Udara pagi Seoul benar-benar membuatku malas beranjak dari tempat tidur. Terlebih, sejak semalam hujan meluncur dengan derasnya dan aku tertawa di tengah-tengahnya. Hujan kali ini berbeda. Bukan titik air yang menghampiri bumi, melainkan titik-titik putih yang lembut. Salju.
"Annyeonghaseyo."
Suara bapak berambut tebal dan agak panjang itu membangunkan hibernasiku. Dia adalah Pak Yoon, satu di antara beberapa dosen terbaik di kampusku. Ya, dia memang mengajar dengan cukup baik pun disiplin. Terlalu disiplin, malah. Sampai-sampai merepotkan siapa saja yang tidak berteman baik dengan hal itu. Aku, salah satunya.
"Tolong nyalakan pendingin ruangan."
Hal lain darinya yang tak masuk di akalku. Di tengah-tengah salju yang turun dengan derasnya, di kisaran suhu yang mencapai angka 1, dia, dengan teganya, meminta kami untuk menyalakan pendingin ruangan. Tolong kasihani kami, para manusia yang tidak terbiasa dengan hawa dingin ini. Terkhusus aku, yang entah mengapa tidak bisa menahan rasa dingin di tubuhku. Bulu kudukku berdiri, tubuhku menggigil, dan aku harus tahan bolah-balik toilet. Ibuku bilang, beser, namanya.
Aku mengangkat tangan, meminta izin untuk pergi ke toilet. Kemudian segera berbalik menuju pintu belakang kelas.
"Saya baru saja masuk, dan Anda ingin segera keluar. Baiklah..."
Eh? Aku membalikkan badanku, menghadap Pak Yoon. Dia menatapku sekilas kemudian menghela napas.
"Cepat!"
°°°
Aku berjalan melewati lorong, menuju ke kelas. Tak jauh dari kelas, aku mendengar suara lelaki dengan nada keras. Aku semakin mempercepat langkahku. Firasat tak baik menghampiriku. Ternyata suara itu berasal dari kelasku. Itu suara Pak Yoon.
Di sela-sela suaranya, aku mendengar suara lain. Suara itu semakin lama semakin kencang. Aku melihat dari balik jendela. Semua mata tertuju pada kursi yang tadi kutempati. Kursiku? Suara itu...
Sejurus kilat kumasuki ruang kelas, kuambil tas, dan segera kumatikan ponselku. Sepersekian detik setelahnya, arwahku serasa melayang.
°°°
Kreeek...
Kututup pintu kelasku dari luar. Aku diusir. Kurutuki diriku sendiri. Ya, memang salahku. Aku lupa mengubah mode ponselku menjadi mode getar. Tapi tunggu, siapa sih yang menelepon ditengah-tengah kelas?
Kuaktifkan kembali ponselku, lalu ia kembali berdering. Nama yang tertera di sana benar-benar membuatku semakin naik pitam.
"Oh jadi lo yang ngerusak pagi gua!"
"Eh, apaan sih?"
"Lo bisa gak sih, gak muncul di saat yang gak tepat?"
"Enggak. Eh, enggak, kenapa sih? Baru ditelpon langsung marah-marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Éros: The Magical Blue
Fanfiction"Bbibbidi Bbobbidi Boo" Kau percaya kesaktian mantra itu? Karena aku iya. Sebelum pemantra meracuni keajaibanku...