part 5

6.2K 547 51
                                    

Aku jelas lupa tentang pembicaraan ayah dan ummah tentang acara lamaranku. Bahkan aku sudah lupa siapa calon suamiku.

Aku bukan lupa gimana sih, suka kelupaan saja. Aku sering ketemu A' Rifqi, tapi ya karena kami terlibat dalam satu projek bersama. Eh ternyata A' Rifqi anggap kita sedanf melakukan ta'aruf.

Lah, itu orang gimana?
Aku aja nggak punya nomer hp dia. Ya ampun!

Kita nggak pernah ngobrol serius selain pekerjaan. Ah, lupakan saja. Ini aku udah hopeless banget kayaknya deh. Pasrah aja sama jodoh yang dicomot sama Ummah. Yang penting nikah, insya allah aku percaya dengan pilihan ayah dan ummah.

Tapi, dari kemarin aku kangen Yusuf. Dia kaya ngilang saja begitu. Duh, dia katanya patah hati.  Kasihan sekali dia tuh, si playboy cap kacang itu katanya patah hati karena si gadis sudah akan menikah.

Penasaran aku, siapa gadis itu?

"Dek, ngapain sih?" Suara lembut Ummah sedikit mengagetkanku.

Aku menghela nafas pelan, aku tatap Ummah resah.

"Mah, Yusuf..." bisikku lirih.

Ummah duduk di sebelahku, kemudian beliau mengusap punggungku  pelan. Ummah tersenyum lembut, aku bersandar di pangkuan Ummah. Memeluk Ummah, sembari menangis sesegukan.

Aku rasanya hancur, jadi kalian pasti tahu kan bagaimana rasanya jadi aku?
Aku merasa sudah jadi sahabat dia, keponakanku yang bangor itu...

Aku pikir, aku sudah sangat mengenal dia. Jelas kami menghabiskan waktu bersama sejak kecil, dan aku bahkan nggak tahu dia pernah mencintai eanita sedalam ini. Tapi, kemarin jelas sekali aku melihat bagaimana hancurnya Yusuf. Air mata Yusuf, kehancuran dia yang saat itu aku tidak tahu kalau dia patah hati. Ya Allah.... Anak itu, kenapa nggak langsung dilamar saja kalau suka anak gadis orang? Malah sibuk tebar pesona kesana kemari nggak jelas. Astaghfirullah....

Dia bahkan nggak buka suara apapun. Nggak cerita dia kenapa, dia seakan menjauh dariku. Saat aku tanya, dia hanya bilang nggak papa, dia bisa mengatasi hatinya sendiri dan aku harus fokus pada acara lamaranku yang akan diadakan seminggu lagi.

"Memang Yusuf kenapa?" Tanya Umnah pelan.

Aku masih menangis  sesegukan di pelukan Ummah. Sumpah, aku merasakan sakit yang dirasakan Yusuf kayaknya. Bocah bangor itu, patah hati! PATAH HATI! itu udah aku capslock! Kalian nggak salah dengar kok, senyumnya, ketawanya hilang selama beberapa minggu ini. Dan dia menjauh dengan alasan nggak mau merusak acara bahagiaku dengan wajah mengenaskannya. Yang kemarin bahkan dia mengatakan itu dengan tertawa garing yang cenderung menyedihkan.

Ya Allah... Aku bahkan tidak memikirkan masalah pernikahanku. Otakku sekarang hanya ada Yusuf, pengen aku peluk keponakan tersayang aku itu. Biar dia bisa sedikit lega, aku serius mau dengerin dia cerita.

Harusnya dia tahu, aku satu - satunya orang yang akan menjudge dia hanya karena dia menangis setelah Umminya tentu saja. Aku cuma pengen bilang, dia nggak sendirian. Ada aku!

"Kamu ribut sama Ucup?" Tanya Ummah lagi. Aku menggeleng pelan, pipiku sudah banjir air mata.

"Yusuf ada masalah, dia nggak mau cerita. hiks...hikss... Gara - gara nggak mau ngerusak acara lamaranku dia nggak mau kesini. hikss...hikss..."

"Dia hanya butuh Umminya saja barangkali. Sebesar apapun seorang anak, dia hanya butuh Umminya untuk berbagi," aku menyimak nasehat Ummah. Memang benar sih, tapikan...

Duh, Ya Allah...
Kalian paham nggak sih yang aku rasakan?

"Hiks..hiks... Yusuf patah hati katanya. Dia pasti hancur banget makanya sampai nggak mau nongol pas acara fatihahnya Enab," gumamku sembari menangis sesegukan.

Kalian nggak salah dengar kok. Aku memang sudah melakukan acara fatihah, dan seminggu lagi acara lamaran di gelar. Tapi aku ngga memikirkan itu. Nggak bisa fokus, saat Yusuf hancur begini. Aku merasa bukan sahabat yang baik, saat Yusuf selalu ada buat aku. Sekarang, saat dia ada masalah justru aku nggak bisa membantu. Aku sibuk dengan duniaku, sibuk merancang kebahagiaan masa depanku. Sedangkan Yusuf, dia menjauh agar aku tidak kepikiran katanya.

"Kamu fokus saja sama acara kamu. Nanti, setelah acara selesai baru kamu temui Yusuf ke rumah," bujuk Ummah lembut. Aku mengangguk, meski hatiku masih sangat resah.

"Yusuf hanya nggak mau membuat acara kamu rusak karena senyum kamu hilang nanti. Lagian, benar kok Yusuf nggak datang kemarin. Dia butuh waktu sendiri, kalau dia ikut datang, dia dengan wajah kusutnya. Malahan kamu nggak bisa mrnikmati acara kamu. Padahal ini sekali seumur hidup," nah suara lembut Ummah yang panjang banget ini justru semakin membuat aku luluh lantah.

Yusuf seberantakan apa sekarang?

Siapa gadis itu, kenapa selama ini dia nggak cerita apapun?

Apa aku kenal gadis itu?

Dimana rumah gadis itu?
Ini ada banyak banget pertanyaan di kepalaku. Sayangnya, aku nggak bisa menemui Yusuf.

"Yusuf itu laki - laki. Patah hati hal biasa. Kak Raffa dulu juga pernah mengalami waktu mau melamar santri putri tapi sudah keduluan Amran," celetukan Kak Raffa membuat aku menoleh ke arahnya.

"Kok pada tahu Yusuf patah hati sih, Enab sendiri malah nggak tahu.hikss...hikss..." nah kan aku malah semakin sakit jadinya. Merasa bersalah banget jadinya.

"Enggak separah yang ada di otak kecil Tati juga kali," aku mendongak dan langsung terbelalak.

Aku berlari menghambur ke pelukan lelaki ini. Ya Allah...

"Kamu kenapa sih," kataku kesal. Aku sudah menangis sesegukan. Aku bisa lihat mata Yusuf bengkak, pasti dia menangis parah. Apalagi mulutnya bau rokok. Pasti dia sangat frustasi, soalnya Yusuf manusia anti nikotin yang satu itu. Duh dia itu persis abinya loh manusia pecinta hidup sehat.

"Kamu ngerokok!" Teriakku histeris. Aku bisa tahu jelas Yusuf sampai meringis. Sepertinya mendengar suaraku yang melengking. Aku ngga sadar tadi, suaraku seheboh itu ternyata.

"Ck, drama banget sih. Nangis heboh begitu. Aku aja biasa saja," celetuk Yusuf sembari meraih pundakku. Suaranya serak bahkan nyaris habis, kasihan banget keponakanku yang satu ini.

"Kamu patah hati beneran?" Tanyaku memastikan. Yusuf mengangkat bahu acuh, nah dia malah tiduran di sofa sembari merebahkan kepalanya di pangkuan Ummah, Yusuf memeluk pinggang Ummah erat.

"Yusuf, ih... Ditanyain juga," kataku cemberut. Jelas saja kesal, itu anak ditanya serius malahan manja - manjaan begitu.

"Dih, minggir kamu," lah Yusuf malahan rebutan tidur dipangkuan Ummah.

Udah pada lupa apa ya umur mereka udah nggak pantes berebut begitu.

"Yusuf," panggilku kesal.

Yusuf menatapku sekilas, justru sekarang perang bantal sama Kak Raffa karena rebutan Ummah. Dih, kesel aku tuh.

Mereka tertawa ngakak, bikin aku tambah kesel. Percuma saja berminggu - minggu nangisin anak bangor itu!

Dih... Kesel!






Ada yang kangen Enab nggak sih???

Thanks buat semua votr dan komennya yaah

Yuk follow buat yang belum follow aku aku

CINTA ZAENABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang