Keping Sepuluh *

3.9K 151 4
                                    

Indry duduk di ruang tunggu bandara dengan Dylan di sampingnya.

Dua jam lagi jam keberangkatannya akan tiba namun seseorang yang sangat diharapkannya tak kunjung datang.

Mustahil bukan jika Luck sama sekali tidak tahu dengan rencananya ini? Mereka bekerja di lantai yang sama meskipun pada divisi yang berbeda.

Lagipula Dylan bilang dia pernah menyinggung ini meskipun Luck tak meresponnya.

Sesekali dia menengok kebelakang dan hanya kecewa yang didapatnya.

Indry menghela napas lelah. Untuk apa dia mengharapkan Luck lagi? Bukankah dia sendiri yang menginginkan ini? Pikir Indry sedih.

"Urungkan niatmu jika kau tak yakin." ujar Dylan melihat kegelisahan Indry.

Indry menatapnya sekilas, "nggak Dylan, aku akan tetap pergi ...."

"Hanya dengan begini aku akan bisa melupakannya." ucapnya tertunduk.

Dylan memegang kedua bahu Indry agar gadis itu menghadapnya.

Laki-laki itu menatapnya iba. Indry sudah banyak kehilangan senyumnya akhir-akhir ini.

"Tapi itu menyakiti kalian, Dry ... Oh ayolah, jangan keras kepala." bujuk Dylan.

Indry menggeleng, "aku akan baik-baik saja, percayalah!" ucapnya parau.

Air mata yang sedari tadi ditahannya kini tumpah membanjir di pipinya.

Dylan menatapnya sedih seakan turut merasakan kesedihannya. Dengan lembut laki-laki itu merengkuh Indry dalam peluknya.

Mengusap pelan kepala gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik.

Gadis yang pernah dicintainya dulu.

Sementara di belakang sana, Luck berdiri mematung menyaksikan itu.

Segala kata yang sudah disusunnya menguap begitu saja.

Keputusannya untuk memperbaiki hubungan mereka kandas sudah. Kata maaf yang hendak diucapkannya tertelan digantikan oleh rasa kecewa.

Dengan gontai Luck berbalik dan melangkah menjauh dari tempat itu.

Mengasihani hatinya agar tidak lebih sakit lagi. Membiarkan waktu yang menyembuhkannya.

Tak peduli sampai kapan dan butuh waktu berapa lama.

Yang diinginkannya sekarang hanya pergi, pergi dari sesak ini.

__

Sekilas Dylan mengecup puncak kepala Indry sebelum mengurai pelukannya. Laki-laki itu tersenyum miring di atas kepala Indry.

Ternyata umpannya mengena, sedikit banyak membuahkan hasil.

Beberapa saat lalu dilihatnya Luck berdiri terpaku di ujung sana. Menampilkan wajah cemburu, amarah dan kecewa.

"Berhentilah menangis dan tetaplah di tempatmu! Aku tak kan lama." perintahnya seraya berlari meninggalkan Indry.

"Indry menatap bingung, "apa maksudmu, Dylan?"

"Kau tahu sebentar lagi aku harus check in, kan?"

"Sebentar saja, jangan membantah, oke!" teriaknya mengacungkan jempol.

Indry mondar mandir di tempatnya.

Sesekali menengok kearah menghilangnya Dylan. Namun hingga beberapa saat berlalu, tak ada tanda tanda dia akan kembali.

Kegelisahannya kian memuncak ketika para penumpang lain sudah mulai mengular di depan counter petugas.

Indry menghela napas menguatkan hati.

UNCLE LUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang