"Yusuf mau ikut Kak Raffa ya?" Tanyaku pada abangku satu - satunya.
Kak Raffa menghentikan suapan makannya dan menatap ke arahku dengan tatapan yang sulit aku artikan, sekarang kami sedang makan bakmi Bandung. Bakmi Bandung itu salah satu makanan wajib yang harus ada saat Kak Raffa pulang.
"Kak," panggilku lagi karena Kak Raffa belum juga menjawab pertanyaanku.
Kak Raffa terlihat menghela nafas, kemudian kembali melanjutkan makannya.
Lah, ini orang emang kadang tuh bikin gondok. Ditanya serius, kirain mau jawab. Ternyata cuma mau kulakan oksigen terus udah. Ya Allah....
"Kak, ditunggu jawabannya ini loh," aku mulai menggerutu.
Tadinya ada niat buat goyangin lengan Kak Raffa. Tapi nggak jadi, soalnya abangku itu kelihatan lahap banget makannya. Takut dianya tersedak nanti.
"Kak Raffa, malah makan terus ih," kataku semakin kesal.
"Uhuk...uhukk...uhuk..."
Nah kan pake acara kesedak lagi, itu wajahnya merah banget. Kan jadi kasihan, aku ulurkan air putih dan segera di teguknya hingga habis.
"Hus, Kakak lagi makan. Berisik!" Tegur Kak Raffa.
Aku mengerucutkan bibirku karena kesal, sebentar lagi pasti Ummah teriak nih.
Satu....
Dua....
Ti-
"Enab!!!! Jangan ganggu kakaknya makan!!"
ga...
Benerkan, padahal aku belum kelar ngitung sampe tiga loh tadi.Kak Raffa malah mengangkat mangkok bakmienya kemudian pindah ke depan tv. Di sana sudah ada Ummah, ayah, dan jelas saja si cantik istrinya Kak Raffa.
"Kak..." aku bangkit dan mengikuti Kak Raffa, aku merengek dan sialnya tetap nggak di jawab Kak Raffa.
"Apaan sih," tanya ayah lembut.
Tuh, lihat deh...
Ummah lagi mijitin pundak Kak Raffa, enak banget jadi dia mah. Makan udah di beliin, sambil makan dipijitin Ummah. Itu, sampe remot televisi yang pegang istrinya. Jadi tugas ndoro bei itu ya gantiin channel tv sesuka Kak Raffa ."Yah, emang beneran ya Yusuf mau ikut Kak Raffa dan menetap di Kairo?" Tanyaku masih penasaran.
Rasanya beberapa hari ini aku sangat gelisah, beneran nggak sih Yusuf mau ninggalin aku?
"Itu maunya Yusuf, tapi ngga tahu Kakak kamu ngijinin apa enggak," jawab ayah enteng.
Aku menghembuskan nafasku, tiba - tiba dadaku rasanya nyesek. Setelah Kak Raffa pergi dan menetap di Kairo, cuma Yusuf yang menjadi andalanku dalam segala hal.
"Kenapa tiba - tiba?" Gumamku lirih.
Ayah mengelus pundakku lembut, aku merangsek ke dalam pelukan ayah. Entah bagaimana aku menangis sesegukan di pelukan ayah.
Sejak kecil aku kemana - mana berdua, adik bangorku itu kemana - mana ya sama aku. Nempel aja gitu, aku bayangin sepinya hariku tanpa Yusuf.
"Eh, kenapa nangis segala?" Tanya Ummah heran.
"Hiks...hikss.. Ummah jahat ih, kan biasanya Enab mah sepaket atuh sama Yusuf," kataku sembari menangis sesegukan.
"Kan Yusuf cuma mau lanjutin kuliah S3 nya yang sempat berhenti," kata ayah dengan nada tenang.
"Ayah, aku mau lanjutin S3 juga kalau begitu," putusku akhirnya.
Ummah melotot kemudian berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ZAENAB
Spiritual"Enab, kamu masih suka es krim?" "iya" "Enab masih suka merajuk sama ayah?" "eh.. i- ya" "Enab masih suka nonton upin ipin?" "iya, ayah" "oke. jadi, Sekarang kamu masih anak kecil ayah." "tck, tapi Enab sudah hampir 30 tahun ayah.." Ini kisah tenta...