Bab 24 Dapat Restu

129 10 0
                                    


“Pah, apa Papah tega jodohin anak sendiri ke orang seperti Roni?” tanya Yuri dengan nada sedikit tinggi.

“Mamah enggak bisa ngomong pelan? Kita berdua doang, lho.”

“Jawab pertanyaan mamah tadi! Apa Papah tega ke Abel?”

Mereka sedang berada di kamar, Yuri telah menceritakan semuanya pada Jordan tapi belum menunjukkan foto yang ia potret. Setelah makan malam, sengaja Yuri meminta Jordan agar tidak ke mana-mana agar bisa membahas masalah Abel dengan Roni. Ia tidak mau Abel jatuh ke tangan pria tidak bertanggungjawab.

Jordan tampak memikirkan apa yang Yuri ucapkan, tapi memikirkan Devan, ia tampaknya lebih memilih Devan dari pada Abel.

“Kenapa Mamah melarang Roni mempersunting Abel? Apa Mamah ada bukti? Jangan mengada-ada, Mah. Itu namanya fitnah.”

“Papah mau bukti? Ini buktinya!” Yuri menunjukkan foto yang ada di ponselnya. “Dia pergi ke mal Kemang, di kafe yang sama seperti Mamah mengadakan arisan. Masih kurang bukti? Hati Papah terbuat dari apa, sih? Buka mata Papah, Pah!” jerit Yuri tertahan.

Yuri sudah gondok dengan Jordan yang selalu mementingkan egonya. Setiap keputusannya selalu mutlak berlaku untuk seisi rumah. Kali ini Yuri tidak bisa berdiam diri karena menyangkut masa depan Abel, untuk kehidupan Abel ke depannya.

Tidak ingin Roni menjadi menantunya, Yuri rela jika Devan hanya sebagai Manager dan tidak naik jabatan jika Abel yang menjadi taruhannya. Kehidupan Abel dipertaruhkan hanya untuk sebuah jabatan. Jangan gila, Bro!

Jordan masih melihat-lihat foto Roni bersama wanitanya di ponsel Yuri, menyipitkan matanya, masih kurang jelas, ternyata belum memakai kacamata.

“Ambilkan kacamata papah di meja rias!” Yuri yang berdiri di samping Jordan langsung bergegas mengambil kacamata.

Sudah diperbesar pun Jordan masih melihat-lihat. “Yang wanita kerja di mana, Mah?”

“Ya amsyooong, Papah. Ngeselin banget, sih. Mana mamah tau wanitanya kerja di mana. Yang mamah tau Roni selingkuh sama wanita itu,” tunjuk Yuri pada ponselnya. “Selingkuh, Pah. Selingkuh,” teriaknya pada telinga Jordan.

“Pengang, Mah,” keluh Jordan sambil mengusap-usap telinganya.

“Pokoknya, mamah enggak setuju kalo Roni jadi menikah sama Abel. Apa pun alasannya. Kalo Papah masih ngotot, jangan harap mamah negur Papah.” Yuri mengambil ponselnya lalu berbaring ke ranjang membelakangi Jordan.

Jordan ikut berbaring di sebelah Yuri, memeluknya agar mau mendengarkan suaranya. “Mah,” panggilnya di telinga Yuri.

“Jangan deket-deket mamah!” Yuri semakin menepi, sedikit lagi akan jatuh.

“Ok. Papah akan memutuskan hubungan Roni dengan Abel, dan menyuruh Devan bekerja di tempat kerja papah.” Menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang, tangannya ditekuk satu sebagai bantal.

Yuri masih diam, bergeming. Apa pun yang Jordan ucapkan, ia masih belum percaya jika belum terbukti. Jika sudah didiami begini, Jordan sudah kelimpungan meskipun ia sangat keras dan tegas pada semuanya.

Satu-satunya kunci memang Yuri harus mendiami Jordan agar kemauannya dituruti. Bukan kemauan yang ia ingini, tapi tentang kehidupan Abel.

“Mah, papah akan cabut keputusan papah tentang pernikahan Abel dengan Roni. Papah tau, kalo Roni memang sungguh-sungguh pada Abel tapi kesungguhannya juga ia berikan pada wanita lain.” Jordan kembali mengusik diamnya Yuri dengan mencolek-colek lengannya.

Yuri membalik badannya, melihat Jordan. “Janji?”

“Iya, janji.”

“Terus Abel sama Malik, gimana?”

Pertanyaan yang sulit Jordan jawab karena ia malu dan sungkan sudah menghina Malik. “Harus dijawab juga?” Jordan melihat ke arah Yuri.

“Iya, lah. Abel sangat mencintai Malik, begitu pun sebaliknya. Jangan pernah remehin orang yang pekerja keras, karena dia akan melakukan apa pun demi orang yang ia cinta. Untuk membahagiakannya.”

“Hem.” Jordan masih memikirkan apa yang Yuri ucapkan. “Ya sudah, besok suruh Malik ke sini. Papah akan panggil Roni untuk membatalkan rencana pernikahannya.”

Yuri langsung tersenyum, dan bersiap untuk ke kamar Abel. Sudah pukul sebelas malam. Ia sudah bilang ke Abel jangan tidur lebih dulu karena ia akan ke kamarnya. Dengan alasan ingin mengambil air minum, Yuri keluar hanya mengenakan piyama pedeknya.

Sesuai perkataan Yuri, Abel masih terjaga menunggunya. “Lagi apa, Bel?” tanyanya setelah membuka pintu.

“Lagi nonton drama Korea, Mah.” Abel kembali melihat pada televisinya. “Ada apa? Kok, Abel disuruh jangan tidur tadi?”

“Ada berita bagus,” ucap Yuri mendekat pada Abel. Duduk di sebelahnya dengan satu bantal untuk menutup pahanya.

“Apa?” Abel melihat ke arah Yuri.

Tidak penasaran dan juga kepo. Wajah datarnya ia keluarkan. Tampak tidak berminat dengan berita yang akan disampaikan Yuri.

“Enggak semangat banget denger berita bagus? Kenapa?”

“Enggak. Ada berita apa, Mah?” Abel menggeser duduknya, melihat ke arah Yuri sepenuhnya.

“Papahmu besok mau manggil Roni ke sini,” ucapnya dengan semangat ’45.

“Oh.”

“Oh, doang? Kamu enggak akan bisa nahan senyum kalo tau apa yang papahmu katakan.” Yuri mencebikkan bibirnya, bersedekap ke arah televisi.

“Emang papah ngomong apa?”

“Papah bilang, besok Malik disuruh ke sini. Sekalian mau panggil Roni untuk membatalkan rencana pernikahan kalian.” Dengan tersenyum, Yuri memeluk Abel.

“Beneran? Mamah enggak bohong, kan?” Abel masih terkejut mendengar berita yang disampaikan mamahnya.

“Kapan mamah pernah bohong sama kamu?”

Abel tersenyum bahagia, tak lupa mengucap syukur atas apa yang ia dengar barusan. Sudah berapa bulan menunggu hari ini, rasanya sangat lama.

“Abel telepon Mas Malik dulu, ya, Mah?” Melepas pelukannya, Abel meminta izin pada Yuri untuk menelepon Malik dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya.

Yuri tersenyum. Merasa sangat bahagia melihat Abel bisa tersenyum bahagia seperti ini. Yuri bisa melakukan apa pun demi kebahagiaan anak-anaknya.

Kali ini, ia sangat bersyukur Abel telah memilih pria yang benar-benar mencintainya, bukan yang memanfaatkannya untuk suatu keuntungan semata.

“Assalamu’alaikum. Mas Malik?”

“Wa’alaikumsalam. Ada apa, Bel? Kamu belum tidur jam segini telepon, tuh?”

“Belum, Mas. Ada kabar bahagia. Besok Mas Malik disuruh ke sini sama Papah.”

“Jam berapa?”

Abel melihat Yuri, menanyakan jam berapa Malik ke sini. “Mah, Mas Malik disuruh jam berapa ke sininya?”

“Jam empat sore, aja! Biar bisa makan malam di sini.” Abel mengatakan OK lalu kembali ke teleponnya lagi.

“Jam empat sore, aja, Mas.”

"Ok. Kamu tidur, gih. Udah malem banget, kalo tidur sukanya malem-malem."

Mereka mengobrol hingga satu jam. Di sebelahnya, Yuri yang menunggu telah tertidur pulas memeluk guling.

#Tbc

MaBeNiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang