Keping Tujuh *

4.5K 158 2
                                    

Indry menarikan pensilnya pada sebuah kertas namun pikirannya melayang entah kemana.

Kejadian tempo hari benar-benar membekas di hatinya, menyisakan nyeri saat gadis itu mengingatnya.

Sudah seminggu lebih, tak ada penjelasan dari Luck.

Laki-laki itu pun seolah menghindarinya menciptakan luka baru dengan sikap tak acuhnya.

Oh tidak, tidak! Bukan Luck yang menghindarinya tapi dirinyalah yang sedang berusaha menghindar.

Lebih menyakitkan lagi saat tahu gadis bernama Mitha itu kini bergabung di perusahaannya sebagai model yang dikontrak perusahaan.

Tragis bukan? Bahkan Indry sendiri tak sanggup membayangkan bagaimana pekerjaan Luck dan Mitha yang mengharuskan mereka untuk selalu berdekatan.

"Hey! Apa yang kau lakukan? Sketsamu!" seru Velinna membangunkan Indry dari lamunan.

Tanpa sadar dengan bodohnya Indry sudah mengacaukan salah satu sketsanya.

Mencoret sana-sini tak jelas karena terlalu banyak melamun.

"Oh! Hey Veli." sapanya bodoh.

Velinna menggeleng gemas tahu sahabatnya itu sejak tadi melamun. Sampai-sampai tak menyadari kedatangannya.

Indry hanya meringis menyadari sikapnya.

"Makan siang, yuk!" ajak Velinna seraya menjatuhkan tubuhnya di sofa.

"Aku lagi malas, Veli. Sorry." sahutnya lelah.

"Kau ini mau menyiksa diri hah,"

"Patah hati sih patah hati tapi tubuhmu butuh makan, kau harus bekerja, bukan?" tanya Velinna mulai tak sabar.

"Kerjaanku banyak, Veli ... Mengertilah, please." sahut Indry melas.

Velinna bangkit menarik paksa tangan Indry,

"aku tidak mau tahu! Kau harus menemaniku, ayo!"

Indry mendesah pelan.

"Kerjaan banyak apaan? Alasan saja! Kau mau mati dengan keadaan tak cantik, hah?!" omelnya mendorong bahu Indry.

Akhirnya gadis itu hanya pasrah menuruti gadis cantik, yang terus saja mengomel tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kecantikan.

Apa hubungannya coba, antara makan dengan mati dengan kondisi tidak cantik?

Oh ayolah, gadis satu ini kadang tak masuk akal.

Velinna masih menggenggam tangan Indry setengah menyeretnya memasuki cafe resto itu.

Menggeser sebuah kursi memaksa Indry duduk dengan mencengkeram kedua bahunya. Kemudian barulah dia mendaratkan pantatnya tepat di hadapan Indry.

"Kau terlalu berlebihan, Veli!" sungutnya disambut kekehan gadis itu.

"Kau yang berlebihan, Dry ... Uncle Luck bukan satu-satunya cowok di dunia ini ...."

"Kau tak sadar kau ini cantik?" cerocos Velinna.

Indry memberengut mendengar ocehan gadis itu.

Mudah saja mengucapkannya. Bahkan baru mendengar namanya saja sudah menyakitkan, apalagi melihatnya bersama gadis itu.

Sungguh dia tak kan sanggup.

Ucapan Indry bagai mantra, matanya menatap lurus ke ujung ruangan dan mendapati Luck tengah makan siang berdua dengan Mitha.

Sekilas keduanya bersitatap namun Indry buru-buru mengalihkan pandangannya.

Hatinya benar-benar sakit, ternyata dia saja yang terlalu besar kepala mengartikan kebaikan Luck.

UNCLE LUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang