11

21.2K 1.2K 63
                                    

Meisha tersentak sendiri mendengar bunyi dari hasil tamparannya pada Raka. Begitu keras hingga telapak tangannya terasa sedikit perih. Namun, tak menghentikan mulutnya yang berkata pedas pada Raka, kalau Raka adalah sumber masalah dari semua masalah yang terjadi diantara mereka.

Meisha tertegun melihat respon Raka yang diam saja setelah ia tampar. Hanya menatap dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedangkan di dalam dadanya masih bergemuruh hebat sejak menyaksikan perkelahian kedua pria yang menjadi sahabatnya sejak lama itu. Sedangkan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sudah puas membuat keributan disini?" tanya Meisha pada Raka. "Apa kamu memang terbiasa tidak bisa menepati janji kamu, kamu bilang kamu beri aku waktu satu minggu, tapi mana? baru hari ketiga kamu sudah berulah!"

"Dan baru hari ketiga kamu juga sudah mencoba lari lagi dari aku! Kamu pindah dan menyembunyikan anak kita!" balas Raka.

"Aku pasti akan mengenalkan dia pada kamu. Kembali lagi kesini satu Minggu dari kesepakatan kita waktu itu. Dan kamu bisa pergi sekarang!" Meisha mengusir Raka.

"Nggak! Aku nggak mau menunggu lagi! Aku ingin bertemu anakku hari ini!"

"Kamu nggak dengar yang aku bilang tadi?" tanya Meisha kesal.

"Terserah! aku mau tetap disini, kita perlu bicara."

"Raka ...."

"Atau aku akan pergi, tapi sebelum itu aku akan mampir ke rumah ketua RT dan melaporkan ada dua manusia bukan muhrim tanpa ikatan apapun menginap bersama. Aku yakin tamu kamu ini tidak lapor RT sebelumnya kan?" Raka menunjuk Bima dengan tatapan menantang. Lalu duduk di salah satu kursi yang belum terjungkir karena perkelahiannya dengan Bima.

Meisha menggeram pelan  tangannya terkepal erat. Sialan! Selain semakin tampan Raka juga semakin jago membuat kesal orang.

"Ya sudah! Bicara sekarang!"

"Setelah binatang ini pergi!" Lagi-lagi Raka menunjuk Bima. Membuat Bima kembali emosi dan ingin memukulnya.

"Cukup!" Teriak Meisha.

"Aku nggak akan pergi Mei, aku takut dia berbuat buruk sama kamu," ucap Bima pada Meisha.

Meisha menggeleng, "Kamu harus pulang, istirahat, nggak usah masuk kantor dulu ya. Tapi aku obati dulu ya wajah kamu yang memar, baru setelah itu kamu pulang," kata Meisha membuat Bima tersenyum, penuh kemenangan.

Meisha lantas masuk ke dalam dan keluar dengan membawa baskom berisi air hangat serta kotak obat untuk Bima. "Astaga. Sampai babak belur begini," ujar Meisha saat melihat wajah Bima lebih dekat. Ia lalu melotot pada Raka, "Keterlaluan kamu, Ka!"

Meisha mengompres memar-memar pada wajah Bima dengan lembut. Ada rasa sakit yang Raka rasakan dari dalam dadanya saat Meisha begitu cemas pada Bima, sedangkan tidak peduli dengan dirinya yang juga memiliki luka yang sama seperti Bima. Ya walau memang Bima lebih parah. Jelas saja Raka yang tingkahnya slengean sejak kecil itu lebih jago berkelahi daripada Bima si juara kelas yang kalem.

Posisi Meisha dan Bima bahkan terlalu dekat. Apalagi Bima masih saja tak memakai baju. Raka benar-benar tak rela jemari lentik Meisha itu menyentuh tubuh telanjang Bima. Karena luka memar milik Bima tak hanya pada wajah tapi juga tubuhnya.

Raka kembali merasakan dadanya bagai ditusuk-tusuk belati. Ada rasa pedih tak terkira melihat kedekatan Meisha dan Bima. Sakit tapi tak berdarah. Enam tahun? Meisha dan Bima selama ini bersama? Apalagi Raka menemukan mereka di dalam satu rumah dengan Bima yang bertelanjang dada.

***

"Berhenti menyalahkan Bima, semua yang ia lakukan atas permintaan aku. Kalau kamu mau menyalahkan, salahkan saja aku," jawab Meisha kala ia dicerca pertanyaan oleh Raka sesaat setelah Bima pergi dari sana.

Untuk Meisha ✔ (Tersedia Di UNINOVEL dan GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang