk kaca mobik dengan tidak sabaran dan terisak seraya menggumamkan kata tolong berulang kali.
Paman Kim ternyata pemilik mobil tersebut. "Jimin? Ada apa?" lelaki itu sedikit berlari ke arah Jimin sebelum menariknya dalam sebuah dekapan pelukan seraya menggumamkan kata-kata penenang.
Jimin terisak, membiarkan dada lelaki itu basah karena air matanya. "paman, to-tolong.."
Tubuhnya dijauhkan dan membuat dua buah tatapan itu saling beradu. "kenapa? Apa yang terjadi?"
Tubuh Jimin bergetar hebat sebelum jatuh terduduk di jalanan. "tolong teman Jimin, paman. Dia kecelakaan.." gumamnya sambil menenggelamkan wajah di lutut dan tetap terisak.
Jimin merasakan sentuhan hangat pada kedua sisi pundaknya namun tak cukup untuk membuatnya mendongakan wajah.
"siapa yang kecelakaan? Di mana?"
Isakannya seketika terhenti dan Jimin langsung menatap tak percaya ke arah paman Kim. "jangan becanda paman! Itu temanku lagi sekara--" kalimatnya terhenti ketika membalikan badan, namun yang menyapa matanya adalah kosong.
Tak ada apa-apa!
Tak ada Jungkook yang tampak sekarat!
Tak motor yang setengah hancur!
Tak ada helm yang kacanya retak bahkan tak bersisa!
Tak ada tanda gesekan antara badan motor dan jalanan!
Tak ada darah!"apa mungkin yang kamu maksudkan adalah kecelakan hebat sebuah sepeda motor?" tanya Namjoon meski tak mendapar respon dari Jimin karena lelaki mungil itu tampak masih terkejut. "itu memang ada, namun kejadiannya bukan malam ini. Dan pengemudi itu sedang koma di rumah sakit.."
•••••
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴᴇᴡ ᴘᴀᴘɪ (✓)
FanfictionJimin dapat papi baru di ulang tahunnya.. © sLMyyy, October 2019