[4]

6.3K 465 2
                                    


***

Miranda tersenyum senang mendapati raga ketika mata-mata kesayangannya sudah berdiri di hadapannya. Chloe maupun Hailee menunduk malu karena kegagalan mereka. Sedangkan Isax tidak berekspresi, ia lalu menaruh sebuah flashdisk di atas meja kerja Miranda.

"Ini file yang kau mau Mira."

Mira segera bangkit dan memeluk Isax erat. Mencium kedua pipi Isax yang sekarang penuh bekas lipstick.

"Terimakasih. Kupikir kau akan gagal juga."

Sanjungan itu membuat Isax tersenyum tipis. Mira meraih flashdisk tersebut, berjalan menuju ruang pribadinya sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu kayu itu.

"Kau tidak apa?" Tanya Chloe khawatir.

Isax menoleh. "Tidak apa."

"Jangan berbohong pada kami." Kini Hailee yang bersuara, Isax menunduk mencoba menahan kesedihannya.

"Lebih baik kalian tidak tau. Aku akan pergi. Kalian, jangan lupa makan."

Isax membalik badan, berjalan cepat keluar dari ruangan Miranda dengan air mata yang sedikit demi sedikit menetes akibat kenyataan yang ia temukan itu. Isax ingat kapan terakhir kali ia melihat wajah lelaki yang Isax cintai. Malam sebelum lelaki itu pergi dan esoknya tidak kembali sampai hari-hari seterusnya.

Hal itu menyakiti Isax kebih dari pada apapun.

Melajukan mobilnya di atas batas rata-rata kecepatan, memicu banyak caci makian dari pengendara lain saat ia melintas bahkan hampir saja ia menabrak beberapa warga sipil yang berjalan tenang di trotoar. Isax tidak mampu berfikir jernih lagi. Karena kenyataan yang ia dapatkan sangat berbanding terbalik dengan kabar selewat yang ia dapatkan. Isax ingin menyalahkan, tapi ia tidak bisa menyalahkan siapapun disini. Ia senang sekaligus marah. Jadi ia lebih memilih diam.

Bahkan ketika Isax sudah sampai di Apartmen pribadinya yang jauh dari Asrama. Isax merebahkan diri-nya di kasur. Mendengar rintikkan hujan dari luar jendela kamar yang kian lama menjadi sangat deras diiringi suara gemuruh bahkan kilatan cahaga. Benar dugaan-nya, kalau hari ini hujan akan datang. Untung Isax cepat pulang atau tidak ia akan berjam-jam terjebak macet dijalanan atau basah kuyup karena Hailee sering kali lupa mebawa jas hujan saat mereka berkendara dengan motor.

Isax memejamkan matanya. Tubuhnya lelah. Sialnya ia tetap tidak bisa tidur karena suatu hal yang seketika terlintas di benaknya seperti kaset rusak.

AUSTIN

Nama itu lagi dan lagi terlintas di benaknya seakan tidak mau untuk ia lupakan. Memohon untuk kembali dikenang. Meminta dikeluarkan dari jeruji relung hati terdalam untuk kembali hidup dan di cintai.

Isax jengkel ia pun beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke meja belajar lalu mengambil sebuah figura dan sebuah novel. Ia memutuskan untuk membaca novel itu di balkon kamar. Tidak peduli ia akan kehujanan atau tidak. Ia butuh udara segar. Jadi setelah Isax duduk di sudut balkon, memposisikan tubuhnya senyaman mungkin.

PAPER TOWN

Itu buku yang akan ia baca, Isax duduk di balkon kamar-nya. Suasana yang sejuk membuanya nyaman untuk membaca, dan kalian tau figura apa yang Isax bawa?

Di dalam figura itu, ada sebuah foto wajah seseorang yang sangat berharga baginya.

Di saat orang itu tertawa bersama, berbagi suka maupun duka bersama, saling mendukung satu sama lain. Isax mana mungkin bisa melupakan Austin. Bahkan saat Austin pergi meninggalkan Isaxpun ia masih mencintai dan setia menunggu Austin.

sampai, Isax mendapati kabar bahwa Austin telah meninggal. Sayangnya Chloe maupun Hailee tidak mengetahui apa-apa tentang kematian Austin. Dan hal itu masih sedikit membuat hati Isax merasa janggal. Di hari pemakamannya Isax juga mendapati seseorang, menunduk, seakan menyesal dari kejauhan.

Misterius.







***

Suasana mencekam di ruang kerja rumah megah itu kini sedikit mencair akibat kehebatan frasa yang Kodi lontarkan untuk menenangkan sang ayah yang mengamuk karena seorang penyusup di ruang kerjanya. Kodi akhirnya bisa bersender dengan santai pada sofa. Mendongkakkan kepalanya, menatap langit-langit ruangan itu kosong.

"Besok kita ada pertemuan. Kau harus datang."

Kodi mendesah malas. "Tidak penting."

Ayah Kodi --Mr. Anderson, menatap tajam putra bungsunya kesal. Menurutnya sudah menjadi sebuah kewajiban untuk datang ke sebuah pertemuan penting karena Kodi adalah pewaris utama perusahaan Dengker corp. yang terkenal sepenjuru dunia. Memang ada sedikit penyesalan, kenapa tidak putra sulungnya yang menjadi pewaris. Sudah jelas putra sulungnya lebih unggul dalam urusan bisnis daripada putra bungsunya yang hanya unggul dalam urusan judi atau wanita. Tapi, Mr. Anderson tidak mampu membantah keputusan anak sulungnya untuk pergi. Tidak bisa.

Jadi mau tidak mau, pahit atau tidak. Kodi di nobatkan sdbagai pewaris utama dengan berat hati.

"Jelas ini penting, datanglah atau kau akan ku tendang dari kartu keluarga Dengker--"

"Aku tidak pedu--"

"Dan tentu saja dari pewaris utama."

"Okay, baiklah besok aku datang."

Mr. Anderson tersenyum puas. Putranya sudah kalah telak. Karena Mr. Anderson tau apa yang Kodi inginkan hingga ia rela menuruti, menekuk lutut di hadapan sang ayah dengan lapang dada. Semua itu hanya karena, uang.

Klise. Tapi itulah kenyataan sesungguhnya. Kenyataan dari hierarki sebuah keluarga kaya.

"Aish. Kau sungguh menyebalkan." Kodi mendengus kesal ketika raut wajah sang Ayah terlihat sangat memuakkan. Ia pun bangkit dan berjalan keluar.

Menuruni tangga, melangkahkan kakinya kasar menuju ruang tamu. Pandangannya mendapati dua wanita yang dengan manis sudah menunggunya. Salah seorang dari mereka langsung berlali mendekati Kodi lalu memeluknya.

"Koko.. ke mall." pinta wanita itu manja. Sedangkan satu wanita lainnya hanya duduk di sofa dengan pandangan yang masih melekat pada layar smartphonenya.

"hi kylie." Kodi menyapa wanita yang duduk di sofa itu. "Hai kodi." balasnya.

sedangkan wanita yang masih memeluk Kodi mengerucutkan bibirnya karena merasa bahwa Kodi tidak mengubris ucapannya.

"Kodi." Kodi menoleh dan menatap wanita yang memeluknya datar. Sedangkan wanita itu memasang puppy eyes-nya.

Kodi menghela Nafas. "Baiklah." kedua wanita itu kegirangan.

Kendall dan Kylie adalah kaka adik yang cukup terkenal di dunia malam. Walau menjadi jalang adalah pekerjaan sampingan mereka. Sesungguhnya mereka adalah mata-mata Black Card yang cukup di pandang karena kemampuan dan paras yang sangat menawan.

Namun dibalik semua itu. Bukan alasan belanja yang Kendall nomor satukan sehingga ia menginjakkan kaki di dalam rumah ini. Tetapi Kendall mendengar kabar bahwa ruang kerja atasannya telah di masuki seorang pencuri, Kendall diam-diam mencari sang pelaku sampai Kendall menyadari bahwa salah satu pelaku merupakan orang yang sangat ia benci.

Maka, itu adalah alasan utama Kendall datang ke rumah ini.

Mencari informasi, melacak, menemukan, membunuh.

Keinginan kecil itulah yang membuat Kendall masih bertahan.

***

THE G-TEAM (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang