Raka merasa tidak tenang. Ia berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit. Tepatnya di depan sebuah ruangan yang merupakan sebuah ruangan bersalin. Ia harap-harap cemas menanti suara tangisan bayi, pertanda proses persalinan sudah selesai. Dokter sudah menawarinya untuk mendampingi persalinan, namun dengan cepat Raka menolak, tentu saja ia tidak siap.
Berbeda dengan sang Ibu yang tetap memasang wajah tenang bahkan terkesan tidak peduli pada seseorang yang tengah berjuang menaruhkan nyawa, melahirkan bayinya ke dunia. Ratih---Ibu Raka memang hanya membantu Raka mengantar dan menemaninya disini. Karena Budiman, kakek dari si calon bayi sedang berada di luar kota. Juga Ayah dari si calon bayi sekaligus suami dari wanita di dalam sana sedang ikut bersama Budiman. Mereka berdua sudah di hubungi, dan sedang dalam perjalanan ke Jakarta. Sedangkan Ibu dari wanita di dalam sana sudah meninggal karena sakit, tidak lama setelah putrinya itu menikah.
"Bu, jangan cemberut terus dong. Mending do'ain Rika yang lagi berjuang di dalam." Tegur Raka pada Ibunya.
"Dari tadi juga Ibu do'ain dia Ka. Memang Ibu harus teriak-teriak berdo'anya." Jawab Ratih ketus. Ratih memang selalu terbawa emosi jika menyangkut apapun tentang Rika. "Mendingan kamu sini duduk, nanti kamu kecapekan. Kaki kamu kumat lagi." Perintah Ratih.
Raka pun menurut, ia duduk disamping sang Ibu, lalu merangkulnya bagai anak manja. Ibunya memang baru hampir satu tahun belakangan ini kembali ke tanah air. Ternyata kepulangan sang Ibu atas andil Papanya, Budiman. Ia tidak tahan melihat Raka yang putus harapan dan merasa tidak mampu membuat Raka kembali bangkit, maka dari itu Budiman membantu Ratih pulang, dengan uang yang ia punya karena Ratih terikat kontrak dan tidak bisa langsung pulang begitu saja.
Ia ingat lebih dari satu tahun yang lalu, ia masih begitu terpuruk akibat ditinggal pergi oleh Meisha. Hari itu, tepat pada hari perceraian mereka disahkan pengadilan agama, Meisha menjanjikan dirinya untuk bertemu, di taman yang malam perampokan itu, tidak ada tanda-tanda Meisha datang sesuai janjinya. Raka memilih bertahan dengan kecacatan pada kakinya selama hampir 6 bulan lamanya, sampai sang Ibu pulang dari negara tempatnya bekerja. Lalu memaksanya untuk sembuh dan bangkit.
Kata Ibunya mana ada perempuan yang mau dengan laki-laki cacat. Secinta apapun Meisha padanya, tetap saja dia pasti memilih laki-laki sehat daripada bersama dirinya yang lumpuh.
Akhirnya Raka pun mau ikut terapi demi kesembuhan kakinya. Raka berpikir untuk berhenti membuang waktu, daripada hanya duduk di kursi roda, lebih baik terus berusaha mencari Meisha. Selain itu ketidakberdayaannya juga hampir membuat Rika mati di cekik oleh sang Ibu yang tahu kalau Rika lah penyebab rusak rumah tangganya, yang notabenenya Rika adalah putri dari seorang yang juga merusak rumah tangga Ratih dan Budiman dulu.
Maka tanpa ragu-ragu Ratih memaki Rika dengan segala umpatan yang ada. Ia juga mencekik Rika, dan Raka yang hanya bisa terduduk di kursi roda tidak dapat berbuat apa-apa kecuali berteriak meminta bantuan tetangga. Ya, untung saja Rika tidak kenapa-napa karena ulah ibunya.
Sampai kini Raka sendiri mau tak mau tetap berhubungan dengan wanita perusak rumah tangganya itu. Ya, karena Rika saudara tirinya. Meskipun Rika juga bukan anak kandung dari Papanya. Cerita masa lalu Papa dan Ibunya memang begitu rumit. Ibu Rika--Tiana adalah istri dari kakak satu-satunya Budiman, Bahtiar. Bahtiar meninggal karena kecelakaan saat Tiana mengandung. Dan entah terjadi kesalahpahaman apa, Ratih memilih berpisah dari Budiman dan kembali ke rumah orang tuanya dengan membawa Raka yang saat itu masih bayi. Setelahnya Budiman malah menikahi Tiana setelah Tiana melahirkan Rika.
Tapi pernikahan Budiman dan Tiana berakhir saat terungkap bahwa dalam darah Rika tidak mengalir darah Bahtiar. Budiman menerima permintaan Tiana untuk dinikahi karena ia pikir Tiana mengandung anak Kakaknya. Tapi ternyata Rika entah anak siapa, hingga Budiman memilih menceraikan Tiana. Meski begitu dia tetap bertanggung jawab atas kebutuhan Rika bahkan Rika tetap mendapat warisan darinya.
Entah salah atau benar, Raka membiarkan tetap dekat dengannya, meski hanya sebatas hubungan saudara. Rika sendiri sudah menikah dan teramat mencintai suami pilihan Papa mereka itu.
Menunggu persalinan seperti ini, Raka merasa terharu sendiri. Berandai-andai jika saja Meisha yang berada di dalam sana, tentu dengan status sebagai istrinya. Mungkin dia tak akan membiarkan Meisha berjuang sendirian. Namun itu semua hanya khayalan. Ia bahkan tidak tahu dimana keberadaan Meisha hingga sekarang. Meisha benar-benar meninggalkannya, menghilang tanpa jejak.
Tapi bagaimana jika Meisha ternyata mengandung anaknya, lalu berjuang sendirian membawa kehamilannya? Raka semakin tak akan memaafkan dirinya jika saja itu terjadi. Ia tidak mau anaknya merasakan hidup tanpa kasih sayang seorang ayah, apalagi tidak mengenal Ayahnya sama sekali.
Hingga suara pecah tangis bayi dari dalam ruang bersalin menghentikan pikiran buruknya berkelana. Lalu seorang perawat memanggilnya ke dalam, dan memintanya untuk mengazani bayi laki-laki nan tampan, putra pertama Rika dengan Satrio, laki-laki pilihan Budiman.
***
Tidak mudah. Itu yang Meisha rasakan dalam menjalani hari-harinya. Berbekal uang terima kasih yang hanya sebesar satu bulan gajinya, lalu gaji terakhirnya serta pencairan dana dari badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan yang memotong gajinya setiap bulan saat bekerja sebagai jaminan hari tua, ia membuka toko kecil yang menjual pakaian wanita di sebuah ruko kecil yang ia sewa. Ruko dengan dua ruang, ruang pertama di depan untuk toko dan ruang selanjutnya untuk istirahat, serta kamar mandi dan dapur mini yang berada di dalam menjadi tempatnya bernaung. Di kota yang sebelumnya sama sekali tidak ia kenal ini. Ya, dia hanya bermodalkan nekat.
Setelah sang Ibu datang dan menemukannya dengan perut membesar berisikan janin hasil buah cintanya bersama Raka, tentu sang Ibu tidak akan sanggup meninggalkannya sendiri. Ibunya memilih mengontrakkan rumah sederhananya di kampung halaman dan tinggal bersama Meisha. Sedangkan untuk kios sembako pemberian Raka dulu memang sudah dijual Meisha sebelumnya. Jadi setelah dijual Meisha, ibunya hanyalah seorang penjaga kios sembako yang kini dimiliki si empunya baru.
Meisha baru saja melakukan USG terakhirnya di trimester ketiga. Peri kecilnya sehat, dengan posisi kepala yang sudah dibawah, dan segala hal lainnya yang tak begitu Meisha pahami dalam kategori baik seperti yang dijelaskan dokter.
Tentunya Meisha tak merasa begitu lega selama ini, ya setelah meninggalkan Raka dengan membawa hasil buah cinta mereka tanpa Raka ketahui.
Tapi apa Raka akan senang?
Atau malah biasa saja?
Awalnya Meisha sendiri sebenarnya tak yakin dengan menyebutnya buah cinta, sedangkan saat membuatnya tak ada cinta sedikitpun dari Raka untuknya. Namun sedetik kemudian Meisha merasa percaya diri, ia melakukan hal itu dengan Raka dengan penuh cinta, segenap jiwanya karena ia memang benar-benar mencintai Raka. Meskipun Raka melakukannya hanya karena nafsu semata, Peri kecilnya tetaplah buah cinta Meisha pada Raka.
Ya, cinta bodoh.
***
"Pagi Meisharoh,"
Meisha menatap sengit pada pemilik suara. Panggilan itu hanya akan mengingatkannya pada pria yang selama ini ia coba lupakan. Meisha melengos saja, lalu beralih pada peri kecilnya yang lucu. Dengan sabar Meisha menyuapi si kecil dengan makanan pendamping ASI.
"Pa..pa..pa." Si kecil berceloteh lucu menunjuk pada seseorang yang berdiri di pagar, nyatanya sejak tadi ia sibuk memasang wajah jenaka demi menarik perhatian si kecil.
"Bukan dek, bukan Papa." Sahut Meisha datar.
Pa..pa..pa..pa." Celoteh si kecil tak peduli. Lalu bergerak dari baby chair berusaha menggapai seseorang didepan sana.
"Lo tuh ya Bim, bisanya ngeganggu aja!" Bentak Meisha. "Mending Lo masuk daripada kayak pemulung gitu di depan pagar!"
"Eh si Meisha bahasanya, ini bukan Jakarta Mei. Gak enak di dengar tetangga ngomong Lo-Gue begitu."
"Gue ngomong gini sama Lo doang. Bikin kesel aja sih!" Omel Meisha lagi.
Bima membalasnya dengan tertawa, lalu kini duduk di samping Meisha. "Sahilla.. Come to Papa." Ucapnya merentangkan tangan, yang juga disambut rentangan tangan si kecil yang sering disapa Illa itu. Lalu Illa sudah berada dalam gendongannya melanjutkan ocehannya yang memang hanya baru bisa satu suku kata yaitu, pa.
Sebenarnya Meisha agak kesal kenapa putrinya malah pertama kali bisa bicara menyebut kata Papa, bukan Mama atau apapun itu selain Papa.
"Tuh kan Bim. Dia jadi gak mau makan. Gara gara Lo nih! Emang rese yah!"
"Mama malah malah telus ya dek, ntal cepet tua ma nanti keliput. Ntal ketemu papa Laka, papa Laka kabul loh ma." Bima meledek dengan menirukan suara anak kecil.
"Nih Lo lanjutin ya Bim, suapin Illa." Meisha menyerahkan mangkuk kecil berisi MP-Asi milik Illa pada Bima. "Gue bantu Ibu di toko, ramai soalnya."
"Siap Ibu negara," Jawab Bima seraya memberi hormat. Mengundang tawa dari si cantik Illa yang wajahnya mengambil seluruh wajah Ayahnya itu.
Abimana melanjutkan kegiatan Meisha tadi, pertemuan tak sengaja mereka beberapa bulan yang lalu, membuatnya kembali dekat dengan Meisha. Bertemu Meisha dalam keadaan hamil, tentu membuatnya kaget apalagi setelah mendengar semua yang terjadi antara Meisha dan Raka.
Meisha meminta untuk merahasiakan keberadaan dirinya dari Raka yang merupakan sepupu Bima. Tanpa berpikir panjang, Bima menurut. Ya demi, perempuan yang bertahun-tahun ia cintai dalam diam.TBC
Hai, hai, ketemu lagi sama Meisha dan Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Meisha ✔ (Tersedia Di UNINOVEL dan GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceRaka menikahi Meisha hanya karena ingin mendapatkan warisan dari Ayahnya yang seorang konglomerat. Sedangkan Meisha bersedia dinikahi Raka karena ia mencintai sahabatnya itu sejak lama, meskipun ia tahu sejak lama pula hati Raka sudah menjadi milik...