Keping Sebelas *

4.1K 149 2
                                    



Satu minggu kemudian


Indry memarkir motor maticnya di bawah pohon jambu. Suara riuh rendah terdengar dari dalam rumah disertai derai tawa kedua orang tuanya dan Bayu kakak laki-lakinya.

Jarang-jarang keluarganya berkumpul di jam-jam begini.

Biasanya bapak ibunya masih sibuk di kios hingga nanti sore selepas Ashar. Apalagi saat tanggal muda begini, kios sandang mereka yang ada di pasar Bringharjo itu akan sangat ramai pengunjung.

Terus apa lagi ini, kamasnya itu kenapa bolos ngantor? Dasar pegawai tidak tertib!

Pegawai yang begini nih yang merugikan negara. Tapi kenapa mendadak jantungnya berdisco?

Huhh, konyol!

Perlahan Indry melangkah menuju teras, berdiri di balik pintu berniat untuk mencuri dengar.

"Ekhem! Mlebu ae nduk, iki loh ono tamu songko Jakarta." tegur sang kakak lembut.

Indry berdecak lidah, tubuh mungilnya ternyata tak cukup mungil untuk berlindung di balik pintu gebyok.

Bapak ibunya saling pandang dengan senyum terkembang, mengingat tingkah bungsunya yang tak pernah berubah.

"Iki loh ditemoni disik tamune!" perintah pak Haryoto tak terbantah.

"Yo wis, ibu karo bapak tak memburi," timpal ibunya.

"Bayu, kene memburi! Adine ben enak ngobrole!" lanjutnya beralih pada kamasnya.

Indry duduk di seberang Luck dengan pembatas meja kayu ukir. Wajahnya tertunduk menatap poci tanah liat yang ada di sana.

"Dry..." panggil Luck lembut.

"Oom ngapain kesini?" tanya Indry menaikkan dagunya angkuh.

"Untuk minta restu orang tua dan juga kamas-mu" sahutnya membuat Indry sedikit menarik senyum, mendengar istilah "kamas" yang diucapkan laki-laki itu.

Luck ikut tersenyum lega. Laki-laki itu sangat merindukan senyum gadisnya itu.

Meskipun senyumnya belum begitu ikhlas, tapi cukup mengobati kerinduannya.

"Jangan senyum-senyum! Aku masih marah!" serunya memberengut kesal.

"Ya, aku tahu. Kesalahanku memang tak termaafkan." sahut Luck sarat penyesalan.

Indry meringis mendengarnya.

Sejujurnya gadis itu tak benar-benar bisa marah pada Luck. Rasa cintanya mengalahkan segalanya, termasuk rasa sakit karena ketidakjujuran laki-laki itu.

Dia sangat merindukan Luck lebih dari yang dia tahu.

"Kumohon maafkan aku, Dry. Cuma kamu yang kucintai, bukan Mitha ataupun orang lain." aku laki-laki itu jujur

Ada jeda diantara keduanya ....

"Dia cuma masa lalu yang mencoba mengusikku lagi." lanjutnya sedih.

Kemudian mengalirlah cerita dari bibir laki-laki itu.

Kisah masa lalu yang menyakitkan, tepatnya tujuh tahun silam.

Kisah perih yang menyisakan trauma berkepanjangan dalam diri Luck, membuat laki-laki itu sulit untuk jatuh cinta bahkan tidak lagi mempercayai cinta. Sampai takdir mempertemukan mereka berdua.

Indry Saputri, gadis manis mantan tunangan Dylan, kemenakan tengilnya. Gadis yang mampu mengalihkan dunianya, membuatnya jatuh cinta melalui rasa sakit yang diterimanya.

Luck berhenti, menatap Indry sejenak untuk melihat reaksi gadis itu. Indry hanya tertunduk dalam tanpa suara. Luck kembali melanjutkan ceritanya.

Sejak saat itu, dia berjanji untuk melindunginya, mencintainya dan mendampinginya hingga waktu saja yang mampu memisahkan.

Dan detik ini juga, dengan segala kerendahan hati laki-laki itu meminta restu pada orang tua Indry untuk meminangnya.

Terlepas dari gadis itu mau menerima atau tidak, Luck akan berbesar hati dengan keputusannya.

Laki-laki itu hanya berusaha memperjuangkan cintanya, sumber kebahagiaannya, orientasi hidupnya.

Hanya dia, dia gadis di hadapannya saat ini.

"Maaf jika aku lancang." ucap Luck mengakhiri ceritanya.

Bersabar menanti jawaban gadisnya dan akan pergi detik itu juga jika pada akhirnya Indry menolaknya.

Indry masih menunduk, hatinya mencelos mendengar pengakuan Luck. Betapa bodohnya dia selama ini, sama sekali tidak peka dengan perasaan laki-laki itu.

"Baiklah, diamnya kamu kuanggap sebagai penolakan.

Aku akan pergi, terimakasih pernah membuat hidupku berwarna. Walau sebentar aku sangat bahagia pernah merasakannya.

Pamitkan pada orang tua dan kamas-mu, terima kasih." ujar Luck dalam satu tarikan napas kemudian beranjak hendak meninggalkan rumah itu.

Indry tersadar, secepat kilat gadis itu bergerak memeluknya, menyandarkan kepalanya di punggung laki-laki itu.

"Jangan pergi ... Jangan pergi, Oom!

Aku mau, aku menerimanya." ucapnya serak.

Luck memejamkan matanya sejenak.

Perlahan telapak tangannya yang lebar bergerak menumpukkannya di atas tangan Indry yang masih memeluknya dari belakang.

Beban yang membelenggunya seakan terurai lepas dari bahunya, seiring kebahagiaan yang membuncah di dadanya.

Luck membalikkan tubuhnya menghadap Indry dan merengkuhnya dalam pelukan. Mencurahkan segala perasaan yang meluap-luap dalam hatinya.

"Jadi ...." Luck menggantung kalimatnya.

"Apa?" tanya Indry masih dalam dekapan Luck.

"Kapan kita akan menikah? lanjutnya dengan senyum lebar.

Indry tersipu mendengarnya .... Semburat merah terlukis di kedua pipinya.

Sungguh manis.

"Hey! ...Tentu saja setelah masmu Bayu ini nikah.

Tapi tenang saja, akan kupikirkan ulang, jika kalian berubah pikiran, dan tidak keberatan dengan tawaran plangkah yang mas gantengmu ini ajukan!" seru Bayu seraya menyembulkan kepalanya dari balik pembatas ruang tengah.

Indry mencebikkan bibirnya menanggapi ucapan Bayu.

Gadis itu tahu kamasnya hanya bergurau.

"Katakan apa syaratnya mas, semoga saya mampu memenuhinya." sahut Luck sungguh-sungguh.

"Sebuah showroom di pusat kota." ujar Bayu enteng.

"Mas Bayu!" protes Indry tak suka.

"Baik mas, doakan saya dapat memenuhinya dalam waktu dekat." sela Luck yakin.

"Nggak ... nggak, itu sih namanya pemerasan! Sudah Oom jangan dengerin Mas Bayu, ngaco aja mas Bayu tuh!" omelnya yang disambut gelak tawa suara Bayu yang cempreng.

"Bisakah kau memanggilku tanpa embel-embelmu itu?" tanya Luck serius membuat Indry tergelak.

"Lalu aku harus memanggil Oom apa?" tanya balik Indry masih dengan senyum geli.

"Luck saja atau sayang atau cinta atau Beib juga bisa." sahut Luck seraya menggerak-gerakkan kedua alisnya.

Lagi-lagi Indry tergelak, "halah Oom, Oom ... nggilani!" ucap Indry bergidik ngeri.

Luck hanya mampu mengusap tengkuknya keki mendengar ocehan Indry yang tak dimengertinya.



To Be Continued ....

UNCLE LUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang