Keping Tiga *

5.9K 175 0
                                    

Luck membantu Indry mengangkat travel bagnya menuju rumah.

Tak ada yang lebih menyenangkan selain rumah setelah beberapa pekerjaan dan serangkaian perjalanannya selama ini.

Namun tidak untuk saat ini. Laki-laki itu tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Posisinya membuatnya sulit untuk mengambil langkah.

Luck sebenarnya merasa tak yakin dengan keputusannya membiarkan gadis itu tinggal di rumahnya.

Namun untuk saat ini hanya itu yang bisa dilakukannya.

Semakin cepat Indry tahu akan lebih baik. Setidaknya gadis itu tak perlu terus-menerus memupuk harapan kosong akan hubungannya dengan Dylan.

"Kau bisa memakai kamar ini sementara." ujar Luck seraya membuka salah satu pintu kamar yang berderet di lantai dua.

"Terima kasih Oom, aku janji hanya beberapa hari saja ...." sahutnya sungkan.

"Selanjutnya aku akan mencari kontrakan setelah aku resmi bekerja." lanjutnya tulus.

"Terserah kau saja, sekarang istirahatlah dulu, aku yakin kau pasti cape." perintah Luck kemudian.

Setelahnya, Luck pamit dan berbalik menuju kamarnya di ujung dekat tangga.

Luck menghentikan langkahnya, seraya memejamkan matanya sejenak.

'Bagaimana aku bisa mengatakan pada gadis setulus kamu, Dry ...,"

"Kau terlalu baik, aku yakin Dylan akan menyesal suatu hari nanti." batinnya lelah.

"Oom." panggil Indry membuat laki laki itu urung memutar gagang pintu kamarnya.

"Ya." sahut Luck menoleh melalui bahunya.

"Terima kasih sudah membantuku ... uhmm, tanpa bantuan Oom tak mungkin semudah ini aku menemukan tempat tinggal Dylan." ucap Indry terbalut senyum tulus.

"Sama sama." sahut Luck datar.

_

Luck menghempaskan tubuhnya keranjang king sizenya setelah melempar ranselnya begitu saja.

Pikirannya masih diliputi rasa kesal pada Dylan.

Tanpa menunggu lagi diraihnya smartphone di saku celana kemudian menghubungi bocah tengil itu.

Dylan mengangkat panggilan Luck tepat di deringan kedua.

Luck sontak menjauhkan ponselnya ketika suara dentuman musik keras menyapa telinganya.

"Hallo uncle." suara Dylan dari seberang.

"Kau di mana?" tanyanya dingin.

"Aku di Zero Club, Uncle ... Ada apa?" tanya laki laki itu was-was.

"Sialan! Ini masih siang Dylan!" umpatnya kesal.

"Client yang memintaku menemuinya di tempat ini, uncle ... Percayalah." belanya dari ujung telfon.

"Oke, jangan berbuat macam-macam, boy!"

"Kutunggu kau nanti malam, ada yang ingin kubicarakan!" tegas Luck sebelum memutus sambungan.

Sebuah decakan sempat tertangkap pendengarannya namun laki-laki itu menghiraukannya.

Luck membuang napasnya keras untuk kesekian kalinya. Perasaan sesak seakan menghimpitnya.

Senyum tulus Indry menyeruak di antara pikirannya yang diliputi kegalauan.

Secara refleks naluri melindunginya kembali muncul di permukaan.

UNCLE LUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang