Tiga-Hari Memalukan!

51 12 0
                                    

Hari ini begitu membosankan. Selepas pelajaran Matematika, kini ialah Olahraga. Aku berjalan sambil menggelayut malas di lengan kawan-kawanku, apalagi hari ini aku sedang dalam masa datang bulan. Ah! Emosi tak bisa kukontrol, rasanya ingin saja menelan semua orang yang membuatku saraf sensitifku bereaksi.
Setelah pemanasan, olahraga pun beralih menjadi permainan grup antar grup alias tanding volley. Aku benar-benar tak habis pikir. Kenapa kesialanku makin berlipat sih hingga hari ini? Dengan berat hati aku mengikuti permainan tersebut. Tapi ditengah permainan, aku merasa perutku mulas sekali. Buru-buru aku berlari pergi ke kamar mandi.

"Aaahhhh... Shit!" Umpatku kesal

Sesekali aku melirik jam menunggu waktu olahraga berakhir. Namun, masih tersisa 40 menit lagi. Aku mengerang kesakitan sekaligus menahan tangis karna saat ini tak akan ada yang bisa kumintai bantuan. Beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu kamar mandiku. Tapi kenapa suara laki-laki?

"Ada orang di dalam?"

Aku bungkam tak menjawab. Malu.
"Hey, ada orang di dalam?" katanya lagi.

Aku tetap tak menyahut.

"Saya hitung sampai 3, Saya dobrak pintunya ya? Satu, dua...."

Buru-buru aku membuka pintu. Memasang wajah melas dan sembab.
Serempak aku dan dia saling meneriaki masing-masing "Elo?"

Aku segera menutup pintu, tapi di menahannya. "ada apa?" katanya. Aku menggeleng pelan.

Dia memasukkan kepalanya kedalam kamar mandi dan melihat apa yang terjadi, lalu menggeleng pelan menahan tawa.
Aku menangis kecil "Tuhkan pasti diketawain. Aku lupa bawa amunisi. Aku pikirkan ga bakal sebanyak ini, taunyaa" kataku parau

"tapi itu banyak banget loh" katanya seolah mengejekku

"kalo mau bantuin ya bantuin, kalo engga yaudah sana pergi!" teriakku kesal

Dia masih saja menertawaiku. Aku benar-benar menahan malu kali ini. Sudah kupastikan pasti pipiku memerah bak kepiting rebus, menahan malu yang sedari tadi menyergap dihadapan laki-laki ini. Tiba-tiba ia menarik tubuhku keluar lalu menempatkan diriku didepannya.

"Lu jalan pelan, gue dibelakang lu nutupin"

Aku menoleh menatapnya. Kemudian, ia membalikkan kepalaku kembali menatap lurus kedepan

"Jangan kasih gue tatapan kaya gitu. Bisa aja suatu hari nanti gue bakal remehin lu terus mau?" Aku menggeleng keras mendengar kata-katanya.

Kemudian, aku berjalan pelan menuju UKS.
Sesekali aku berhenti tiba-tiba untuk memastikan bahwa keadaan koridor sepi dan tak berpenghuni. Khawatir akan menjadi gosip anak sekolah. Namun, tak jarang juga anak laki-laki itu menoyor kepalaku kasar karna gerakanku yang berhenti tiba-tiba. Baru hendak melangkah UKS, seseorang memergoki kami.

"Rey?" ujar anak perempuan yang sepertinya seumuran dengan kami. Aku berhenti memberinya senyum tapi laki-laki yang dipanggil Rey ini malah terus mendorongku masuk dan mengacuhkan panggilannya.

"kalo ada temen nyapa tuh, dijawab, bukannya di diemin" ceramahku padanya

"termasuk urusan lo juga gue harus menjawab sapaan temen gue atau engga?" katanya tajam

Aku sedikit tergelak. Lalu, menelan salivaku bulat dan menunduk tak berani menatapnya. Kemudian, ia bangkit berdiri menuju meja UKS lalu kembali dengan membawakanku sebuah amunisi.

"Ini kan?" katanya memastikan sambil menunjukan amunisi tersebut

"Iya, terimakasih" kataku sambil memberikan seulas senyum padanya.

"Baru tau gue lu bisa bilang terimakasih" katanya sambil memberikan amunisi tersebut.

Namun, saat aku hampir meraih amunisi tersebut, terdengar teriakan menggema yang membuatku sedikit terlonjak karenanya. "Al??"

Aku bergidik ngeri. Lalu, menyengir lebar. Teman-temanku.

"Udah hampir 20 menit lu gabalik-balik taunya malah berduaan disini"

"sama dia lagi"
" gaboleh"
" kamu ngapain sih"

Aku hanya menganggukan kepala mendengarkan ocehan mereka. Kulihat tubuh anak laki-laki itu mulai berjalan pergi. Spontan aku memanggilnya "Rey!"
Ia menoleh kearahku. Aku tersenyum lebar.

"Terima kasih"

Ia hanya menatapku statis dan tak menjawab apa-apa kemudian pergi meninggalkan ruang UKS.
Tunggu! Barusan aku memanggil namanya?
֍
Aku berbaring diranjang sambil menatap langit-langit kamar dan memikirkan tindakannya tadi pagi. Tiba-tiba aku tersenyum. Tunggu, tersenyum? Aku buru-buru bangun dari kasur. Berdiri sambil melihat wajahku sendiri di kaca.

"Al! sadarlah!" kataku sambil menampar pipi pelan

Aku kembali memikirkan hal tadi dan tersenyum.

"Shit! Al, sadarlah!"

Aku mengacak rambutku tak karuan sambil menepis pikiran-pikiran yang sedari tadi melayang.
Ah- masa bodo amat. Kenapa juga aku harus memikirkan laki-laki itu hanya karna perlakuannya baik kepadaku tadi pagi. Aku melompat ke kasur dan merapatkan selimut.
֍

Pulang, Pergi dan PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang