8 : Dans la Rue

19 2 0
                                    

Dalam satu menit, berapa kali jantungmu berdetak? Dalam satu menit, berapa kali kau menghela napas? Dalam satu menit, berapa kali matamu berkedip? Pernahkah kau menyadarinya? Atau pernahkah kau menghitungnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam satu menit, berapa kali jantungmu berdetak? Dalam satu menit, berapa kali kau menghela napas? Dalam satu menit, berapa kali matamu berkedip? Pernahkah kau menyadarinya? Atau pernahkah kau menghitungnya?

120 detak, 2 helaan, dan tanpa kedipan.

Aku tidak bermaksud untuk menghitungya. Pun tidak bermaksud untuk memerhatikannya. Aku hanya menyadarinya. Tanpa sengaja. Aku bisa merasakan tegangan darah yang mengalir di dalam tubuhku. Aku bisa mendengar detak jantungku yang kian memacu. Aku bahkan bisa mendengar dengan jelas hembusan napasnya yang pelan, meski aku tak melihatnya.

Arrgh! Keheningan ini membunuhku.

"Hara-ssi?"

Ya. Itu dia.

"Nn.. nn.. ne?"

Aku memutar kepalaku, menghadapnya.

"Ada apa?"

"Eung?"

"Kamu diam saja."

"Hmm.."

"Ah, maaf. Pasti karena aku juga diam." Dia tersenyum simpul. Sementara aku lagi-lagi terdiam. Tak tahu harus apa. Aku kembali memutar kepalaku. Mengalihkan pandanganku ke jalan di luar jendela.

Ya, saat ini aku sedang berada di sebuah mobil mewah yang suara mesinnya tak pernah terdengar, menuju tempat antah berantah yang tak kuketahui, bersama seorang lelaki yang tak pernah kusangka akan duduk di balik kemudi, di sampingku.

"Ada apa di luar sana? Apa ada yang lebih menarik dariku?"

Eh?

Aku kembali menoleh. Mataku menangkap manik matanya yang balik menatapku. Dia tersenyum lagi. Sumpah demi apapun, ini tak baik untukku. Tidak untuk jantungku, aliran darahku, otakku, maupun kadar gula di tubuhku.

"10 menit perjalanan sudah berlalu, tapi kamu hanya menatap luar. Ah, aku kecewa."

"Aa.. aku.. Aku tak tahu. Aku tak tau harus apa."

"Masih menganggap ini mimpi?"

Aku terdiam. Bagaimana aku bisa menganggap ini nyata. Ini tidak nyata. Terlalu indah untuk menjadi sebuah kenyataan.

"Sepertinya benar. Kamu masih belum sadar, kalau aku benar-benar nyata."

"Eung.. Sebenarnya kita mau kemana?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Entah." Dia menjawab santai.

"Eh?"

"Aku serius." Dia tertawa kecil. "Aku tidak tahu mau kemana. Aku tidak tahu tempat apa yang mungkin akan kamu suka atau tempat apa yang cocok untuk saat seperti ini."

Ini memang terlalu tak terduga.

"Eung.. Mungkin kita bisa..." aku berhenti berbicara, terkejut dengan suara lain yang keluar dari tubuhku. Tepatnya, keluar dari perutku.

Éros: The Magical BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang