“Penjualan bulan ini turun, ya?” tanya Naura yang berdiri di sebelah Abel.
Abel berjalan ke ruang rapat bersama Naura. Sinta dan Jojo menyusul di belakang, yang sedang membahas kopi yang mereka sukai. Dengan berdeham untuk menjawab pertanyaannya, Naura paham kalau Abel lagi sibuk dengan dokumen yang berada di tangan.
“Nanti yang jadi moderator, elo, ‘kan? Bukan Fitri?” kali ini Jojo yang tanya ke Abel. “Gak bakal kebayang kalo Fitri ada. Dandanannya kayak lenong bocah, roknya aja kayak cewek-cewek pinggir jalan.” Jojo masih ngedumel perihal pakaian dan cara berdandan Fitri.
“Bener banget, tuh. Berasa paling cantik aja itu orang.” Kali ini Sinta ikutan ngomong.
“Ssssttt.” Dengan jari Abel yang berada di bibir, ia menginstruksikan agar mereka pada diam. Ini adalah ruang rapat, bukan ruang diskusi yang bebas membicarakan apa pun. Dan Abel berhak atas keamanan ruang rapat karena di sini ia yang diberikan kekuasaan atas ruangan ini saat Fitri izin.
Ruangan ini sama seperti luas arena tinju, dengan pot tanaman palem-paleman dan snake plant atau lidah mertua yang berada di sisi kanan dan kiri layar depan membuat suasana menjadi hidup. Tanaman tersebut dapat menghilangkan atau meresap racun pada udara karena ruangan ini selalu tertutup, tidak ada pergantian udara. Juga dapat menyerap polutan.
Satu persatu peserta rapat mulai berdatangan. Ada Ayu, Retno, Akmal, dan Ridwan yang saling berdiskusi mengenai rapat, dan Abel hanya melirik ketika suara mereka sampai ke telinganya. Setelah mereka duduk, Abel selesai mempersiapkan semuanya.
“Selamat siang, semua,” sapa Malik yang baru datang.
Abel langsung duduk rapi, menyalakan laptop dan mempersiapkan dokumen untuk rapat nanti. Malik masih bersiap untuk memulai rapatnya.“Kita langsung mulai saja, ya!” ujar Malik lalu mempersilakan Abel untuk membuka rapatnya.
“Baik, Pak.” Abel langsung menyalakan laptop pada neraca penjualan setahun ini. Bulan ini terlihat menurun dari bulan lalu dan ini adalah penjualan yang paling kecil dibanding sebelum-sebelumnya, sih, menurut Abel. “Penjualan bulan ini menurun, dari neraca ini kita bisa melihat bahwa di tahun ini pun, bulan ini yang paling sedikit penjualannya,” jelas Abel ke semua agar mereka paham.
Abel yang duduk di sebelah kiri Malik, dengan kursi yang berpusat padanya. Ada empat kursi di depan Abel. Malik ini Manager Marketing yang tidak membeda-bedakan bawahannya, orangnya humble, enggak neko-neko, plus punya prinsip cukup satu pilihan untuk masa depannya nanti. Keren, ‘kan?.
Rapat berjalan alot karena Abel dan teman-teman diharuskan memberi usulan untuk memperbaiki penjualan bulan ini. Setiap karyawan memberikan usulan mereka yang tidak masuk akal. Yang Abel pikir hanya akan memakan waktu dua jam ternyata hingga malam, dan keputusan rapat jatuh pada Abel yang memberikan ide setiap pembelian motor akan mendapat hadiah undian. Abel kaget, dong. Dikira bukan usulan Abel yang bakal diterima, dan tadi Malik bakal membicarakan ini pada Pak Johan—Direktur—Perusahaan ini.
“Rapat ini kita akhiri dengan usulan yang Abel tadi berikan. Selamat malam, dan sampai bertemu besok.” Abel yang masih ribet harus beresin ruang rapat pun langsung berdiri, menutup korden dan mematikan AC, membereskan dokumen dan mematikan laptop. Malik masih berbenah dengan mapnya.
“Duluan, ya, Bel,” ucap yang lain bergantian. Di ruang rapat tinggal ada Abel dengan Malik. Abel masih fokus ke map yang ada di meja setelah mematikan laptop. “Iya,” ucap Abel yang masih fokus dengan yang di depannya.
“Pulang dijemput, Bel?” tanya Malik yang hendak keluar ruangan saat Abel bawa map dan ponsel ditangan kanan.
“Iya, Pak. Ini sudah jalan ke kantor.” Abel memperlihatkan aplikasi ojek online yang dipesan biar dia tahu siapa yang menjemput Abel setiap berangkat dan pulang kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaBeNi
RomanceDari teman jadi cinta dan berakhir bahagia adalah impian dari banyak orang. Bagaimana jika seorang atasan dan pemilik perusahaan memperebutkan satu wanita? Siapa yang akan ia pilih untuk masa depannya? Pria tampan, mapan dan juga kaya atau pria be...