15

20K 1.1K 73
                                    


Suara ketukan pada pintu membuat Meisha mengalihkan perhatiannya dari layar komputer. "Bu, ada yang ingin bertemu," ucap Ega salah satu pegawai tokonya.

"Siapa?"

Ega terlihat menggaruk pelipisnya, "Papanya Illa, Bu," jawab Mega.

Bima! Tebak Meisha senang. Ia tahu sahabatnya itu tak akan pernah meninggalkan dirinya. Bima tidak benar-benar pergi darinya, ya meskipun Bima bilang hanya sebentar. Mengambil sedikit jarak dan waktu sejenak untuk menenangkan diri. Setelah malam dimana ia mengungkapkan cintanya pada Meisha.

"Suruh masuk aja Ga."

"Katanya, tunggu di taman belakang aja Bu."

"Oh, ya sudah."

Meisha lalu keluar dari ruang kerjanya. Menuju taman belakang yang tak seberapa luasnya yang sengaja ia buat untuk menerima tamu selain di ruang kerjanya. "Bima ... ."

Wajah Raka yang sumringah karena akan bertemu Meisha mendadak pias, saat Meisha kira kalau dirinya adalah Bima. Apa memang tidak ada tempat lagi bagi Raka di hidup Meisha?

"Apa-apaan sih Ka! Konyol tau gak! Nggak perlu kamu bilang sama orang-orang kamu ini Papanya Illa! Bikin malu!" hardik Meisha pada Raka.

Malu?

Meisha lalu meninggalkan Raka, benar-benar kesal dengan kelakuan Raka itu. Pantas saja tadi raut wajah Ega sedikit aneh saat menyampaikan padanya kalau ada tamu. Rupanya yang datang tamu tak diundang.

***

"Maaf." Akhirnya satu kata terlontar dari mulut Raka.

Sedari tadi sampai kini sudah setengah perjalanan menuju daycare, keduanya hanya diam saja. Kedatangan Raka sebenarnya untuk memberi tumpangan pada Meisha, untuk menjemput putri mereka. Karena ia tahu, mobil Meisha baru saja masuk bengkel tadi pagi.

Jiwa penguntit Raka kini kembali muncul ke permukaan. Kalau dulu ia menguntit dan dibayar oleh seseorang untuk melindungi cintanya, kini Raka menguntit untuk melindungi cintanya sendiri. Belum lama, baru beberapa hari ini, dan sepertinya Meisha belum menyadari kalau dirinya diikuti Raka.

"Maaf Mei, Maaf kalau aku keterlaluan," ucap Raka lagi.

Meisha menoleh, memberi tatapan tajam lalu kembali membuang pandangan lurus ke depan. "Kamu tahu darimana mobilku di bengkel? Nggak perlu repot-repot, aku bisa ... ."

"Minta antar Bima?" sela Raka.

Meisha diam. Bahkan sudah dua Minggu ini Bima menghilang bagai ditelan bumi.

"Nanti nggak usah antar aku pulang, aku masih ada perlu dan bisa pergi pakai taksi. Dan Illa pulang sama aku."

"Mei,"

Meisha mengangkat telapak tangan sebelah kanannya, memberi tahu pada Raka kalau ia tidak mau bernegosiasi. Dan untuk ke sekian kalinya Raka mengalah. Raka memang selama ini berusaha mengikuti apa yang Meisha inginkan. Bukan Raka lemah, hanya saja ia sedang berusaha menjadi pria yang pengertian untuk Meisha. Raka tidak mau memaksa, khususnya masalah Illa. Meisha ibunya, Raka percaya Meisha tahu yang terbaik untuk anak mereka. Raka juga percaya Meisha tak akan membiarkan dirinya terlalu lama dipanggil Om oleh putrinya sendiri.

***

"Tadi kok Om Raka buru-buru ya, Ma. Nggak ajak Illa main dulu? Biasanya pasti tawarin Illa, jajan, makan, eskrim, mainan ... ."

"Itu maunya kamu!" Meisha menjitak pelan putrinya bahkan sebelum Illa menyelesaikan kalimatnya. Kini mereka sudah berada ditempat tidur mereka, bersiap untuk segera tidur.

Untuk Meisha ✔ (Tersedia Di UNINOVEL dan GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang