Part 1

14.9K 723 93
                                    

"Enab, sudah siang!" Teriakan Ummah sudah menggelegar. Jangan kaget, Ummah memang biasa begitu. Apalagi jika ada kakak sulungku, Kak Najwa memiliki suara melengking bahkan melebihi Ummah. Maka rumah akan menjadi ajang paduan suara bagi para pemilik pita suara cempreng itu.

"Enaaaaab!"

Tuh kan, aku ngga butuh alrm lagi. Suara Ummah sudah lebih dari kata cukup yang mampu membuat gendang telingaku hampir pecah.

"Iya, Ummah. Ini Enab sudah siap dari tadi kok," jawabku santai sambil berjalan bergabung ke meja makan.

"Kamu itu, nanti kalau Yusuf datang kamu belum siap  kasihan dia," tegur Ummah.

Aku hanya nyengir lebar, Yusuf setiap hari mengantar jemput aku saat bekerja. Bukan hanya saat bekerja sih, tetapi dia sudah seperti sopir pribadiku sejak aku tsanawiyah dulu. Oke, sepertinya meskipun dia  sekarang adalah seorang CEO di sebuah perusahaan terbesar di Asia, dan aku hanya PA tetapi kedudukanku lebih dari dia. Ini nih, yang namanya The power of princessnya Mr. max. Jiaah... Ayah buleku itu memang tiada duanya!

Ayah melarang keras aku naik kendaraan pribadi. Ayah juga melarang aku untuk memakai jasa sopir pribadi karena menurut ayah nanti bisa berkhalwat, jika  berduaan dengan lawan jenis di dalam satu mobil. Dan, jadilah Yusuf Maulana CEO terkenal dan terkaya di Asia itu jadi sopir pribadiku. Hebat kan aku tuh. Yusuf itu anak dari kakak sulungku, Kak Najwa. Usia kami tidak terpaut jauh, hanya terpaut tiga tahun lebih saja. Jadi kami memang kaya anak kembar yang kemana - mana berpasangan kaya sandal jepit.

"Biarin saja, belum terlambat juga kok. Lagian bocah tengil itu saja belum kelihatan batang hidungnya," kata Ayah membelaku. Ayah memang paling the best!

"Hus! Cucu sendiri dibilang tengil," tegur mamah sembari menuangkan susu ke dalam gelas.

"Itu, jilbab kamu merah tapi baju kuning! Sepatu ngga ijo sekalian biar dikira lampu perempatan jalan!" Sembur Ummah kesal.

"Ini namanya tabrak warna, Ummah. Lagi hits begini," jawabku cuek.

"Halah, kamu sama Yusuf sama - sama gelo nya," kata Ummah mencibir.

Aku cuma bisa cekikikan pelan mendengar omelan Ummah. Entah ini persoalan keberapa yang Ummah bahas sejak selesai sholat lail semalam.
Setiap hari Ummah terus saja merepet dan mengomel, entah bagaimana ayah bisa cinta mati sama Ummah.

"Sst... Sweetheart makan dulu, yuk. Ngomelnya lanjut nanti setelah sarapan," kata ayah lembut.

Ummah mengangguk, meski dengan wajah asam. Ummah mengambilkan sarapan untuk ayah dan aku.

Lihat saja, ayah dan Ummah selalu mesra. Apalagi sikap ayah yang tidak pernah berubah sejak dulu bahkan hingga sekarang rambutnya sudah beruban.

Ayah memangku Ummah di meja makan. Tentu saja aku memberengut, mereka membuat iri saja.

"Ck, Ayah itu kursi masih banyak loh yang kosong ," sindirku sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutku.

"Ah, ingat ya Enab, jangan ditiru adegan ini! Kamu hanya boleh saat sudah menikah nanti," tegas ayah padaku.

"Wah, kalau begitu sepertinya Enab harus secepatnya menikah," seruku antusias menggoda ayah.

"Enggak!" Tolak ayah keras.

Ummah melotot mendengarnya, kemudian turun dari pangkuan ayah. Meskipun ayah berusaha menahan pinggang Ummah agar tidak menjauh, tetapi Ummah sudah menepisnya dan menatap ayah dengan wajah garang. Nah, kalau begini ayah sudah kincep tuh.

"Ayah bagaimana sih, Enab sudah 26 tahun! Kenapa tidak boleh menikah?" Sembur Ummah kesal kelihatannya.

"Lihat saja, bahkan Enab masih imut begitu," kata ayah membela diri.

CINTA ZAENABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang