Bab 25 Permintaan Maaf

125 10 1
                                    


“Assalamu’alaikum,” sapa Malik sembari memencet bel pintu.

Simbok yang berada di dapur sedang menyiapkan minuman segera ke depan membuka pintu, namun dihalangi Abel yang turun dari tangga.

“Biar Abel aja, Mbok,” putusnya.

Abel berjalan cepat ke depan, untuk segera bertemu dengan kekasihnya. Sudah tidak sabar untuk bertemu, Abel selalu menarik sudut bibirnya ke atas mengingat telah direstui oleh Jordan.

“Wa’alaikumsalam,” balas Abel ketika membuka pintu. “Yuk, masuk!”

Mengajak Malik duduk di sofa, Abel selalu tersenyum saat Malik bertandang ke rumahnya. Hanya memeluk lengannya saja Abel sudah merasa sangat bahagia. Terlebih orang tuanya merestui hubungan mereka.

“Kenapa senyum-senyum terus?” Malik memperhatikan Abel dari pertama masuk rumah, selalu tersenyum, bahkan senyumnya beda dari biasanya.

“Bahagia aja, seneng banget Papah udah ngerestuin kita.”

“Karena cinta yang benar itu harus dimulai dengan benar dan untuk mendapatkan cinta sejati itu butuh pengorbanan dan perjuangan.” Malik menyentil hidung Abel, gemas.

“Ish....” Abel mengusap hidungnya pasca disentil Malik. “Pacar Abel tumben kata-katanya manis?”

“Kata-katanya aja? Orangnya enggak?” Lirik Malik yang duduk di sebelahnya, tangan Abel masih memeluk lengannya.

“Diminum, Mas Malik,” ucap Simbok memberikan minuman pada Malik.

“Terima kasih, Mbok,” balasnya dengan senyuman.

“Baru datang?” Jordan muncul bersama Yuri di belakangnya.

Malik melepas tangan Abel untuk berdiri, menyalami Jordan dan Yuri. “Iya, Pak.”

“Panggil papah, aja! Biar sama kayak Abel.” Jordan duduk di depan Malik dan Yuri berada di samping Jordan.

“Baik, Pak, eh, Pah.”

Malik tiba-tiba merasa gugup, bicaranya juga terbata-bata. Bibirnya susah untuk berucap. Baru kali ini Malik berhadapan dengan orang tua pacarnya ketika sudah direstui. Yang kemarin karena masih perjuangan, tak gentar Malik maju menghadap Jordan.

“Tidak usah gugup, santai aja kayak di pantai,” candanya meleburkan ketegangan.

Melihat Jordan tertawa, bisa mengurangi sedikit rasa gugup yang Malik rasakan. Abel dan Yuri hanya bisa tersenyum saja sedari tadi.

“Silakan di makan camilannya.” Yuri menawarkan pada Malik, dan membuka tutup toplesnya.

“Terima kasih, Mah.” Memang, Abel yang menyuruh Malik untuk memanggil ibunya mamah seperti dirinya memanggil. “Saya diminta untuk datang ke mari ada apa?”

“Abel belum cerita?” tanya Yuri terkejut.

“Sudah, sih, semalem. Tapi, datang ke sini untuk apa masih belum tahu,” jawab Malik polos.

“Hehehe.” Jordan tertawa mendengar ucapan Malik. “Saya mengundang kamu ke mari untuk minta maaf. Saya pribadi, meskipun saya orang tua, tapi kesalahan saya kemarin adalah telah menghina kamu dan keluarga kamu yang tidak tahu apa-apa. Maafkan saya!” Jordan tampak benar-benar menyesali sikapnya pada Malik. “Dan untuk Devan, anak lelaki saya, maafkan dia juga. Maafkan kami, Malik.”

“Jujur, saya memang sakit hati, Pah. Tapi saya memikirkan jika saya mencari kebahagiaan Abel, bukan mencari kebahagiaan saya sendiri. Maka dari itu, saya tidak memikirkan apa yang Papah dan Mas Devan bicarakan tentang saya dan keluarga saya. Saya memang dari keluarga sederhana, saya akui itu, namun, saya mampu membahagiakan Abel, Pah.”

“Saya tahu itu, Lik. Dari cara kamu memandang Abel, memperlakukannya, sudah menunjukkan jika memang kamu yang benar-benar tulus mencintai Abel.”

Abel dibuat tersenyum dengan pernyataan Jordan. Pasalnya, memang dirinya yang tidak peka atau bagaimana, ia sendiri tidak tahu jika Malik memang sangat menginginkannya. Yang ia tahu, ia dan Malik saling mencintai. Mendapat restu dari orang tua yang utama, tapi  mendapat kata-kata manis dari ayahnya adalah bonus. Ia tersenyum sendiri mendengar ayahnya berkata manis di depan kekasihnya.

Yuri yang tahu ikutan tersenyum meledek Abel. Sayangnya, Devan tidak ada. Jika ada, ia akan meminta maaf sendiri dengan Malik karena telah menghina dia dan keluarganya.

“Saya sangat mencintai Abel, Pah. Saya tahu, saya hidup sederhana sesuai ajaran kedua orang tua saya tapi saya akan membahagiakan Abel semampu saya.”

“Iya, Nak, Papah tahu. Jadi rencana kamu ke depannya bagaimana? Tentang hubungan kamu?”

“Pah,” potong Abel, malu-malu.

“Enggak apa-apa, Bel.” Malik menyentuh punggung tangan Abel, sebagai sumber kekuatan Malik untuk berbicara. “Izinkan saya menimang Abel, Pah.”

Abel dan Yuri terkejut. Tidak menyangka jika Malik akan mengatakan demikian. Jordan hanya tersenyum mendengar keberanian Malik. Secepat inikah anaknya akan menjadi istri orang? Menjadi satu-satunya wanita yang akan dicintai Malik hingga ajal memisahkan mereka?

“Tanya Devan dulu, Pah. Dia mau dilangkahin adiknya enggak,” potong Yuri mengingatkan.

“Enggak apa-apa, Mah. Cowok, kan, selow kayak di pulau,” sahut Devan dari pintu.

Devan baru saja pulang dari futsal bersama teman-teman kerjanya. Aktivitas seperti ini yang membuat Devan jomlo akut. Pasalnya, kalau tidak kerja ya futsal, tidak ada kegiatan lain.

Malik bersalaman dengan Devan, melakukan tos ala anak muda. “Maafin aku, ya, Bro.” Melepaskan pelukannya, “kemarin khilaf.”

“Iya, enggak apa-apa, Mas. Santai kayak di pantai,” canda Malik mengikuti kata Jordan membuat semua tertawa.

Devan duduk di sebelah ibunya, Yuri. Melihat ke arah Abel, masih menunjukkan senyumnya. “Yang mau nikah mah senyum-senyum terus,” ledek Devan pada adik satu-satunya.

“Apaan sih, Kak.” Muka Abel menjadi kemerahan, seperti tomat matang.

“Kapan akan menikahi Abel, Lik?”

“Kalo bisa secepatnya, Pah. Saya akan mengabari keluarga saya dulu.”

“Enam bulan ke depan?” tawar Jordan.

“Pah, cepet banget, sih?” protes Abel.

“Loh, lebih cepat lebih bagus, kan, Bel?” jawab Jordan seadanya.

“Benar, Bel. Hal yang baik itu harus disegerakan kalo bisa,” jawab Malik menengahi Abel dan Jordan.

Abel tidak menyangka jika akan secepat ini. Baru beberapa bulan berpacaran dengan Malik sudah akan menikah. Memang, sih, setiap wanita akan senang jika diajak menikah, terlebih usia Abel sudah matang. Tapi Abel benar-benar tidak menyangka jika akan secepat ini.

Ia akan menikah dengan Malik dan akan mendapat gelar Nyonya Malik. Di luar dugaannya, jika ia akan berjodoh dengan atasannya sendiri. Malik Ramadhan.

“Bener, tuh,” sahut Devan, memakan camilan kue kering lalu pergi. “Enjoy, ya. Aku mau mandi dulu,” ucapnya pada Malik.

#Tbc

MaBeNiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang