"Hai, Corry?"
Corry yang baru keluar kamar mandi terlonjak kaget mendapati Rio sudah nongkrong di pintu menuju toilet perempuan.
Buru-buru gadis itu mau masuk lagi, tapi punggungnya sudah ditarik paksa oleh Bara agar keluar.
"Kenapa sih mau masuk lagi?" Bara memasang ekspresi datar.
Alhasil Corry berdiri disana sambil menunduk dalam. Memandangi sepatu hitamnya seperti orang yang siap dihakimi. Dia juga tidak paham kenapa Farel dan kedua temannya sebenci itu padanya, yang dia tau, fisiknya berbeda.
"Eh, nilai ulanganku—" Beberapa siswi yang baru mau menuju toilet, langsung menghentikan pembicaraan dan memilih putar arah menuju kamar mandi selatan.
Farel yang bersandar di tembok langsung memasang ekspresi sinis menatap gadis yang masih setia menunduk itu. "Aku denger katanya Papua mau merdeka, ya?"
Rio dan Bara berpandangan sebelum tersenyum mengejek.
"Baguslah, biar enggak ada orang-orang kayak dia di sekolah ini," timpal Bara dengan suara dingin. Akumulasi emosi akhir-akhir ini karena Corry selalu saja dibela oleh Asma.Farel geleng-geleng dengan tatapan datar. "Gimana mau merdeka, sih? Sumber daya manusianya aja rendah. Survei LIPI aja bilang, masalah utama kalian itu pendidikan. Kalian itu kan banyak yang enggak sekolah, gimana mau ngelola sumber daya alam kalian sendiri? Aku kasitau, ya, sekolah dulu, baru mikir merdeka," ujarnya dengan tajam.
Seketika Bara dan Rio tos kepalan tangan sebelum kompak tertawa. "HAHAHAHAHAHA."
Corry langsung berlari sambil menangis. "Hiks ...." Dia tidak pernah berpikir bahwa Papua memisahkan diri, tapi ejekan itu datang seolah-olah menyamaratakan dia dengan pihak-pihak yang menginginkan terlepas dari Indonesia.
Asma yang duduk di bangku paling depan menoleh ke pintu saat Corry baru saja melintas sambil berlari. Sontak gadis itu langsung berdiri sambil mengangkat tangan. "Bu? Ijin!"
Nora yang tadi sekilas melihat Corry langsung paham. "Tetap di tempatmu! Saya tau kamu mau ketemu, Farel.”
Alhasil Asma harus menahan emosinya sampai jam istirahat.
***
“Kamu bilang apa sama, Corry?!" Suara yang terdengar ketus itu sudah muncul di depan mereka.
Farel bersama geng anak nakal yang sedang berjongkok membahas perempuan di belakang sekolah itu angkat kepala. Menatap ke satu arah dengan ekspresi datar seolah tak mau peduli.
Asma semakin emosi dan menatap pria yang jadi objeknya itu dengan tajam. "Kamu bilang apa sama Corry?!" ulangnya dengan nada yang sama.
Tak lama Farel berdiri lalu menghampirinya dengan malas. "Lho? Bilang apa emangnya? Aku enggak paham maksud kamu. Jangan asal nuduh, ya!"
“Jangan sok enggak tahu! Di sekolah ini cuma kamu yang bermasalah sama Corry!"
Farel mencondongkan tubuhnya dengan congkak. "Terus? Kamu mau apa?!" tantangnya.
"Kamu bilang apa sama Corry?!"
"AKU BILANG PAPUA SDM RENDAH KENAPA MILIH MERDEKA?!! KENAPAAAA?! KAMU BERMASALAH?!" teriaknya tepat di hadapan wajah Asma.
PRAKKKK
Buku cetak di tangan Asma sudah dihempas kasar mengenai dada bidang di hadapannya dua kali. Farel sampai sedikit mundur. Rekor pertama kali Asma memukul orang lain, sampai-sampai dia yang malah menangis lebih dulu.
Farel saja kaget, Asma bisa memukul orang.
Tiba-tiba punggung tangan gadis itu sudah naik menghapus air matanya sebelum menatap tajam ke arah pria itu. "Papaku ... dan Kakakku berjuang disana dengan nyawa ...." Suaranya terdengar bergetar tapi sanggup membuat Farel terbelalak. "Karena masalah Papua adalah masalah semua anak bangsa. Apa yang menyakiti Papua adalah apa yang menyakiti kita semua. Karena kita satu bangsa. Satu kali lagi kamu bilang kayak gitu—"
PRAKKKKK
Lagi-lagi dada bidang Farel sudah terkena hempasan kasar buku cetak sebelum gadis di hadapannya itu memilih berlalu dengan cepat.
1
2
3
Untuk beberapa saat Farel masih terpaku di tempatnya. Entah apa yang ada di pikirannya.
"Kurang kerjaan tuh cewek! Emang kita peduli apa sama Papua?" celetuk Bayu.
Perkataannya justru disambut gelak tawa anak laki-laki yang lain, kecuali Farel yang masih membisu di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN SPEAK (Tamat)
Spiritual#KARYA 7 "HITAM, KERITING, PESEK, HIDUP LAGI!!" Bentak Farel ke arah Corry. Ini tentang Asmarani, gadis penakut yang mencoba menggebrak rasisme dan tindakan bullying di sekolah dengan membela Corry. Satu-satunya gadis berkulit hitam dari tanah Papua...