"Eh, Farel?" Rio menepuk pundak pria yang berjalan di depannya itu.
Bara dan Farel berhenti lalu menoleh bersama.
"Ha?" tanya Farel dengan ekspresi datarnya.
Rio langsung menunjuk ke koridor. "Lihat! Lihat!"
Pas sekali, Corry kelihatan baru keluar dari laboratorium komputer seorang diri.
Teman-teman sekelasnya sudah beranjak lebih dulu dengan gengnya masing-masing.
Seketika seringaian Farel langsung terbit di wajahnya. "C'mon!"
SRETTTTTTTT
Corry yang baru saja akan memakai sepatunya langsung kaget begitu sepatu kanannya ditarik paksa. Tiga pria itu sudah tertawa sambil berlari ke lapangan siang bolong dan mengoper sepatu kets berwarna hitam itu. Seakan itu permainan baru untuk mereka.
Corry menghampiri Rio. "Sepatu saya."
Rio menyodorkan sepatu tersebut ke arah pemiliknya. "AYO AMBIL!"
Tangan Corry baru saja terulur untuk meraih sepatunya, tapi sepatu itu sudah dilempar duluan dan ditangkap lagi oleh Farel.
Corry berlari lagi ke arah pria itu yang masih memandangnya dengan tatapan mengejek.
"LHOOOOO, KAMU NGAPAIN BOCAHHHHHH?!"Corry mau merebut sepatunya, Farel melempar cepat ke arah Bara.
Corry kembali beralih ke arah Bara. "Sepatu saya."
"SEPATU? EMANG DI PAPUA PAKE SEPATU?!!" ejek Bara membuat ketiga pria itu tertawa keras.
"HAHAHAHAHAHAHAHAHA."
Alhasil Corry terus berlari-lari di lapangan panas hanya dengan menggunakan kaos kaki.
Berusaha merebut sepatunya, tapi ketiga pria itu terus saja saling mengopernya.
"ENGGAK COCOK PAKE SEPATU," tambah Bara. Siapa pun akan tau bahwa Bara belum pernah ke Papua.
Tak lama gadis berikat pinggang tut wuri handayani itu sudah akan menangis. "Sepatu saya," katanya dengan nada lemah.
Tepat sekali Asma juga baru keluar dari perpustakaan bersama Riska untuk mengambil buku cetak Matematika.
Begitu melihat pemandangan di lapangan basket, sontak gadis itu kesal luar biasa.
"Astaghfirullah, ihhhhhhhhh-"
Refleks dia langsung menumpuk buku bawaannya ke arah Riska yang hampir linglung karena keberatan.
"ASMA? HEY, ASMA?" panggil Riska tapi Asma tak peduli.
Setengah berlari kecil, dia langsung menuju ruang BK melaporkan kejadian di lapangan kepada Pak Anggoro.
"Pak? Tolongin Corry, Pak! Sepatunya diambil sama Farel dan temen-temennya di lapangan basket."
Pria brewok itu sampai geleng-geleng kepala. Cepat-cepat keduanya langsung menuju lapangan basket.
"FAREL?!" teriak Anggoro dari pinggir lapangan.
Seketika permainan Farel, Rio, dan Bara langsung terhenti begitu saja.
Sambil menoleh santai, Farel malah menaikkan satu alis ke arah Anggoro.
"KEMBALIKAN SEPATUNYA CORRY!" titah Anggoro dengan tatapan kesal.
Bara mengidikkan bahu. "Cuma bercanda juga."
"KEMBALI KE KELAS KALIAN SEKARANG!"
Asma malah heran, dia pikir Anggoro akan memberikan sedikit penggemblengan seperti yang dilakukannya pada siswa lain. Rupanya tidak. Jelas saja, dia masih sayang dengan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN SPEAK (Tamat)
Espiritual#KARYA 7 "HITAM, KERITING, PESEK, HIDUP LAGI!!" Bentak Farel ke arah Corry. Ini tentang Asmarani, gadis penakut yang mencoba menggebrak rasisme dan tindakan bullying di sekolah dengan membela Corry. Satu-satunya gadis berkulit hitam dari tanah Papua...