Bab 13 Persiapan

101 20 0
                                    

Abel menceritakan kejadian tadi siang pada Naura, Sinta dan Jojo. Malam ini, mereka bermain ke rumah Sinta. Rumahnya berada di daerah Kebagusan, tidak terlalu jauh dari rumah Abel.

Mereka pulang jam lima sore, sangat disayangkan jika pulang cepat tidak digunakan untuk bermain atau hangout bersama teman-teman.

“Ibunya kali, Bel,” ucap Sinta asal.

“Dengerin, ya. Kalo itu ibunya, enggak mungkin, dong, si Penelepon mengucap kata sayang dan bilang ada di kantornya. Secara itu kantor Bapaknya.” Emosi Naura serasa akan meledak mendengar cerita Abel jika Roni memilik kekasih.  “Lagian, aku heran, deh, Bel. Kak Devan, kok, mau-mauan, sih, jodohin kamu sama pria macam dia?”

“Karena keluarga wanita itu mencari pria tampan, mapan, dan kaya, Ra.” Jojo mengerti keluarga Abel yang masih mempertimbangkan bibit, bebet dan bobotnya. Mengambil camilan lagi yang berada ditoples, Jojo kembali duduk di kursi ayunan dekat dengan kolam renang.

“Iya juga, ya? Nah, kan, Pak Malik juga atasan kita, nih, Bel. Barang kali jadian sama kamu terus keluarga kamu terima dia, kan? Siapa tahu.” Naura masih membujuki Abel menerima Malik.

“Gimana mau nerima, Pak Malik aja selama ini diem, kok, ke aku.” Abel pasrah dengan perasaannya.

“Jadi, kalo Pak Malik nyatain cinta di terima, nih?” ucap Jojo yang langsung duduk di sebelah Abel.

“Apaan, sih. Udah, bahas yang lain aja. Jadi bahas ke Pak Malik, sih.”

“Biar Bu Devi enggak ngejar-ngejar terus, Bel. Kasian tau, Pak Malik.” Sinta mengerti perasaan orang yang tidak menyukai lawan jenisnya tapi ia mengejar terus hingga dapat. Sinta pernah berada di posisi Malik.

“Curhat, Buk?” Naura mencolek dagu Sinta dengan gemas.

🍁🍁🍁

Malik yang langsung pulang setelah pulang kerja, merebahkan diri di kasurnya. Dengan telentang, tangannya ditekuk satu dibawa ke bawah kepala dan kaki selonjor, menarik napas dengan teratur dan dalam membuat Malik menghilangkan amarah secara perlahan.

Baju kantor yang belum ganti, masih mengenakan kemeja biru muda dan dasi warna biru tua dengan motif warna abu-abu sudah dikendurkan. Selama satu jam ia beristirahat seperti itu untuk menghilangkan lelah dan amarah karena Roni mengajak Abel makan siang bersama.

Malik juga sadar diri jika dirinya bukan pacar atau suaminya, hanya sebagai atasan yang tidak berhak melarang bawahannya pergi dengan siapa pun.

Setelah mandi, sholat dan makan malam, Malik kembali merebahkan diri hingga terlelap.

Memasang alarm di sepertiga malam membuat Malik terbangun, ia menengadahkan kedua tangannya, memohon pada Sang Khalik, Sang Pemberi cinta dan rahmat untuk berjodoh dengan Abel.

Usaha tanpa doa itu sombong, sedangkan doa tanpa usaha itu bohong. Malik sudah memberi kode kecil pada Abel jika dirinya menyukai Abel, dan Malik juga lebih memilih meminta pada Sang Pemilik Hati agar dimudahkan dalam mendapatkan yang ia mau, mendapatkan yang terbaik untuk masa depannya.

Malik memang pria pendiam, yang tidak pandai memikat hati para wanita namun ia bisa meminta pada Sang Pemilik Hati mana yang terbaik untuknya kelak.

Memilih Abel sebagai wanita yang ia inginkan, Malik percaya, jika kekuatan doa mampu mengalahkan segalanya. Hanya doa yang bisa dipanjatkan sebelum meminta Abel menjadi kekasihnya.

Di sepertiga malam seperti ini, ibunya menelepon. Nada dering ketiga baru Malik mengangkatnya.

“Assalamu’alaikum, Bu.”

MaBeNiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang