Keping Delapan *

4.1K 163 7
                                    


Indry tersenyum puas mengamati hasil karyanya yang terpajang pada sebuah manequin.

Sebuah gaun malam warna lilac model kemben, dengan cutting mairmaid menjadi konsepnya untuk season ini.

Gadis itu kembali me-melengkungkan bibirnya mengingat acara mereka malam ini.

Makan malam bersama keluarga besar Hanggono, merayakan keberhasilan Dylan sekaligus perpisahan Velinna.

Ya, sahabat ceriwisnya itu akan meninggalkan Indonesia untuk beberapa lama.

Sebuah pekerjaan telah menantinya di negeri pusat mode dunia sana.

Indry melirik sekilas arloji di pergelangannya. Masih satu jam lagi jam ngantornya usai.

Luck akan menjemputnya saat jam pulang nanti. Kebetulan hari ini laki-laki itu tengah melakukan pemotretan di daerah bogor.

Indry bergegas meninggalkan ruangannya menuju lobby.

Dia akan menunggunya di sana sehingga Luck tak harus menunggunya turun.

Masih ada waktu lima belas menit lagi.

Bu Mutia sudah lebih dulu meninggalkan ruangan karena harus mempersiapkan acara perpisahan Velinna nanti malam.

Indry mendaratkan pantatku di sofa seberang counter resepsionis.

Dari tempat ini lebih mudah untuknya memandang keluar gedung. Sehingga begitu Luck datang, dia akan segera menghampirinya.

Satu jam berlalu, belum ada tanda-tanda kemunculan Luck. Ponselnya juga tidak aktif sejak beberapa jam yang lalu.

Indry mulai gelisah memikirkan keselamatan Luck. Karena nyaris dua setengah jam Indry menunggu, Luck tetap tak kunjung datang.

"Mbak Indry! Tumben belum pulang?" tegur security shift bernama Juned.

"Iya nih Jun, masih nungguin Oom Luck." sahutnya tersenyum, meskipun senyum itu tak sampai di matanya.

"Loh? Memangnya mbak Indry tidak tahu?" tanya Juned nyaris teriak.

"Apaan sih, Jun? Biasa aja sih ngomongnya." sahut Indry

"Kan pemotretan dipercepat mbak, soalnya ada model baru yang pingsan." ujar Juned polos.

Indry sedikit terlonjak, perasaannya berubah tak karuan mendengar istilah Juned menyebut Kaemitha.

"Yang bener kamu, Jun?" tanya Indry mulai tak sabar.

"Ya tahu, orang tadi saya Wasap-an sama si Ujang," sahutnya menyebutkan salah satu Driver perusahaan,

"Malahan nih mba, denger-denger si Oom, tadi yang bawa si model ke rumah sakit." lanjutnya mencebik.

Di kalangan perusahaan memang Luck lebih dikenal dengan panggilan 'Oom'.

Jantung Indry bagai dihujam ribuan jarum, dia sudah tak sanggup lagi mendengarkan penuturan Juned.

Hatinya benar benar sakit. Air mata mulai menggenang di pelupuk mengaburkan pandangannya.

Dengan langkah gontai gadis itu melangkah keluar kantor, meninggalkan Juned yang menatapnya bingung.

Indry menangis sepanjang jalan.

Ini sangat menyakitkan. Semua ucapan dan kata maaf yang Luck ucapkan bohong belaka.

Ternyata Kaemitha tetap menempati ruang tersendiri dalam hatinya.

Kenyataan itu telah membuka lebar matanya untuk tidak menggantungkan harapan apapun pada laki-laki itu.

__



Luck memarkir mobilnya kemudian bergegas mencari Indry.

Dia tahu ini sudah sangat terlambat dari jam yang dijanjikannya.

Tapi Luck merasa yakin Indry pasti menunggunya. Mengingat dia tadi berpesan agar Indry tidak pergi sebelum dia menjemputnya.

Di pintu masuk lobby Luck berpapasan dengan Juned yang tengah berjaga.

"Oom, Oom! Mau jemput mbak Indry ya?" serunya ramah.

"Iya Jun, memangnya dia belum turun?" sahutnya cepat.

"Tadi sih nunggu di sini Oom ... tapi barusan  pergi tuh!"

Baru aja beberapa menit yang lalu." ujar Juned mengendikkan bahu.

"Oke thank's Jun, duluan ya ... buru-buru nih!" pamit Luck menepuk bahu Juned.

Laki laki itu segera melesat menyusul Indry.

UNCLE LUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang