Human

55 7 2
                                    

Pagi hari ruang kelas sudah diisi berbagai macam gosip, itu selalu terjadi setiap hari dan entah darimana itu berawal. Semua menikmati bekal sarapan mereka sambil membicarakan hal terpanas saat ini. Devan yang juga diruang kelas itu jutru tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan dan memilih mendengarkan lagu lewat earphonenya.

"Eh lo tau dia dimana?"tanya Irene.

"Dia siapa? Alana maksdu lo? kangen sama dia?"

"Ya engga lah, gila aja gue kangen dia. Cuma aneh aja jadi ngga ada bahan buat di bully,"

"Mungkin dia kerja paruh waktu buat biaya hidup, mending dia kerja gitu daripada sekolah disini malah bikin rusuh,"

"Jadi lo beneran keluarin dia Ter?"tanya Yuta sambil mendekat kearah kerumunan.

"Gue ngeluarin dia dari sekolah? Males banget ih buang buang waktu gue aja,"

"Alana?"ucap Bryan sambil memandang pintu, semua mata tertuju pada seorang gadis bernama Alana yang berdiri  di ambang pintu.

Raut muka Alana berbeda jauh dari sebelumnya, ia terlihat lebih murung, mukanya menjadi lebih pucat, dan seragamnnya lusuh.

"Sakit lo?"tanya salah satu teman sekelas Teresia.

"Sakit jiwa mungkin,"jawab Teresia sambil memalingkan wajah.

"Mulut lo Ter minta ditabok,"balas Bryan.

"Gue kira lo dikeluarin dari sekolah beneran,"ucap Yuta.

Alana hanya membalas ucapan mereka dengan senyuman.

"Tugas gue mana?"tanya Irene.

"Ini, maaf telat,"balas Alana sambil memberikan sebuah buku tugas milik Irene.

"Oh makasih,"

"Katanya kalo aku ngerjain kamu bakal-"ucapan Alana terpotong.

"Oh iya, duit ya? Nih ambil,"ucap Irene sambil meleparkan lembaran uang dihapadan Alana.

Semua murid di kelas itu tertawa tetapi Devan dan Aurell tidak. Pandangan mereka tertuju pada hal yang sama, yaitu Teresia.

"Teresia!"bentak Devan dan Aurell bersamaan.

"Loh loh ada apa ini kok barengan, jangan jangan-"

"Jangan jangan apa?! Jodoh maksud lo, mau gue giling  Yut ?"ucap Teresia dengan tatapan sinis.

"Ampun ampun Yuta takut kok sama Teresia heheh,"

Aurell segera merapikan uang yang dilemparkan Irene dan meletakannya diatas meja tanpa menatap Irene. Setelah itu ia segera menarik tangan Alana untuk keluar dari lubang neraka itu.

"Tingkah kalian semua kekanak-kanakan,"ucap Devan sambil meninggalkan kelas.

"Devan tungguin gue kek,"lanjut Dika sambil berlari mengejar Devan.

"Loh sih, kan udah gue bilang jangan keterlaluan,"

"Diem lo Bry,"ucap Teresia.

🥀🥀🥀

"Devan."

Suara itu bukan berasal dari temannya, bahkan bukan Teresia. Devan melanjutkan jalannya tanpa menoleh ke belakang.

"Keano Devan Arsalan,"

Untuk kedua kalinya suara itu memanggilnya, ia segera membalikkan tubuhnya dan tepat seperti dugaanya, tidak ada seorangpun disana. Ilusi itu selalu menghantuinya selama ini.

IMPREDECIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang