part 10

7.5K 565 67
                                    

"Makan dulu."

Aku menggeleng, rasanya perutku nggak enak banget. Ini udah laper banget. Tapi si a'a masih saja disini.

Kan malu, aku biasa makan banyak. Kalau ada Yusuf enak tuh, bebas makan banyak.

"Aaa.. Buka mulutnya."

Ini si a'a masih saja mengangsurkan sendok di depan mulutku. Mau nggak mau  aku harus buka mulut.

"Makannya jangan sampai terlambat lagi, dek."

A'a Rifqi sudah ganti baju dengan yang lebih santai. Bahkan a'a pakai sandal jepit. Tapi orang ganteng kan bebas ya. Pakai kolor juga tetep cakep.

Aku menatap a'a yang menyuapkan nasi ke mulutnya sendiri dengan menggunakan sendok yang sama. Sendok bekas aku itu, nggak jijik emang ya?

"Adek nggak dilepas hijabnya, nggak gerah?"

Aku menatap a'a Rifqi heran, dih orang kamar ber ac masa gerah?

Aku menggeleng, tapi aku membuka mulutku saat sendok berisi nasi sudah menggantung di depanku.

Lah, kok nggak masuk - masuk itu nasinya?

"Lepas aja dek hijabnya, kan sepi. Pintunya udah A'a tutup. Sama tirainya juga mau di tutup? Biar nggak lepek rambut adek."

Ini si A'a Rifqi malahan bahas tirai segala, makanan di sendok nggak masuk - masuk. Aku udah pegel loh ini mangap begini terus.

"A'a jadi nyupain nggak sih, capek nih buka mulut lebar terus."

"Eh, maaf. Ini aaa."

A'a meringis, tapi kemudian terkekeh pelan. Aku cubit saja pinggangnya.

"Maaf, a'a kelupaan."

"Sinilah, Enab makan sendiri saja."

"Jangan ngambek dong, ini a'a suapin lagi."

Aku buang muka kesamping, kesel aku tuh. Masa makan saja loh di php.

"Makan sendiri aja, ih. Sini nasinya."

Aku menengadahkan tangan meminta makanan. A'a menggeleng, tapi masih tetap mengangsurkan sendok berisi nasi.

"Aaa... Buka mulutnya sayang."

Aku menerima suapan A'a. Eh, dipanggil sayang sama A'a kok rasanya panas dingin begitu. Wajahku rasanya memerah begini. Ambyar bener ini.

"Udah habis, mau nambah lagi nggak?"

Aku bengong, sebenernya tuh masih laper. Sepiring berdua kok. Tapi ya gitu, malu banget dong kalo nambah. Kesannya rakus, haish gimana ya?

"Dek, mau nambah nggak?"

Aku mengerjap, tangan a'a udah melambai - lambai di depan wajahku. A'a tersenyum tipis, akhirnya aku menggeleng. Duh, lesung pipitnya bikin kenyang. Eh,

"Udah."

A'a meletakkan piring di nakas.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Aku menjawab bersamaan dengan a'a.

"Ayah..."

Ayah terkekeh pelan, tanganku udah siap memeluk ayah. Pelukan ini yang aku rindukan dari kemarin.

"Baru dateng, kangen."

Ayah mengusap kepalaku lembut, mencium puncak kepalaku berkali - kali.

"Udah makan princess?"

Aku mengangguk, tapi menatap ayah dengan tatapan andalanku. Ayah mengangkat sebelah alisnya. Aku mengeratkan pelukanku.

"Masih laper."

Ayah melepas pelukanku,  lalu menyuapiku.

"Begini nih si Enab. Dia itu super manja A'. Makannya juga porsi kuli. Kurang itu makannya tadi."

Aku mendelik menatap ayah, ayah sama a'a tertawa. Puas banget itu mereka ngeledeknya.

"Tadi nggak bilang masih laper, maaf ya dek."

Aku meringis menatap a'a yang kelihatan nggak enak gitu. Aku mengunyah makanan ini kok ya rasanya susah banget di telen. Malu, tengsin gitu makan sampe nambah.

"Ini dimakan, tadi Ummah masakin bubur ayam Bandung. Sayang banget kalau nggak dihabisin. Kasihan Ummah udah capek masakin."

Aku mengangguk. Ummah emang paling ngerti kesukaan anaknya.

Bukan berarti aku suka bubur ayam yah. Aku mah spesies  omnivora alias apa saja doyan. Nggak pilih - pilih makanan. Nggak harus di restoran mewah.

Aku jajanan depan sekolah SD aja doyan loh. Apalagi masakan Ummah.

"Enab itu makannya porsi kuli loh A'. A'a mah harus siap banyak beras di rumah. Biar badan kecil begitu makannya porsi kuli Enab, mah."

Mereka tertawa, girang banget itu. Puas banget ngeledekinnya. Aku cemberut, menyilangkan tangan di depan dan membuang muka menghadap jendela. Sebel sama mereka!

"Ayaaaah."

Malahan ngeledekin terus itu si ayah. Biarin ntar kalo ada Ummah biar aku aduin.

"Ini buka mulutnya lagi."

Aku menggeleng, nggak jadi makanlah. Gengsi ih, kelihatan rakus. Tapi masih laper, duh bingung.

"Makannya habisin, ayah udah terlanjur ambil. Mubadzir kalo nggak dihabiskan."

"A'a jangan ngeliatin tapinya. Ini Enab abisin takut mubadzir loh ya, bukan karena kelaperan."

Aku mengambil alih makanan ditangan ayah, sesekali melirik ke arah a'a.

A'a sama ayah menyingkir, akhirnya mereka sibuk ngobrol di sofa. Nggak tahu ngobrolin apa. Aku menghembuskan nafas lega.

Aku laper banget, kalo pada sibuk aku jadi nggak malu habisin nasinya. Ini enak, suka deh sama masakan ummah. The best!

Pengertian banget si a'a. Romantis ala a'a ya begini, nggak harus bawa boneka sama bunga. Pengertian begini juga udah meleleh.

Nah, bucinku nambah lagi.


Waaah mohon vote dan komennya dong.

Mohon maaf typo dsb yaaa

CINTA ZAENABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang