Sebastian meletakkan beberapa makanan untuk sarapan diatas meja. Wangi harum menyeruak hingga ke kamar tidur, membuat seseorang yang masih terlelap harus terbangun karena nya. (Name) menggeliat merenggangkan otot otot yang kaku kemudian beranjak menuruni kasurnya. Sebelum mencapai dapur ia berbelok ke kamar mandi demi membasuh wajah.
"Selamat pagi (name) apa aku membangunkan mu?"
(Name) yang masih setengah sadar hanya mengangguk seadanya. Ia memilih duduk di kursi makan. Menatap hidangan lezat itu tanpa ekspresi. Tak berselang lama ia pun menguap kecil.
"Jam berapa sekarang?"
"Enam pagi." Sebastian menjawab cepat.
"Pantas aku masih mengantuk."
"Lalu mengapa kau terbangun?"
"Karena aku mencium aroma lezat didalam mimpi ku." Lanturnya yang membuat Sebastian terkekeh pelan.
Pelayan Phanthomhive itu menuangkan isi teh pada cangkir dihadapan (name). Menyiapkan makanan untuknya.
"Dari mana kau mendapatkan ini semua?"
"Aku membawanya."
"Begitu. Termasuk teh bõcchan?"
"Bõcchan tak lagi meminumnya jadi sayang kalau dibuang."
(Name) menatap pantulan dirinya dari dalam cangkir, "begitu." Ucapnya sebelum akhirnya memilih menyeruput teh.
Sebastian mulai menyantap sarapan nya. Walaupun hanya roti isi daging dan keju serta beberapa sayuran, menurut (name) sarapan seperti ini sudah lebih dari cukup.
"Semalam aku berkeliling di area sini. Mencari dimana markas mereka."
"Kau menemukan nya?" (Name) menggigit rotinya.
"Markasnya memang belum tapi perkumpulan nya sudah. Mereka suka berkumpul di gang gang kecil pada tengah malam."
"Lalu apa rencana mu?"
Sebastian tersenyum mencurigakan, "kau berperan sebagai penjual pie dijalan sementara aku akan menjadi penghibur jalanan. Sebisa mungkin kita tarik perhatian salah satu diantara mereka."
(Name) menenggak isi cangkir nya, "kemudian menculik salah satunya dalam keadaan hidup? Mudah sekali ditebak rencana mu tuan pelayan."
"Mudah? Apa kau membayangkan bagaimana sulitnya menangkap mereka? Gesit dan bersenjata begitulah julukan mereka. Jika tidak memiliki ilmu bela diri dan senjata sebaiknya menyerah saja."
(Name) menatap kesal pria dihadapan nya. "Jika kita tertangkap?"
Sebastian terdiam sejenak sebelum menyeruput isi cangkirnya. "Aku tidak yakin kita bisa saling bertemu lagi atau tidak."
Kicau burung mulai terdengar. Sinar sang fajar perlahan terlihat. Masuk melalui celah celah jendela, menghangatkan ruangan yang dingin. Derap kaki dan suara ramai khas jalanan London sayup sayup mulai terdengar. Orang-orang sudah keluar dari kediaman nya. Beradu nasib demi secercah upah.
Sebastian dan (name) hanya saling terdiam, menikmati sarapan mereka masing-masing.
"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Mengunjungi bõcchan. Aku akan kemari saat fajar mulai terbenam."
"Begitu. Baiklah aku akan menunggu. Jika ada tetangga yang berkunjung dan menanyai mu? Apa yang harus ku katakan?"
Bukan nya menjawab, Sebastian justru berdiri dan beranjak. Meletakkan piring kotor pada tempatnya.
"Katakan saja, suami ku sedang bekerja. Akan pulang nanti saat matahari terbenam." Jawabnya dengan memasang senyum menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes My Lady {Book 1 End}
RomanceMata merahnya yang menyalak di kegelapan malam sangat membekas di memori. Wajah tampan nya menyunggingkan senyum sempurna, gadis itu tahu arti yang tersembunyi pada senyum pria bersetelan serba hitam tersebut. Padahal tubuhnya bergetar takut, hati k...